Kamis, 23 Januari 2025

Wanita dan Pilkada

Berita Terkait

ADALAH Perhimpunan Perempuan Lintas Profesi Indonesia (PP-LIPI) DPW Kepri, bekerja sama dengan Tribun Batam, berhasil membuat saya menangis di depan umum setelah 40 tahun lebih usia saya.

Sabtu lalu, di depan ratusan ibu-ibu lintas-profesi se-Kepri, plus pengunjung Grand Mall, Pe­nuin, Batam, lima lelaki “tang­guh” dipaksa “mewek” ketika menceritakan sosok seorang Ibu, bertepatan dengan Hari Ibu 2019.

Acara itu sendiri berbentuk talkshow interaktif bertajuk “Woman to Infinity, Perempuan Berdaya, Indonesia Jaya”.

Sub temanya Women Talk: Menuju Batam 1, Padamu Perempuan Kami Berjanji. Memang ngeri-ngeri sedap judul acaranya.

Ya, adalah sedikit pemaparan visi dan misi oleh kelima bakal calon (balon) Wako Batam, yakni Lukita D Tuwo, Zukriansyah, saya, Helmy Hemilton, dan Rian Ernest. Yang lain, tanya ke Ketua PP-LIPI DPW Kepri Lenny Marlina, jangan tanya saya karena saya bukan panitia, hehe.

Ya, kami berlima memang dipaksa meneteskan air mata, atau setidaknya ada yang merah matanya.

Di antara para balon itu, tiga di antaranya sudah ditinggal pergi wanita tangguh yang selama puluhan tahun membesarkan mereka.

Saya, Lukita, dan Rian sama-sama sudah tidak punya ibu lagi. Sedihnya, ketika ibu kami meninggal, disebabkan penyakit serius semua.

Kronis. Ibu saya sendiri, meninggal tahun 2000 setelah sebulan dirawat di rumah sakit “termahal” di Pekanbaru akibat komplikasi kedua ginjalnya, kanan dan kiri.

Beliau sempat kami rawat di RS selama sebulan, lalu setelah pihak medis “menyerah”, diselingi empat kali cuci darah, kami bawa ke kediaman di Panam, Pekanbaru.

Persis sebulan pula setelah dibawa ke rumah, ibu saya menghembuskan napas terakhir.
Nah, pada sesi menceritakan tentang sosok ibu itulah, saya tak tahan untuk tidak menangis.

Terkenang semua jerih payah Beliau semasa hidupnya hingga berjuang melawan penyakitnya.

Saking cintanya saya, saat itu saya bawa ke rumah sakit paling mahal. Tak terbayang ke mana biaya pengobatan akan saya dapatkan, sebab saat itu saya hanya pegawai rendahan di Riau Pos, Pekanbaru.

Kebetulan di keluarga, saya anak laki-laki tertua dan saat itu masih lajang. Saya menikah beberapa bulan setelah ibu meninggal karena tanggal pernikahan memang sudah disepakati sebelumnya.

Jadi, meskipun talkshow itu adalah semacam debat antar-balon Wako Batam, namun sisi human interestnya ternyata paling menonjol.

Suasana petang itu tiba-tiba menjadi hening dan undangan yang didominasi emak-emak terlihat hanyut dalam suasana sedih.

Beberapa kali saya lihat Ibu Lenny dan Mbak Lisya dari PP-LIPI DPW Kepri menyeka air matanya.

“Sampai rontok bulu mata saya,” guyon Lenny usai acara.

Kehadiran saya dan lainnya di acara itu sepenuhnya atas undangan PP-LIPI dan Tribun Batam.

Dalam pertemuan di sebuah kafe di Tiban beberapa malam sebelumnya, Lenny dan Lisya kembali mengingatkan saya untuk hadir.

Katanya, saya dianggap mewakili balon dari kelompok generasi muda alias milenial dan dekat dengan emak-emak. Well, saya harus hadir, kata saya.

Peran wanita di Kota Batam untuk menentukan pilkada tahun depan memang tak bisa dinafikan begitu saja.

Sesuai catatan dan laporan yang disampaikan komisioner KPUD Kepri yang hadir juga saat itu, Priyo Handoko, jumlah wanita dalam daftar pemilih di Batam hampir berimbang dengan laki-laki.

Artinya, setengah pemilik hak suara adalah wanita. Maka, mereka memiliki peran sama pentingnya dengan laki-laki dalam menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin Kota Batam lima tahun ke depan.

Berdasarkan data Pemilu Legislatif/Pilpres Tahun 2019, total pemilih di Batam mencapai 650.876 jiwa, terdiri dari laki-laki326.931 orang dan wanita 323.945 orang.

Sedangkan total pemilih di Provinsi Kepri 1.229.424 orang, di mana pemilih laki-laki 619.882 orang dan wanita 609.542 orang.

Artinya, 52 persen pemilih Provinsi Kepri ada di Batam. Dari data itu, separuh pemilih Batam adalah wanita.

Nah, begitu signifikannya peran pemilih wanita di Batam. Itulah yang membuat Ketua PP-LIPI Kepri Lenny Marlina begitu semangat mengajak para wanita menggunakan hak politiknya dan mewanti-wanti para balon untuk tidak PHP (memberikan harapan palsu) terhadap wanita.

Apalagi, ternyata, dari data selama pilkada langsung, tingkat partisipasi pemilih di Batam sejak 2006, 2011, dan 2014, stabil pada angka di bawah 50 persen!(*)

 

Update