Kamis, 25 April 2024

Melihat Rehabilitasi Narkoba di Singapura

Berita Terkait

batampos.co.id – Jumlah pengguna narkoba di Singapura meningkat sepanjang 2019 lalu. Hal ini dilihat dari tingkat hunian pusat rehabilitasi narkoba (DRC) melalui Lembaga Pemasyarakatan Singapura (SPS) mencatat, sampai Jumat (7/2/2020) sebanyak 2.080 narapidana direhabilitasi. Jumlah ini meningkat tajam sekitar 65 persen diban-ding tahun sebelumnya yang hanya 1.257 narapidana.

Lonjakan terjadi setelah Undang-Undang Penyalahgunaan Narkoba Singapuradiubah pada Januari tahun lalu untuk memungkinkan para residivis penyalahguna narkoba yang tidak melakukan pelanggaran konkuren lainnya untuk dikirim ke DRC dengan tujuan untuk mengurangi kekambuhan.

Sebelumnya, DRC dicadang-kan untuk penyalahguna narkoba tingkat pertama dan kedua. Mereka yang ditangkap untuk ketiga kalinya dan seterusnya, akan dijatuhi hukuman penjara jangka panjang. Namun dengan adanya UU, peraturan berubah.

DRC dalam rehabilitasinya, menjalankan program pemasyarakatan berbasis psikologi, pelatihan keterampilan serta dukungan keluarga, dan layanan keagamaan. Narapidana kemudian akan melaya-ni di akhir penahanan mere-ka di komunitas, baik setelah bebas dari DRC, di rumah singgah, atau di rumah dengan penandaan elektronik.

“Mereka yang ditahan di bawah DRC menjalani masa penahanan yang berbeda berdasarkan risiko dan kebutuhan. Terus kami pantau,” ujar Juru Bicara SPS Singapura seperti dilansir dari Channel News Asia, Jumat (7/2) lalu.

Statistik tingkat residivisme narkoba di Singapura menunjukkan, 2017 sebanyak 28,1 persen, 23,8 persen pada 2016 dan 29,5 persen pada 2015. SPS mengatakan, angka tetap stabil hingga melonjak di 2019

“Alasan yang mungkin adalah bahwa sifat kecanduan narkoba membuatnya lebih mudah kambuh,” ungkap SPS.

“Pengawasan aftercare selama fase program berbasis komunitas (CBP) memberikan pelaku tindakan-tindakan yang mendukung para pelaku kekerasan yang memfasilitasi reintegrasi mereka ke dalam masyarakat,” kata SPS.

Tingkat penyelesaian CBP untuk tahanan DRC berdiri di 87,6 persen pada akhir tahun lalu, sedikit meningkat dari 86,3 persen pada 2018. Beberapa tidak menyelesaikan program karena mereka menyinggung kembali selama fase ini.

Penyalahguna narkoba untuk ketiga kalinya dan narapidana DRC, Rahman (bukan nama sebenarnya,red), yang masih memiliki satu tahun dalam penahanannya, sedang menantikan untuk segera bebas dari pusat rehabilitasi ini.

Pengguna berusia 32 tahun ini mengakui, bahwa ia komitmen untuk sembuh dari kecanduan, ketika diberikan cuti dari DRC Oktober tahun lalu.

Kala itu, ia mendapat kesempatan mengunjungi ayah-nya di rumah sakit.

“Melihatnya berbaring sakit sangat sulit bagiku,” katanya. “Orangtuaku tidak akan ada selamanya, jadi mereka layak mendapat kesempatan untuk melihatku berubah,” tambahnya.

Rahman mengatakan, dia benar-benar ikut serta dalam program intervensi selama tugas ketiganya di DRC, terutama karena mereka telah mengajarinya untuk lebih terbuka tentang perjuangan dan emosinya. Dia sebelumnya sangat tertutup. Berulang kali kecanduan dengan alasan menghibur diri.

“Para petugas lebih terlibat,” katanya tentang pengalamannya saat ini.

“Mereka akan berjalan bersama Anda di rehabilitasi dan lebih dari bersedia untuk mendengarkan masalah Anda dan mencoba yang terbaik untuk membantu kami. Jika mereka tidak bisa, mereka akan mene-mukan solusi baru,” jelasnya.

Petugas unit perumahan DRC, Mohamed Faizal Abdul Hamid, memastikan para narapidana menghadiri program rehabilitasi untuk me-ngatasi risiko dan kebutuhan mereka.

“Peningkatan populasi ini, berarti petugas sekarang memiliki beban kasus yang lebih besar, dengan rasio satu petugas menjaga 30 narapidana dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 15 ta-hanan untuk satu petugas,” ujarnya. (cha)

Update