Rabu, 24 April 2024

Cara Bayar Barang Kiriman Membingungkan

Berita Terkait

batampos.co.id – Di hari pertama pemberlakuan Peraturam Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 Tahun 2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai dan Pajak atas Impor Barang Kiriman di Batam, Kamis (30/1/2020), diwarnai komplain dan kebingungan warga.

Pasalnya, masih ada beberapa pihak seperti pengirim barang ataupun perusahaan jasa titipan (PJT) yang menanyakan tentang aturan baru tersebut, terutama terkait pengenaan bea masuk barang kiriman.

Kabid Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi (BKLI) Bea Cukai Batam, Sumarna kepada Batam Pos mengatakan, ada beberapa PJT maupun pengirm barang yang bertanya pada petugas Bea Cukai yang bertugas di kargo bandara terakit teknis penerapan aturan baru itu.

”Misalnya, kapan bea masuk itu dibayarkan, ke siapa membayarnya. Itu karena ada beberapa agen atau PJT yang belum mengerti, meski kami sudah sosialisasikan selama sepekan berturut-turut ke hampir semua PJT di Batam, maupun pihak reseller,” ujar Sumarna di kantornya, kemarin sore.

Dalam praktiknya, lanjut Sumarna, pembayaran bea masuk maupun PPN itu dilakukan oleh pengirim yang langsung menyampaikan ke agen. Mestinya, ketika agen menerima barang kiriman itu, secara teori seharusnya mereka sudah tahu barang itu apa dan sudah langsung bisa mengerti dan mengenakan berapa bea masuk dan berapa Pajak Pertamabahan Nilai (PPN) atas barang kiriman itu.

”Karena sekarang tarif bea masuk itu gampang (menghitungnya), karena sifatnya sudah flat. Untuk bea masuk, sebesar 7 persen dari nilai barang, dan 10 persen untuk PPN. Pihak PJT sudah bisa langsung mengenakan pungutan bea masuk maupun pajak pada saat barang kiriman diantarkan oleh pengi-rim. Kemudian, menyampaikan bukti penerimaan bea masuk dan PPN,” terang Sumarna.

Terpenting, menurut Sumarna, pengirim barang itu betul-betul mendapatkan tanda bukti bahwa dia telah menyetorkan uang pungutan negara itu dengan bukti yang jelas. Setelah itu, bisa dilacak atau tracking di sistem barang kiriman itu untuk memastikan benar bahwa bea masuk sudah disetor ke kas negara. Hal itu sudah dimulai dari semenjak di agen PJT.

Ditanya soal potensi kehilangan pajak seandainya PMK 199 itu tak diterapkan, karena data dari BP Batam sebanyak 77 persen lebih barang kiriman dari luar negeri ke Indonesia itu berasal dari Batam, Sumarna menegaskan bahwa pemberlakuan PMK 199/2019 sendiri prioritasnya bukan penerimaan negara atau tidak menggunakan sisi penerimaan negara, tapi lebih kepada melindungi industri dalam negeri. Mengingat, begitu derasnya barang impor yang sifatnya konsumtif yang mengalir dari luar negeri ke Batam.

”Bagaimana lantas dengan industri dalam negeri yang memproduksi barang-barang yang kurang lebih sama seperti barang yang selama ini diimpor. Industri dalam negeri, utamanya UMKM, tak bisa bersaing dengan barang yang diimpor. Ini yang tak diinginkan pemerintah. Sehingga lahirnya PMK 199/2019 ini tak terlalu mempertimbangkan aspek penerimaan negara,” terangnya.

Dengan PMK 199/2019, menurut Sumarna, semua barang dikenakan PPN minimal 10 persen dari nilai barang kiriman untuk yang nilainya di bawah 3 dolar Amerika, namun tak dikenakan bea masuk sebesar 7 persen.

Karyawan PT Pos Indonesia cabang Batam, Batam Center, sedang menyusun barang-barang paket sebelum dikirim, beberapa waktu lalu. F.oto: Cecep Mulyana/batampos.co.id

Kalau yang dikenakan bea masuk, yang nilainya 3 dolar Amerika ke atas dikenakan bea masuk. Tapi, penerbitan tagihan atau billing pembayaran penerimaan negara dikenakan untuk semua jenis barang kiriman yang terkategori sebagai barang e-commerce atau barang perdagangan.

”Makanya, kemudian mekanisme pengawasannya juga sekarang ini memberikan prioritas yang tinggi terkait dengan barang kiriman ini. Karena kami mengatensi kepada tiga barang yang mendapat perlakuan khusus. Di antaranya produk garmen, seperti pakaian, sepatu dan tas. Sangat mungkin ada pemilik barang atau pengirim yang tak memberitahukan apa adanya barang yang dikirimkan, ini yang kami harus atensikan,” tegasnya.

Bea Cukai Batam berharap kejujuran dari pengirim barang untuk mengungkapkan barang yang dikirimkan tersebut. Karena, dengan kejujurannya itulah, sehingga pemeriksaan BC Batam bisa cepat. ”Tapi, kalau barang kiriman itu tak disampaikan dan terbaca dengan mesin pemindai, maka ini menjadi hambatan dan mengganggu kecepatan pelayanan kami dan semua pihak seperti PJT dan pengiriman barang sendiri,” katanya.

Dikhawatirkan Berimbas pada Pengurangan Tenaga Kerja
Sejak mulai diberlakukannya PMK 199 pada Kamis (30/1), belum ada tanda-tanda penurunan pengiriman barang lewat PJT. Namun, Sekretaris Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman (Asperindo) Batam, Arif Budianto, menilai dampak dari PMK ini tak lama lagi akan berimbas pada penurunan volume barang kiriman dari luar negeri.

”Tiap kebijakan yang berlaku pasti ada pengaruhnya. Kita masih butuh adaptasi dan sosialisasi dengan PMK ini. Kalau hari ini belum ada kelihatan, tapi dampaknya nanti berimbas pada arus volume pengiriman barang,” katanya, Kamis (30/1/2020).

Dengan diterapkannya aturan ini, dikhawatirkan volume barang akan turun dan berpengaruh terhadap volume tenaga kerja. Selain PJT, dampak terbesar akan dirasakan pedagang online atau reseller yang mengimpor dari luar negeri.

”Karena volume barang berkurang, tidak seimbang dengan volume karyawan. Akhirnya, banyak nganggur dan tentunya terjadi pengurangan karyawan,” ujarnya.

Arif mengaku agak terkejut dengan terbitnya PMK ini. Di sejumlah negara Asia Tenggara lainnya, pengenaan pajak terhadap barang kiriman tidak setinggi di Indonesia.

”Di Malaysia 20 dolar Amerika. Sedangkan di Myanmar dan Vietnam kalau seingat saya 47 dolar Amerika. Tapi di Indonesia dari 75 dolar Amerika langsung lompat ke 3 dolar Amerika. Itu luar biasa,” ucapnya.

Arif melanjutkan, biaya pengiriman tetap seperti biasa. Kemungkinan kenaikan akan terjadi pada harga barang kiriman senilai 3 dolar Amerika ke atas, dimana, harus membayar pajak sebesar 17 persen.

”Ongkos kirim pasti stabil saja. Tapi harga barang pasti naik,” ungkapnya.

Sedangkan Deputi III BP Batam, Sudirman Saad mengatakan, BP Batam masih akan mengevaluasi mengenai kuota dari barang-barang impor konsumtif semisal tas, sepatu, garmen, tekstil dan lain-lain.

”Saya belum bisa pastikan apakah barang itu masuk dalam kuota induk atau tidak. Makanya masih ditelusuri jenis-jenis barang yang ada di reseller tersebut,” ungkapnya kepada Batam Pos.

Barang Bawaan Penumpang Diperiksa Ketat
Hari pertama pemberlakuan PMK 199 di Bandara Hang Nadim, berlangsung lancar dan normal. Pemeriksaan ketat dilakukan sejak penumpang akan memasuki Security Check Point yang pertama.

Satu per satu penumpang masuk ke terminal keberangkatan Bandara Hang Nadim kemudian dicek oleh petugas. Begitu juga dengan barang bawaanya. Beberapa kali petugas meminta penumpang membuka koper-koper mereka yang sudah melewati X-Ray. Namun, setelah diperiksa secara manual, penumpang dipersilahkan pergi.

Kamis (30/1/2020) siang, tidak terlihat ada penumpang yang berurusan dengan Bea Cuka, terkait kepabeanan. Karena semua penumpang yang lalu lalang di pintu keberangkatan Hang Nadim, tidak ada satupun barangnya yang ditahan.

Direktur Badan Usaha Bandar Udara Hang Nadim, Suwarso mengakui hal yang sama. Ia mengatakan, setiap pagi melakukan pengecekan di terminal kedatangan. Sejauh yang dilihatnya, lalu lintas penumpang berjalan dengan aman.

”Normal-normal saja,” ungkapnya.

Ia mengatakan, tidak ada satupun barang penumpang yang ditahan pihak Bea Cukai. Seluruh penumpang dan barang bawaanya dapat masuk ke dalam terminal keberangkatan.

”Seluruhnya bisa masuk, dan langsung menuju ke konter check in,” ungkapnya. (gas/leo/ska)

Update