Sabtu, 20 April 2024

Direktur Utama Akui RSUD Embung Fatimah Sering Kekosongan Stok Obat

Berita Terkait

batampos.co.id – Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Embung Fatimah Batam di Batuaji mengklaim telah menyelesaikan persoalan kekosongan stok obat bius atau anestesi yang berimbas pada tertundanya rencana operasi enam pasien pada Rabu (16/1/2020) lalu.

Bahkan, enam pasien tersebut sudah ditangani sesuai kebutuhan medisnya pada hari itu juga.

”Sudah dilayani semua. Tak ada masalah lagi,” ujar Direktur RSUD Embung Fatimah, Ani Dewiyana, Kamis (16/1/2020).

Meski begitu, klaim pihak RSUD ini belum sepenuhnya membuat pasien atau masya-rakat tenang.

Sebab, kekosongan stok obat sering terjadi di rumah sakit bertipe B itu. Sejumlah pasien baik rawat inap atau jalan yang dijumpai Batam Pos, Kamis (16/1/2020), masih mengeluhkan kekosongan obat tertentu di rumah sakit pelat merah itu.

”Ada sih ada, cuma tak lengkap. Misalkan saya ini, resep dari dokter ada lima macam jenis obat, tapi ada dua yang tak ada dan harus cari di luar,” ujar Izhak, pasien Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Embung Fatimah, kemarin.

Begitu juga dengan Jumadi, keluarga pasien rawat inap. Ia mengaku kerap mencari obat ke apotek luar sebab jenis-jenis obat generik tertentu tidak ada di apotek rumah sakit.

”Banyak yang beli di luar. Ya mau bagaimana lagi, istri saya harus dapat asupan obat. Mau tak mau harus cari di luar,” katanya.

Ilustrasi obat. Foto: Pixabay

Petugas medis setempat tak menampik keluhan pasien tersebut. Pasokan obat yang tersedia tidak begitu lengkap dalam waktu bersamaan.

Mungkin karena banyaknya pasien sehingga sebagian stok obat-obatan cepat habis.

”Iya, kalau masalah itu masih terus terjadi. Tapi tak semuanya kosong total,” ujar seorang petugas medis, yang tak mau namanya dituliskan.

“Yang habis bisa saja obat dengan penyakit yang paling sering dikeluhkan pasien,” kata dia lagi.

Dirut RSUD Embung Fatimah, Ani Dewiyana, juga tak menampik hal tersebut. Persoalan ini terjadi karena banyak faktor, termasuk suplai dari vendor obat-obatan.

”Mungkin juga karena awal tahun. Orderan (obat ke vendor) belum diantar. Ini yang terus kami benahi. Kami tetap upayakan yang terbaik di rumah sakit ini,” sebut Ani.

Terkait keterlambatan pengiriman obat di RSUD Embung Fatimah untuk pasien yang hendak menjalani operasi dua hari lalu, mendapat tanggapan dari Ketua Komisi IV DPRD Batam, Ides Madri.

Ia menyayangkan keterlambatan pengiriman obat anestesi untuk pasien yang hendak dioperasi, yang harusnya hal tersebut bisa dihindari.

”Untuk sistem order obat kan di RSUD Embung Fatimah sudah menggunakan sistem e-Katalog,” jelasnya.

Seharusnya kata dia, hal itu bisa disinkronkan dengan jumlah pasien yang hendak dioperasi terjadwal.

Misalnya, ia menyambung, seminggu ke depan akan ada berapa pasien yang dioperasi. Obat apa yang dibutuhkan dan belum ada, mestinya sudah diantisipasi dengan pesan yang dipercepat.

”Bukan seperti yang sudah terjadi ini, pasien butuh operasi hari ini juga jadwalnya, terpaksa ditunda karena tak adanya obat bius atau anestesi. Ini namanya sistemnya tak sinkron,” ujarnya.

Jika pesan obat lokasinya masih di Batam, lanjut Ides Madri, mestinya dari pihak RSUD yang berinisiatif menjemput obat itu, bukan menunggu obat dikirim hingga sampai.

”Kalau hanya pasrah menunggu orderan obat kapan sampainya, kasihan pasien yang sudah masuk daftar tunggu untuk ditangani. Keburu pasien ini sakitnya makin parah,” terangnya.

Intinya, lanjut Ides, dari pihak RSUD Embung Fatimah lah yang harus memiliki inisiatif menangani keterlambatan pengiriman obat.

Karena hal itu bukan terjadi sekali dua kali di RSUD, tapi sudah berkali-kali yang harusnya bisa diantisipasi.

”Kalau dibilang tak ada anggaran untuk obat, itu salah. Karena tahun 2020 ini dari DPRD Batam menambah anggaran untuk obat di RSUD melalui Dinkes Batam yang jumlahnya mencapai Rp 5 hingga Rp 7 miliar,” ujarnya.

Apalagi, untuk anggaran kesehatan tahun ini jumlahnya melebihi 10 persen dari tahun sebelumnya.

”Mudah-mudahan layanan kesehatan di RSUD Embung Fatimah untuk masyarakat Batam tak lagi terkendala,” jelasnya.

“Karena stok obat itu bisa disinkronkan dengan jumlah daftar pasien tunggu penanganan medis,” terang Ides mengakhiri.(eja/gas)

Update