Kamis, 25 April 2024

Visi dan Misi Empat Calon Wali Kota Batam Terkait Pendidikan

Berita Terkait

batampos.co.id – Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kepri menggelar dialog interaktif bersama empat bakal calon wali kota Batam di Aula Dispora Kota Batam, Sabtu (28/12/2019).

Ketua panitia, Muhand Dwi Ahmadsyah, menuturkan, dialog dengan mengundang para tokoh politik tersebut untuk melihat seberapa jauh perhatian mereka dengan isu pendidikan.

”Kita ingin melihat visi dan misi para bakal calon terkait pendidikan Batam ke depannya,” ujarnya.

Bakal calon wali kota yang diundang dalam kegiatan dialog itu, yakni Candra Ibrahim, Haris Lambey, Surya Makmur Nasution, dan Lukita Dinarsyah Tuwo.

Sekretaris Jenderal IPM Muhammad, Furqon Ramli, menjadi pemantik pembuka dialog. Sedangkan Susanna bertugas sebagai moderator yang sekaligus sebagai Ketua Koordinator Wilayah Alumni IPM Kepri.

Dalam pemaparannya, Susana mengatakan, IPM sudah berupaya untuk memperjuangkan guna menghapus ujian nasional sejak 2008.

Belakangan ini menteri pendidikan berencana akan menghapus UN tersebut. Bagaimana pandangan bakal calon terhadap rencana menteri pendidikan.

Haris Lambey menjadi penjawab pertama. ia mengaku sependapat dan mendukung apa yang disampaikan oleh pemerintah melalui menteri pendidikan Nadiem Makarim, yakni akan menghapus UN.

”Saya juga pernah duduk di bangku sekolah. Setiap kali UN ada beban kerja dan itu dirasakan oleh anak-anak setiap kali akan menghadapi UN,” katanya.

”Termasuk juga beban tersebut dirasakan oleh para orang tua ketika anak-anak akan menghadapi UN. Oleh sebab itu harus ada terobosan baru dari pemerintah,” tambah Haris.

Sejumlah bakal calon (Balon) wali kota Batam saat mengikuti dialog interaktif yang digelar Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kepri di Aula Dispora Kota Batam, Sabtu (28/12/2019). Foto: Rengga Yuliandra/batampos.co.id

Surya Makmur Nasution menjadi penjawab kedua mengaku tidak paham dengan apa yang dilakukan menteri pendidikan saat ini, dengan cara menghapus UN.

Diakui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tidak bisa disamaratakan di setiap daerah.

”Kritik saya ketika ini (UN,red) dihapus apa solusi pemerintah untuk mengukur tingkat pendidikan. Baik dari sisi kualitas dan kuantitas itu sendiri,” sebut Surya.

Jangan sampai dengan kebijakan tersebut, negara kehilangan standar untuk mengukur Indeks Pembangunan Manusianya.

”Bukan saya tak setuju dihapus, tapi saya hanya memberi kritik. Sebab kita ingin ada standar yang mengukur IPM tersebut,” tambahnya.

Ia berharap ada peraturan daerah khusus yang mengatur bagaimana sistem pendidikan di Batam. Sebab mengingat begitu kompleksnya persoalan pendidikan saat ini.

”Di Batam ini ada siswa yang per kelas capai 50 orang belum lagi masalah zonasi dan sebagainya,” katanya.

Makanya, ia menilai selain UN perlu ada perda khusus pendidikan yang mengatur persoalan tersebut.

“Sehingga ke depan masalah ini bisa teratasi,” ucapnya.

Bakal Calon lainnya, Lukita Dinarsyah Tuwo, memaparkan, tidak ada negara yang maju tanpa ada sumber daya manusia yang kuat.

SDM kuat kuncinya ada dua, pendidikan dan kesehatan.

”Hari ini kita berbicara pendidikan. Indonesia yang luas dan heterogen sangat sulit bila dibuat seragam,” sebutnya.

Ketika berbicara ujian nasional, ada standar yang diberikan pemerintah pusat. Namun di sisi lain setiap daerah berbeda dan tidak lah sama baik dari sisi infrastruktur dan kualitas gurunya.

”Menurut saya memang ada yang salah di sana. Namun juga perlu ada standar nasional dan standar di daerah menyesuaikan,” sambung Lukita.

Lukita menambahkan, tugas pemerintah pusat membina. Kalau infrastuktur di daerah belum siap, tugas pemerintah pusat untuk menyesuaikan sehingga di setiap daerah bisa disama ratakan.

”UN memang saat ini harus dihapus dan diperbaiki sistemnya,” bebernya.

Selain itu, ia melihat anggaran pendidikan saat ini yang sebesar 20 persen dari APBD masih dirasa belum cukup.

Oleh sebab itulah ia mengaku jika dipercaya untuk memimpin Kota Batam akan lebih fokus kepada pendidikan.

”Anggaran pendidikan harus dinaikan,” tambahnya.

Selain itu, mantan kepala BP Batam itu melihat partisipasi pemuda di Batam untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi sangat rendah.

Bahkan jauh di bawah nasional. Jika nasional tingkat partisipasi pemuda masuk ke perguruan tinggi 28 persen, maka di Batam hanya 6 persen.

”Saya pernah ketemu dengan seorang pemuda yang tidak mampu melanjutkan sekolah karena terbentur biaya,” jelasnya.

“Untuk itulah anggaran pendidikan harus dinaikkan sehingga bisa membantu anak-anak kita yang akan masuk ke perguruan tinggi,” sebut Lukita lagi.

Candra Ibrahim menjadi penjawab terakhir. Bagaimana pandangannya terhadap penghapusan UN? Ia menjawab kembali lagi kepada siswa.

”Saya terserah adek-adek, apakah mau diteruskan atau dihapus. Inikan kebijakan nasional kenapa kita ribut. Kita gak berhak menolak. Tapi untuk memberikan masukan ’Yes,” kata Candra.

Terkait rencana ini, lanjutnya, tentu menteri pendidikan berpikir tentang link and match antara kebutuhan pasar dengan silabus di sekolah.

Persoalannya apakah pemerintah ingin produk pendidikan ini disiapkan langsung untuk dunia kerja atau bukan.

”Kalau iya, betul harus ada link and match antara dunia pendidikan dengan kebutuhan kerja. Tapi kalau tidak, ya tentu harus berkelanjutan,” terang Ketua PWI Kepri itu.

Candra melanjutkan, salah satu mengukur keberhasilan SDM itu dengan indek pembangunan manusia.

Oleh sebab itulah perlu yang namanya ujian nasional sebagai alat untuk mengukur.

”Kalau menurut Pak Jusuf Kalla, tidak semua harus diubah jika sesuatu yang sudah baik. Tapi kalau dia tidak baik, ayok kita evaluasi,” tambah Candra.

Mengenai UN, tambahnya, masih bisa diperbincangkan, tergantung tujuannya apa. Memang tidak semua daerah memiliki IPM yang sama.

”Misalnya di sekolah pelosok atau hinterland, jangankan sinyal internet, komputer saja tidak punya,” katanya.

Karena itu kata Candara harus ada standar minimal.

“Artinya, kalau adek-adek siap dari awal mengikuti proses belajar dengan baik saya pikir akan ketemu kunci-kuncinya. Kunci soal itu ketemu ketika kita belajar,” tuturnya.

Selain itu, ia melihat muatan lokal juga menjadi hal penting lainnya. Begitu juga dengan budi pekerti dan etika seorang anak.

”Muatan lokal itu penting. Banyak siswa Batam yang tidak tahu dengan sejarah kota Batam. Kenapa kemarin merayakan ulang tahun ke-190, ada yang tahu,” tanya Candra.

“Budi pekerti anak-anak dulu sangat jauh berbeda dengan anak sekarang. Begitu juga dengan etika yang harus direvitalisasi,” pungkasnya.

Selain mengenai UN, dialog interaktif itu juga berisi tanya jawab seputar pendidikan lainnya.

Termasuk paparan gagasan dan pemikiran mengenai pendidikan Kota Batam nantinya, jika mereka diberikan amanah oleh masyarakat kota Batam sebagai wali kota.(rng)

Update