Kamis, 16 Januari 2025

Kasus Jiwasraya Pelajaran bagi Semua Perusahaan Asuransi

Berita Terkait

batampos.co.id – Kasus gagal bayar sekaligus indikasi korupsi dalam tubuh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menyita perhatian banyak pihak. Pemerintah dan otoritas terkait pun berupaya mencari solusi untuk menyelamatkan perusahaan asuransi milik negara tersebut.

Mulai dari upaya penyelamatan jangka pendek melalui PT Jiwasraya Putra hingga rencana pembentukan holding asuransi untuk solusi jangka menengah dan panjang. Namun, upaya-upaya penyelamatan tersebut tidak bisa serta merta mampu menyelesaikan kisruh Jiwasraya yang sudah cukup masif.

Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, mengatakan ada sejumlah skema yang dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Salah satunya penjualan saham anak usaha.

Jiwasraya, lanjut dia, memiliki total aset senilai Rp 23,26 triliun. Dari jumlah itu, 52,2 persen di antaranya adalah aset finansial yang likuid. Dia melanjutkan, total liabilitas perseroan sebesar Rp 50,5 triliun, termasuk liabilitas second plan sebesar Rp 15,75 triliun.

Arya memerinci, ada tiga hal upaya penyehatan Jiwasraya.

Pertama, melalui hasil penjualan saham anak usaha yakni Jiwasraya Putra yang diharapkan mencapai Rp 3 triliun.

Kedua, holding asuransi yang diharapkan mendapat dana Rp 2 triliun per tahun selama empat tahun, atau total mencapai Rp 8 triliun.

Ketiga, hasil penjualan aset finansialnya yang diharapkan dapat penjualan mencapai Rp 5,6 triliun.

Arya menyampaikan beragam skema diharapkan mampu terealisasi pada tahun depan.

ilustrasi (antara)

“Agustus 2020 holding asuransi paling lambat. Yang pertama uang kembali kepada nasabah, belum sama bunga, di samping itu proses hukum kita dorong terus,” ujarnya ditemui di Kementerian BUMN, Kamis (26/12/2019).

Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI), Toto Pranoto, mengungkapkan langkah pembentukan PT Jiwasraya Putra ditujukan untuk mencari setoran modal dari calon pemegang saham dan investor. Modal ini nantinya akan membantu menutup sebagian hutang polis Jiwasraya yang sudah jatuh tempo.

“Tapi itu sepanjang setoran modal ini bisa segera masuk. Pertanyaannya kapan Jiwasraya Putra ini bisa segera punya izin operasi?” ujarnya saat dihubungi, kemarin (26/12).

Toto menuturkan, dalam jangka pendek pemerintah mengandalkan PT Jiwasraya Putra, sementara jangka menengah adalah melalui Holding BUMN Asuransi. Menurut dia, ini adalah skema bail out dari pemerintah. Jika Holding ini sudah terbentuk, maka saat Jiwasraya mengeluarkan surat hutang (bond), harapannya bisa dibeli oleh Holding tersebut. Dana yang masuk bisa dipakai untuk menutup utang jangka pendek polis yang jatuh tempo. Sebagai informasi, Holding Asuransi yang bakal dipimpin oleh PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) itu ditargetkan selesai pada kuartal II tahun depan.

Untuk itu, menurut Toto, Holding Asuransi ini harus memiliki nilai lebih, bukan sekadar dibentuk untuk menutup hutang Jiwasraya.

“Holding harus mampu membikin value creation, sehingga nilai Holding jauh lebih tinggi dibandingkan penjumlahan nilai masing-masing BUMN yang berdiri sendiri (stand alone). Kalau value creation tercipta, artinya daya saing holding asuransi meningkat dan dapat mulai bersaing dengan pemain asuransi global yang beroperasi di Indonesia,” jelasnya.

Pengamat Asuransi/Arbiter Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI), Irvan Rahardjo, menuturkan pemerintah maupun otoritas terkait tidak bisa mengandalkan pembentukan PT Jiwasraya Putra, sebagai solusi cepat dalam menyelesaikan persoalan di tubuh Jiwasraya. Karena, anak perusahaan mungkin bisa membantu untuk melakukan restrukturisasi.

“Tapi itu dibutuhkan waktu 5-10 tahun. Sementara yang dibutuhkan dalam jangka pendek adalah dana segar,” tegasnya saat dihubungi, kemarin. (JPG)

Update