Sabtu, 30 November 2024

Bupati Natuna Dipaksa Temui Presiden

Berita Terkait

batampos.co.id – Rasa takut warga Natuna terhadap virus corona menuntun warga untuk eksodus. Mereka meninggalkan rumahnya yang berdekatan dengan lokasi observasi. Bahkan, banyak pula yang meninggalkan Pulau Natuna. Ketakutan terhadap mewabahnya virus corona akibat tidak adanya sosialisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Dari Pulau Natuna, ada dua jalur yang bisa digunakan untuk keluar. Jalur udara yang hanya ada dua kali penerbangan dalam sehari dan kapal yang jadwalnya seminggu sekali.

Kapasitas untuk pesawat hanya 170 orang dan 130 orang. Untuk penerbangan keluar Natuna kemarin, kedua pesawat sudah terisi penuh.

Untuk jalur laut, Kapal Bukit Raya satu-satunya kapal yang melayani keluar Natuna. Dari data Dinas Perhubungan Natuna, diketahui sebelum adanya WNI dari Wuhan rata-rata jumlah penumpang Kapal Bukit Raya hanya 400 orang per perjalanan.

Namun, penumpang Kapal Bukit Raya Minggu (2/2) malam meningkat menjadi 675 orang. Hari yang sama dimana WNI dari Wuhan tiba di Natuna.

”Saya tidak mengetahui kenapa meningkat, mungkin karena kebetulan sekolah libur,” tutur Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Natuna, Iskandar DJ.

Eksodus yang dilakukan warga begitu terasa di Kota Tua Penagi. Dari desa itu hanya dengan pandangan mata, atap hanggar yang menjadi lokasi karantina pun terlihat. Jaraknya bila dicek di Google Map hanya 1,4 km. Namun, bila warga Kota Tua Penagi memprediksi jarak lokasi karantina dengan desa mereka tidak lebih dari 1 km.

Ketua RT 1 Kota Tua Penagi, Yohanes Suprianto, menuturkan jumlah warga di Kota Tua Penagi mencapai 373 jiwa. Dari jumlah itu, yang tercatat memutuskan eksodus mencapai 81 orang.

”Ini yang melapor ke saya ya. Artinya, saat ini hanya tinggal 292 orang,” tuturnya ditemui di rumahnya, kemarin.

Dari jumlah itu, kemungkinan akan makin banyak warga yang pindah untuk sementara. Menurutnya, ada tetangganya yang juga berencana untuk pindah sementara.

”Tapi, menunggu kapal. Kapal yang Minggu malam rutenya tidak ke pulau tujuannya,” jelasnya.

Koordinator Warga Penolak Karantina di Natuna, Kiki Firdaus, menuturkan bahwa ada banyak warga Natuna yang memang memutuskan eksodus. Salah satunya, tetangga dia yang bernama Fadli.

”Sebenarnya, Fadli ini ada tugas kedinasan,” ujarnya.

Tapi, karena ada karantina WNI dari Wuhan, maka Fadli memutuskan untuk sekalian membawa istri dan anaknya.

”Mereka ke Pulau Serasan, salah satu pulau terdekat di Natuna,” jelasnya, kemarin.

Sebenarnya, ketakutan warga Natuna terhadap proses karantina ini diakibatkan minimnya sosialisasi dari pemerintah pusat. Menurutnya, dirinya baru mengetahui Natuna akan digunakan sebagai tempat karantina pada Jumat (31/1) malam.

”Itu juga dari surat edaran yang dikirim melalui WhatsApp,” ujarnya.

Sama sekali tidak ada penjelasan apapun dari pemerintah. Bagaimana keamanan dari lokasi karantina itu dan jaminan virus corona tidak menyebar juga tak ada.

”Kami hanya tahu dari surat edaran dan berita,” keluhnya.

Yang lebih menohok, ada pembohongan publik bahwa lokasi karantina disebut jaraknya enam kilometer dari permukiman. Kiki menuturkan rumahnya hanya berbatasan hutan bakau dengan lokasi karantina.

”Saya sudah cek melalui Google Map, jaraknya hanya 1,5 km dari rumah saya di Pering,” terangnya.

Nasib serupa dialami Yohanes Suprianto. Dia mengatakan, sebagai warga yang bermukim paling dekat dengan lokasi karantina pun tidak mendapatkan informasi apapun dari pemerintah pusat. Baik dari Kementerian Kesehatan atau kementerian lainnya.

”Hanya ada dari Dinas Kesehatan Kabupaten Natuna, yang memberikan selembar kertas cara mencegah corona menjangkit,” jelasnya.

Kondisi itu yang membuat warga tergerus kepercayaannya terhadap lokasi karantina. Menurutnya, kalau saja pemerintah melakukan sosialisasi beberapa hari sebelumnya.

”Empat lima hari sebelumnya, kondisinya pasti berbeda,” tuturnya.

Dia mengatakan, warga di sekitar lokasi karantina memiliki hak untuk mengetahui bagaimana dampak dari karantina terhadap warga. Bagaimana teknis pemerintah mencegah virus corona menjangkiti warga.

”Informasi semacam ini sama sekali tidak didapatkan. Kalau kami dapat informasi ini tentunya ketakutan warga berkurang,” ujarnya.
Seakan-akan Kota Tua ini menjadi ”kota mati” karena karantina tersebut. Ketakutan itu begitu terasa bagi warga Desa Kota Tua. Seperti yang dialami keluarga Edi Suroso atau Tedja dan istrinya Biah. Pada hari yang sama dengan kedatangan WNI dari Wuhan, Biah berkemas-kemas untuk pindah.

”Dia lapor ke saya sembari menangis histeris,” ujarnya.

Semua warga juga merasakan ketegangan saat itu. Biah saat itu mengaku akan pindah dulu untuk menghindari kemungkinan terjangkit virus corona.

”Itu wajar, karena anaknya yang kecil usia satu tahun, memang sedang sakit-sakitan,” paparnya.

Dia mengatakan, kondisi ekonomi masyarakat juga terpengaruh. Banyak nelayan tidak melaut, warung tutup karena pekerja pelabuhan tidak bekerja.

”Warung di desa ini jelas omzetnya menu-run drastis,” tuturnya.

Sementara pemilik Warung Makan di Desa Kota Tua, Nuriah, 56, menjelaskan bahwa memang sebelum adanya karantina itu biasanya dalam sehari bisa mendapatkan omzet Rp 300 ribu.

”Pekerja pelabuhan itu biasanya datang makan di sini,” tuturnya.

Tapi, untuk Senin (3/2) kemarin Nuriah harus menelan pil pahit. Dalam sehari hanya Rp 10 ribu yang didapatkannya.

”Cuma satu botol air mineral yang laku,” keluhnya dengan mata yang memerah.

Dia mengaku sebenarnya juga ingin pindah untuk meng-hindari berdekatan dengan lokasi karantina.

”Tapi mau kemana, tidak ada tempat,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Anung Sugihantono, menyatakan bahwa penempatan observasi di Natuna didasari oleh banyak pertimbangan. Sebenarnya banyak opsi yang disiapkan. Namun, melihat jumlah yang harus diobservasi, waktu, dan kedaruratan, maka Pangkalan Terpadu TNI di Natuna menjadi pilihan.

Terkait dengan penolakan warga, Anung menjelaskan bahwa Kemenkes telah memiliki skenario penanggulangan. Jarak antara tempat observasi dengan perkampungan dinilai cukup jauh. ”Virus ini tidak kuat (tidak bertahan, red) dalam udara,” katanya.

Bupati Terbang ke Jakarta

Tak adanya penjelasan dari pihak pemerintah yang berhasil menenangkan warga, membuat aksi protes masya-rakat Natuna terhadap penetapan Natuna sebagai lokasi karantina WNI dari Wuhan terus berlanjut, dan sudah memasuki hari keempat. Kemarin, warga menggelar aksi di kantor DPRD Natuna.

Massa yang memenuhi halaman kantor DPRD terus menuntut pemerintah memindahkan lokasi observasi karantina WNI ke lepas pantai. Bahkan Bupati Natuna, Abdul Hamid Rizal, yang datang menemui masyarakat sempat dilempari botol air mineral. Masyarakat kesal lantaran sudah tiga kali aksi protes tidak mendapat respons dari pemerintah daerah. Ditambah Bupati Natuna berada di luar daerah dengan urusan tidak begitu jelas.

Dalam aksi protes tersebut masyarakat menekankan akan melakukan aksi mosi tidak percaya kepada pemerintah daerah jika Bupati Natuna tidak merealisasikan tuntutan masyarakat.

Dalam pertemuan tersebut masyarakat menekankan agar Bupati segera menemui Presiden, menyampaikan langsung aspirasi masyarakat Natuna.

“Pak Bupati jika tida bisa merealisasikan aspirasi masyarakat Natuna, Anda tidak usah kembali lagi ke Natuna,” tegas Wan Sofian, perwakilan masyarakat dalam orasinya.

Setelah menyanggupi permintaan masyarakat, akhirnya Bupati dan Wakil Bupati Ngesti Yuni Suprapti, Ketua DPRD didampingi beberapa elemen masyarakat diutus untuk menemui Presiden Joko Widodo di Jakarta.

Di hari yang sama, rombongan langsung meninggalkan Bandara Lanud Randen Sadjad menggunakan pesawat Sriwijaya untuk menyampaikan aspirasi masyarakat Natuna.

“Sebelum berangkat tadi, rombongan Bupati dan Wakil Bupati sudah berkoordinasi dengan Pak Moeldoko, dan beliau akan dijadwalkan melakukan pertemuan dengan Pak Presiden,” jelas Wan Aris Munandar, anggota DPRD Natuna.

Aris mengatakan, unjuk rasa masyarakat dihentikan sementara hingga menunggu kabar dari Bupati. Masyarakat diharapkan tetap bersabar dan melakukan rutinitas sehari-hari.

“Masyarakat kami harap untuk sementara kembali kepada keluarga masing-masing. Sampai menunggu hasil pertemuan Bupati di istana presiden,” ujar Aris. (*/lyn/idr)

Update