batampos.co.id – Melambatnya perekonomian Tiongkok akibat wabah corona membuat kinerja ekspor Indonesia turun. Demikian juga sektor pariwisata dan investasi. Kendati demikian, Bank Indonesia (BI) optimistis perekonomian tetap tumbuh positif.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI IGP Wira Kusuma menuturkan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini berada pada kisaran 5,4 persen. Sebelumnya, BI mengoreksi batas bawah pertumbuhan ekonomi dari 5,1 persen menjadi 5 persen. Tetapi, Wira yakin perekonomian RI masih bisa tumbuh maksimal sampai batas atas yang berkisar 5,4 persen.
’’Ini menurun karena memang penyebaran Covid-19 berdampak. Tetapi, bank sentral optimistis tahun ini bisa tumbuh hingga 5,4 persen,’’ ujar Wira akhir pekan lalu. Tahun lalu nilai pengiriman barang ke Tiongkok alias ekspor mencapai USD 29,76 juta (sekitar Rp 426 miliar).
Investasi (foreign direct investment/FDI) Tiongkok di Indonesia USD 4,7 miliar (sekitar Rp 67,29 triliun) dengan pangsa pasar 16,8 persen dan share terhadap PDB 0,42 persen.
Karena perekonomian Tiongkok melambat, dampak tidak langsungnya adalah turunnya PDB global. Maka, kinerja perdagangan Indonesia dengan banyak negara lain juga akan terdampak, bukan hanya dengan Tiongkok. Tahun lalu Tiongkok menyumbangkan devisa USD 2,385 miliar (sekitar Rp 34,14 triliun) dengan pangsa pasar 14,1 persen.
Wira mengungkapkan, salah satu langkah untuk memaksimalkan pertumbuhan adalah menggenjot konsumsi domestik dan daya beli masyarakat.
’’Momen yang tepat untuk menggerakkan produksi dalam negeri,’’ tuturnya.
Turunnya kinerja ekspor, menurut dia, juga bisa dimaknai sebagai pecutan perbaikan industri manufaktur dalam negeri.
Chief Economist PT Bank Permata Tbk Josua Pardede memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal I tahun ini 4,9–5 persen.
’’Faktor Covid-19 ini potensi pertumbuhan pada kuartal I masih di bawah 5 persen. Mungkin sedikit di bawah 5 persen,’’ ucapnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan BI Jatim Difi Ahmad Johansyah mengatakan bahwa pertumbuhan Jatim tahun ini diperkirakan 5,6–5,8 persen. Terkontraksinya impor dan ekspor dia yakini akan membaik pada kuartal III atau IV. Saat ini yang paling penting adalah mencari substitusi impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo) Jatim Ardito Soepomo menyebut konsumsi rumah tangga sebagai pendorong utama pertumbuhan bisnis dan ekonomi.
’’Kalau ekspor dan impor, jujur agak susah diharapkan. Tapi, sepanjang pelaku usaha bisa mengganti negara tujuan ekspor, ya bisa saja itu menjadi potensi,” ungkapnya. (dee/han/rin/c20/hep)