Jumat, 19 April 2024

Dewan Pengawas Periksa Deputi Penindakan hingga Jubir KPK

Berita Terkait

DK PBB Bahas Keanggotaan Penuh Palestina

Batam Segera Miliki Premium Outlet

Batam Segera Miliki Premium Outlet

batampos.co.id – Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mengapresiasi langkah Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memanggil dan memeriksa Deputi Penindakan KPK Karyoto, Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri, sejumlah tim pengaduan masyarakat dan tim penyidik yang melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

“Sangat mengapresiasi, karena kerja Dewas bermanfaat untuk memberi arah KPK sesui koridornya,” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, Jumat (5/6).

Pemeriksan terhadap Deputi Penindakan hingga Jubir KPK terkait OTT yang melibatkan Rektor UNJ, Komaruddin, tidak lain berkaitan dengan laporan MAKI ke Dewas KPK pada Selasa (26/5) lalu. Laporan MAKI dilayangkan melalui surat elektronik kepada Dewas KPK.

MAKI mempersoalkan operasi senyap yang diduga tanpa terencana. Sehingga kasus tersebut harus dilimpahkan ke Polri. Selain itu, MAKI juga mempersoalkan Karyoto yang menyampaikan rilis OTT itu seorang diri.

Menurutnya, tindakan tersebut bertentangan dengan arahan dan evaluasi Dewan Pengawas KPK, yang berisi bahwa yang diperkenankan memberikan pernyataan terkait penanganan suatu perkara atau kasus kepada media adalah pimpinan KPK atau juru bicara KPK.

Selain itu, MAKI juga mempersoalkan penyebutan nama-nama secara lengkap tanpa inisial terhadap orang-orang yang dilakukan pengamanan dan/atau pemeriksaan terkait OTT di Kemendikbud tersebut.

“Padahal semestinya penyebutan nama dengan inisial demi azas praduga tidak bersalah dan selama ini rilis atau konferensi pers KPK atas OTT selalu dengan penyebutan inisial untuk nama-nama yang terkait dengan OTT,” imbuh Boyamin.

Boyamin memandang, meski barang bukti OTT yang melibatkan Rektor UNJ hanya senilai Rp27 juta. Seharusnya kasus tersebut tidak serta merta dilimpahkan ke Polri dengan alasan tidak menemukan penyelenggara negara.

“Justru KPK tugasnya ambil alih perkara dari polisi dan jaksa, bukan malah melimpahkan perkara kepada polisi dan jaksa. Ini malah terbalik,” sesal Boyamin.

Sebelumnya, Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris membenarkan adanya pemanggilan terhadap para pihak terkait OTT yang melibatkan Rektor UNJ. Namun, pemanggilan tersebut enggan disebut memeriksa.

“Sifatnya klarifikasi atau minta keterangan, bukan diperiksa,” kata Syamsuddin dikonfirmasi JawaPos.com.

Ketika ditanya lebih lanjut apa saja hal yang ditanyakan Dewas kepada para pihak terperiksa, Syamsuddin enggan menjelaskan lebih detil. “Sudah ya,” tepis Syamsuddin.

Untuk diketahui, KPK melakukan giat operasi tangkap tangan (OTT) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada Kamis (21/5). KPK menduga adanya penyerahan sejumlah uang yang diduga dari pihak Komarudin selalu Rektor UNJ kepada pejabat di Kemendikbud.

KPK bersama dengan tim Itjen Kemendikbud mengamankan Dwi Achmad Noor (Kabag Kepegawaian UNJ) beserta barang bukti berupa uang sebesar USD 1.200 dan Rp 27.500.000.

Uang tersebut diduga merupakan THR yang akan diserahkan kepada Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti Kemendikbud dan beberapa staf SDM di Kemendikbud. Namun, setelah memeriksa tujuh orang saksi dari giat operasi senyap tersebut, KPK tak menemukan unsur penyelenggara negara.

Mengingat kewenangan, tugas pokok dan fungsi KPK, kasus tersebut pun dilimpahkan ke Polri. KPK melalui unit Koordinasi dan Supervisi Penindakan menyerahkan kasus tersebut kepada Kepolisian RI untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum.(jpg)

Update