Rabu, 17 April 2024

Miris, Ternyata 74,3 Persen Siswa Beli Rokok Eceran

Berita Terkait

batampos.co.id – Pusat Kajian Gizi Regional (Southeast Asian Ministers of Education Refional Center for Food and Nutrition/SEAMEO-RECFON) memaparkan hasil kajian tentang penerapan kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah. Ternyata kebijakan itu tidak berjalan efektif. Bahkan sebanyak 74,3 persen siswa membeli rokok eceran.

Manajer Manajemen Pengetahuan dan Kemitraan di SEAMEO-RECFON Grace Wangge memaparkan hasil kajian atau policy brief dengan sejumlah temuan-teman penting. Diantaranya adalah hasil penelitian yang dilakukan di 14 perguruan tinggi dan ormas lokal di 2018 lalu. Terkait dengan penerapan kebijakan KTR di sekolah, dia menilai belum maksimal.

Diantara indikasinya adalah 74,2 persen remaja terpapar iklan rokok pada plang toko yang menjual rokok. Jadi siswa di sekolah bisa jadi bersih dari paparan iklan rokok. Tetapi ketika pulang sekolah, paparan iklan rokok banyak ditemukan di kios-kios kanan-kiri komplek sekolah.

Kemudian 76,3 persen remaja terpapar iklan rokok melalui banner dan billboard. Selain itu ada 46,6 persen remaja terpapar iklan rokok di acara olahraga dan 39 persen terpapar iklan rokok di acara musik.

Grace menjelaskan ada sejumlah temuan upaya menyiasati larangan iklan rokok di sekolah. Misalnya pada kegiatan malam pentas seni atau pensi. Kegiatan pensi di sekolah pada umumnya sudah tidak lagi disponsori oleh rokok. Tetapi ini bisa disiasati dengan menggelar pensi di luar sekolah.

Menurut dia implementasi KTR di sekolah perlu dikawal supaya bisa berjalan efektif. ’’Kita tidak pernah lihat adanya evaluasi KTR di sekolah,’’ jelasnya. Dia berharap instansi terkait seperti Kementerian Kesehatan atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjalankan evaluasi implementasi KTR di sekolah-sekolah. Dia mengungkapkan di Eropa pelaksanaan KTR tidak efektif.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan Cut Putri Arieanie, mengomentari masih adanya siswa yang merokok. Padahal sudah ada aturan KTR yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 dan Permendikbud 64/2015. ’’Sepanjang (rokok, Red) masih bisa dijual eceran, akan susah,’’ tuturnya.

Dia menjelaskan, penanganan penyakit tidak menular dilakukan dengan mencegahan faktor-faktor resiko. Diantara penyakit tidak menular yang masih besar di Indonesia adalah serangan jantung, stroke, diabetes, dan lainnya. Dia mengatakan penyebab pasti penyakit-penyakit ini belum diketahui. Tetapi penyakit itu bisa dicegah dengan mengurangi faktor resikonya.

Merokok merupakan salah satu faktor resiko penyakit tidak menular itu. Untuk itu dia menegaskan perlu kerjasama semua pihak untuk menekan angka merokok di kalangan anak-anak atau remaja. Supaya Indonesia bisa memanen generasi emas pada 2045 nanti.(jpg)

Update