Rabu, 29 Januari 2025

Kiprah Bripka Riko Rizki Masri dan FKPM Teman Hati

Berita Terkait

batampos.co.id – Hari itu pertengahan Februari 2019. Bripka Riko Rizki Masri, 33, menjalankan tugas sebagai anggota Bhabinkamtibmas Polsek Siak Hulu, Polres Kampar, Polda Riau. Dia mengunjungi rumah warga satu per satu. Melihat kondisi mereka dan mengajak berdialog. Dua rumah sudah dia datangi. Tak ada kejadian menonjol.

Di rumah ketiga Riko bertemu pasangan suami istri Rosmin, 48, dan Zaitil Huda, 40. Suasana terasa dingin. Rosmin yang duduk di teras diam saja. Tak jauh berbeda dengan pendamping hidupnya yang biasa disapa Bu Ida itu. Keluarga tersebut memang baru dilanda musibah. Kecelakaan merenggut kaki kanan Bu Ida.

”Wajar mereka sangat murung,” cerita Riko.

Riko terus mengajak ngobrol. Dari situ dia tahu Bu Ida sebetulnya cukup tegar menghadapi kondisinya. Yang justru sangat terpukul adalah Rosmin. Kecelakaan tersebut memberikan luka psikologis yang sangat berat untuknya. Lelaki yang bekerja sebagai tukang urut itu terus menyalahkan diri karena telah mencelakai istrinya.

”Memang Bapak Rosmin yang memboncengkan istrinya. Keduanya jatuh setelah terperosok jalan berlubang. Kaki istrinya terlindas truk,” ujarnya.

Sepulang mengunjungi rumah Rosmin, Riko kepikiran. Dia berha­rap bisa melakukan sesuatu un­tuk membantu keluarga itu. Riko tahu Bu Ida membutuhkan kaki palsu.

”Tapi, kaki palsu itu berapa harganya? Dari mana bisa dapat?” urainya.

Bripka Riko Rizki Masri (kanan) bersama Ketua FKPM Teman Hati, Ahmad Muhaimin, menunjukkan contoh kaki palsu yang hendak disumbangkan untuk mereka yang memerlukan.

Riko menemui Ketua FKPM Teman Hati Ahmad Muhaimin, 49, yang biasa menjadi teman berdiskusi. Mereka lalu mengumpulkan sejumlah anggota FKPM.

Muncul ide untuk meminta bantuan lembaga sosial yang memiliki program kaki palsu. Dengan sejumlah pertim­bangan, mereka memilih Kick Andy Foundation.

”Ada anggota yang kenal dengan salah satu petinggi lembaga amal itu,” ujar Riko.

Setidaknya dibutuhkan minimal 20 penyandang disabilitas dalam satu penggelontoran bantuan kaki palsu. Bripka Riko dan FKPM Teman Hati lalu mencari orang lain yang memerlukan kaki palsu. Program tersebut juga mengharuskan penerima mencari pembuat kaki palsu sendiri. Pekanbaru diubek-ubek, ternyata tidak ada.

”Teman akhirnya menghubungkan dengan perajin kaki palsu di Dumai,” cerita polisi yang menjadi anggota bhabinkamtibmas sejak 2015 itu.

Riko menghubungi perajin bernama Andri tersebut. Andri tersentuh dan langsung mau membantu membuatkan kaki palsu. Dia mendatangi rumah Bu Ida. Mengukur panjang kaki dan diameter paha. Kaki palsu hanya bisa digunakan untuk yang masih memiliki paha setidaknya hingga di atas dengkul. ”Itu yang disebut Andri,” ujarnya.

Di tengah pengumpulan 20 difabel, Kick Andy Foundation menyampaikan kabar bahagia. Mereka mau membiayai satu kaki palsu terlebih dahulu. Sisanya bisa menyusul. ”Saat ini daftarnya 15 orang,” katanya.

Dalam beberapa hari kaki palsu untuk Bu Ida selesai. Tapi, masalah baru muncul. Saat kaki palsu hendak dipasang, kaki Bu Ida berubah ukuran karena terjadi pembengkakan. Andri memiliki ide, yakni kaki Bu Ida dibebat dengan setagen. Dililit dengan tujuan memperkecil.

”Di setagen (kain kecil panjang biasanya untuk orang yang berjarit, red) bagian pahanya beberapa hari,” ujarnya.

Setelah dirasa cukup, kaki palsu coba dipasang lagi. Kini kaki Bu Ida justru kekecilan. Akhirnya Andri mengganjalnya dengan busa supaya pas.

”Semua bahagia. Kaki itu bisa digunakan Bu Ida berjalan,” ucapnya.

Beberapa hari setelah itu, psikologis keluarga tersebut membaik. Rosmin dan Ida mulai mau bersosialisasi. Mereka juga mau berkomunikasi dan bercanda di grup-grup WhatsApp.

Beberapa waktu kemudian Amin (panggilan Ahmad Muhaimin) mendapat informasi adanya seorang bapak yang tinggal sendiri. FKPM bersama Bripka Riko berupaya memastikan. Begitu tiba di rumah pria bernama Edi Cahaya itu, tak ada yang membukakan pintu.

”Terpaksa kami masuk tanpa izin,” ungkapnya.

Di dalam Edi Cahaya terbaring lemas di tempat tidur. Tubuhnya kurus kering. Tapi, dia mengunyah sesuatu. Tampak ada sesuatu yang dipegangnya dan didekatkan ke mulut.

”Saat kami dekati lagi, ternyata bapak ini sedang makan balsam,” kisah Amin.

Riko dan Amin langsung menghentikannya. Masih ada balsam yang tersisa. Tak menunggu lama, mereka menghubungi rumah sakit. Mobil ambulans datang. Mereka membagi tugas. Amin menunggu Edi di rumah sakit. Riko mengurus kartu miskin sebagai persyaratan mendapatkan biaya kesehatan gratis.

Amin menjelaskan, mungkin Edi makan balsam karena hendak bunuh diri. Keluarganya sama sekali tak merespons panggilan Amin. Tidak ada yang mau datang ke rumah sakit.

Dari hasil pemeriksaan, dokter bilang Edi diduga menderita HIV dan kanker paru-paru. Riko dan Amin syok berat. Keduanya khawatir tertular.

”Saya dan Pak Amin membopong tanpa alas apa pun. Khawatirnya kalau ada luka yang bersentuhan,” ujar Riko.

Saking kepikirannya, Riko sampai menyesal kenapa tadi menolong. Namun, perasaan itu tak perlu berlarut lama. Dokter mengeluarkan hasil baru pemeriksaan HIV. Ternyata Edi negatif. ”Dokter ini bicara tanpa menunggu hasil tes. Ternyata hanya kan­ker paru-paru,” terang Riko.

Walau telah diupayakan diberi perawatan, Edi meninggal jua. Sekali lagi Amin berusaha menghubungi pihak keluarga. Setidaknya agar mau menerima dan menguburkan dengan layak. ”Tapi, keluarganya malah bilang buang saja ke sungai,” sesal Amin yang akhirnya bersama FKPM menguburkan Edi.

Riko menyatakan, dirinya dan FKPM selama ini berupaya membantu masyarakat dengan segala usaha kreatif. Tak perlu mengeluarkan banyak uang. Menurut dia, membantu tidak melulu dengan uang. ”Bisa dengan membuat program yang mengena. Kalau hanya pakai uang, dari mana?” tuturnya.

FKPM saat ini menjalankan program bedah rumah dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Riko mengakui bisa melakukan berbagai langkah progresif itu karena mendapatkan dukungan penuh dari Kapolda Riau Irjen Agung Setya Imam Effendi. Dalam berbagai kesempatan, Kapolda memintanya terus membantu masyarakat. (*/c9/ayi)

Update