batampos.co.id – Pandemi Covid-19 membuat pemerintah daerah belum bisa fokus pada sektor pengembangan maritim.
Pengusahapun kembali mengingatkan agar pengembangan bisa dilakukan secara paralel agar potensi dari sektor maritim tidak tersia-siakan.
”Dengan terjadinya krisis ekonomi global menyebabkan banyak perusahaan melakukan efisensi karena menurunnya permintaan di beberapa sektor industri,” kata ketua Indonesia National Shipyard Association (INSA) Batam, Osman Hasyim, Selasa (14/4/2020).
“Turunnya daya beli menyebabkan turunnya permintaan barang maupun jasa transportasi barang, turunnya permintaan service berbagai jenis kapal di industri minyak dan gas. Sehingga secara keseluruhan mengakibatkan turunnya aktivitas kapal,” kata dia lagi.
Potensi sektor maritim ini sangat luar biasa. Osman mengungkapkan, banyaknya kapal yang tidak beraktivitas di dunia menjadikan kapal dalam keadaan standby.
Kapal-kapal yang tidak beroperasi tersebut membutuhkan area anchorage atau tempat “menunggu” yang aman.
”Batam bisa jadi pilihan, karena Batam itu strategis, memiliki infratruktur pelabuhan, tersedianya supply-chain, jasa transportasi dan banyaknya galangan kapal yang menyediakan kebutuhan perbaikan dan perawatan kapal menjadikan Batam menjadi salah satu alasan,” tegasnya.
Setiap kapal yang berkunjung dalam rangka selain melakukan kegiatan niaga akan membutukan docking, repairing, berbagai perawatan, ruang untuk bersandar dan bermacam kegiatan lainnya.
Dengan banyaknya kapal yang berkunjung menjadi sumber pendapatan bagi shipyard dan tentunya menjamin ketersediaan lapangan kerja.
Tiap-tiap kapal yang berkunjung ke Batam akan berkontribusi bagi perekonomian serta menciptakan efek berantai bagi sektor ekonomi lainnya.
Bermacam-macam suplai dan pelayanan yang dibutuhkan mulai dari bunkering, provision, jasa surveyor, safety equipment, mekanikal, elektrikal, trading, bongkar/muat, transportasi, stevedoring, cargodoring, jasa kepelabuhanan, perhotelan, kuliner, entertainment dan lainnya.
Tapi, potensi tersebut tidak bisa dioptimalkan, akibat pengelolaan yang hanya mengejar pendapatan melalui jasa kepelabuhanan sehingga menyebabkan kerugian yang sangat besar.
Ia juga menyebut banyak pungutan di luar ketentuan yang terjadi di Batam.
”Hilangnya kepercayaan akibat dari banyaknya pungutan di luar ketentuan ini mengakibatkan kapal-kapal yang ingin berkunjung melihat Batam sangat “menakutkan”,” jelasnya.
“Menjadikan biaya kepelabuhanan dan biaya lain yang harus ditanggung menjadi sangat mahal. Bahkan sebagian mereka bersumpah “tidak akan lagi” memasukkan kapalnya
ke Batam,” terangnya lagi.
Pelaksanaan kebijakan kepelabuhanan Batam yang salah menyebabkan terbunuhnya industri maritim.
Dari 115 perusahaan shipyard di Batam, diperkirakan hanya 30 persen yang masih aktif mengerjakan proyek kapal.
”Sebagai industri padat karya, penurunan proyek pembuatan dan perawatan kapal menyebabkan anjloknya serapan tenaga kerja,” tuturnya.
”Penyelenggaraan dan pengelolaan pelabuhan Batam harus direset, dan harus di-restart kembali. Dan ini sebuah keniscayaan yang mutlak,” tegasnya.
Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, sendiri menegaskan, bahwa pihaknya akan berkonsentrasi untuk memutus mata rantai penyebab Covid-19 di Batam terlebih dahulu.(leo)