Selasa, 23 April 2024

Cerita Kru Batik Air yang Menjemput WNI Dari Wuhan Hingga Natuna

Berita Terkait

CAPTAIN Suyono Suwito cuma punya waktu 24 jam sebelum berangkat ke Wuhan, Tiongkok. Bukan untuk berpikir, melainkan untuk mempersiapkan diri jelang keberangkatan dalam misi kemanusiaan pemulangan WNI dari kota di Tiongkok yang jadi episentrum wabah Covid-19 itu.

”Cuma sempat pamitan dan minta restu ke keluarga,” katanya.

Begitu juga Hartini Efniati Hasibuan, salah seorang pramugari dari maskapai yang sama yang ikut misi tersebut. ”Restu sih nggak terlalu spesifik. Minta doa aja kalau memang kita ditugaskan,” tutur Hartini yang bahkan tidak sempat menanyakan pendapat keluarganya, boleh berangkat atau tidak.

Total, ada 18 kru dari Batik Air yang berangkat ke Wuhan pada 1 Februari 2020. Suyono menuturkan harus menjalani serangkaian tes kesehatan dulu sebelum bertugas sebagai pilot bersama rekannya yang lain, Captain Destyo Usodo.

”Kami dicek kesehatannya dulu, dikasih antibodi, dikasih vitamin, malamnya dikarantina, paginya berangkat,” ucap Suyono.

Meskipun mendadak, Suyono maupun Hartini mengaku tidak takut ketika ditugaskan. Tapi, tentu saja mereka lega sekali setelah bisa pulang dari Natuna kemarin. Beberapa pramugari bahkan tidak bisa menahan air mata haru karena akhirnya bisa kembali berkumpul dengan teman-teman dan keluarga.

Maklum, mereka dikabari mendadak soal karantina. Kru yang seharusnya sudah bisa langsung kembali setelah menjemput WNI dari Wuhan pada 2 Februari lalu terpaksa berbelok dari Batam menuju Natuna.

”Waktu itu belum ada kejelasan bagi kami di Batam atau Natuna. Tapi, akhirnya kami ke Natuna dan agak terkejut,” ungkap Destyo kemarin.

Namun, Destyo menegaskan, sejak sebelum berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta, satu tim sudah berkomitmen, apa pun yang diminta negara akan mereka jalankan. Termasuk jika diminta untuk ikut dikarantina di Natuna.

Dia bersyukur karena selama berada di Natuna mendapat fasilitas yang memadai dan tidak kekurangan kegiatan. Kru berbaur dengan satgas dari TNI Angkatan Udara serta WNI lain.

”Tiga–empat hari awal mungkin masih malu-malu, tapi setelah itu mencair karena kami senasib sepenanggungan, jauh dari mana-mana,” kenang Destyo.

Sampai kepulangan kemarin pun, para kru Batik Air tersebut berjanji terus menjaga komunikasi dengan kru lain dari satgas kementerian terkait dan TNI.

Hartini mengaku, selama dua minggu berada di Natuna, dirinya sama sekali tak bosan. Sebab, dia secara rutin ikut kegiatan yang ditujukan untuk menjaga kesehatan semua kru dan WNI. Olahraga di pagi dan sore hari, menyanyi bersama, acara ramah-tamah, bahkan lomba. ”Sampai kemarin kami masih berolahraga. Dan, ada kompetisi seperti badminton,” ungkapnya.

Pemulangan WNI dari Wuhan akibat Covid-19 itu merupakan misi yang baru bagi mereka. Bahkan, Hartini mengakui, barangkali itu adalah kesempatan sekali seumur hidup untuknya. Juga merupakan suatu kebanggaan karena bisa membantu sesama WNI yang membutuhkan. Dia menganggapnya sebagai ibadah dan kesempatan untuk bisa menolong orang lain yang benar-benar kesulitan karena Covid-19.

Suyono sebelumnya juga ikut misi kemanusiaan ke Vietnam. Namun, pemulangan WNI dari Wuhan kali ini benar-benar berbeda dan membuatnya lebih terharu. ”Saat ke Vietnam dulu, kami menerbangkan pesawat yang membawa bantuan. Jadi, kasusnya beda karena yang kali ini kami bawa manusia,” tuturnya.

Sebanyak 18 kru Batik Air ikut kembali ke Jakarta bersama Satgas Bravo TNI-AU dan sejumlah WNI melalui Bandara Halim Perdanakusuma kemarin. Mereka disambut jajaran direksi Lion Air Group di Lion Simulator, Jakarta Timur. Presiden Direktur Lion Group Edward Sirait, Dirut Lion Group Ahmad Lutfi, dan Managing Director Lion Group Daniel Putut Kuncoro Adi turut serta dalam penyambutan tersebut.

”Tentunya saya berharap kalian mendapatkan sesuatu yang monumental sebagai penghargaan dari perusahaan,” ungkap Edward kepada para kru.

Sementara itu, Dyoko Rahmatullah, peserta observasi dari Surabaya, melalui video yang dikirimkan oleh Kepala Pusat Krisis Kemenkes Budi Sylvana menceritakan bahwa dirinya senang selama berada di tempat observasi. ”Pokoke jempol,” ucap dia.

Dia merasa bahwa semuanya terjamin. Bahkan, hidupnya lebih tertata. Setiap pukul 07.00 pasti senam. Lalu dilanjutkan dengan berbagai kegiatan seperti pelatihan kebencanaan. ”Makan siangnya terjamin,” ucapnya. Lalu, sore hari biasanya lari.

Padatnya kegiatan di tempat observasi membuat dia tak merasa bosan. Bahkan, dia juga sering karaoke. ”Matur nuwun Kemenkes, TNI, dan KBRI yang sudah bantu evakuasi,” ungkapnya.(lyn/deb/c11/ttg)

Update