Sabtu, 20 April 2024

Iran dan Iraq Berduka untuk Soleimani

Berita Terkait

F. ATTA KENARE/AFP
Warga Iran mengangkat potret kepala Pengawal Revolusi Islam yang baru diangkat, Esmail Qaani, dalam unjuk rasa anti-AS di ibukota Teheran, Sabtu (4/1).

batampos.co.id – Pemerintah Iraq ikut memprotes aksi sepihak dari AS yang membunuh Jen­deral Qasem Soleimani. Sabtu (4/1) kemarin, Perdana Menteri Iraq Adel Abdel Mahdi ikut dalam proses pemakaman mendiang pemim­pin Quds Force tersebut. Dia mengutuk AS yang telah membawa konflik baru di tanah Iraq.

Peti mati Soleimani dan korban lainnya diarak di Baghdad utara dengan iringan ribuan orang. Kebanyakan mereka meneriakkan umpatan untuk Amerika. Mereka pun sempat melewati lokasi dekat Green Zone, wilayah Kedubes AS berada.

Jenazah Soleimani bakal dibawa ke kota suci untuk kaum Syiah, Najaf di Iraq. Sedangkan, beberapa jenazah lainnya bakal diterbangkan ke Iran.

”Apa yang dilakukan AS bakal membawa perang ke Iraq,” ujar Abdel Mahdi kepada Agence France-Presse.

Hashed Al Shaabi alias Popular Mobilization Forces (PMF) mengatakan, AS terus bertindak seenaknya di tanah asing. Kelompok militan pro Iran itu mengatakan bahwa konvoi mereka di utara Baghdad menjadi korban serangan udara. Tentu saja yang dituding adalah koalisi AS.

Namun, hal tersebut langsung dibantah oleh Myles Caggins, jubir kolisi militer AS di Timur Tengah. ”Tidak ada serangan dari Amerika ataupun koalisi,” ungkapnya.

Presiden AS Donald Trump terus menyangkal tuduhan dari banyak pihak. Dia menegaskan, bahwa pembunuhan Soleimani merupakan tindakan pencegahan atas ancaman yang diterima oleh Kedubes AS dan aset lain di level regional.

”Kami bukan melakukan hal ini untuk memulai peperangan. Namun, untuk menghentikannya,” ungkapnya.

Wakil Komandan Iran Revo-lutionary Guard Corps Ali Fadavi pun mengatakan bahwa Gedung Putih mencoba merayu Iran pasca pembunuhan tersebut. Menurutnya, Washington mengirimkan pesan yang meminta agar Iran tak keterlaluan dalam upaya balas dendam.

”AS tak bisa mengatur bagaimana kami akan membalas dendam. Mereka hanya tinggal tunggu waktu,” tegas Fadavi. Di saat yang sama, Pemerintah AS bersiap menghadapi semua kemungkinan. Pentagon mengirimkan 3.500 personel tambahan. Mereka bakal bergabung dengan 14 ribu personel yang sudah beroperasi di Timur Tengah. (bil)

Update