batampos.co.id – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sebagai bagian dari sub holding gas Pertamina saat ini berkomitmen tetap melanjutkan pengembangan infrastruktur pemanfaatan gas bumi dalam rangka merealisasikan peran sebagai penyangga atau agregator gas bumi nasional.
Hal ini terlihat dari pengelolaan 96% persen infrastruktur gas bumi dan 92% pangsa pasar kegiatan niaga gas bumi.
Bukti lain kini PGN telah melayani lebih dari 390.400 pelanggan di berbagai wilayah dari Aceh sampai Papua dengan panjang pipa lebih dari 10.100 km, Infrastruktur LNG dan regasifikasi, infrastruktur CNG dan moda transportasi gas lainnya.
Pada prinsipnya, PGN akan terus menguatkan bisnis inti yaitu distribusi dan transmisi gas bumi untuk menjaga dengan kondisi yang stabil.
Dengan demikian PGN akan terus hadir dalam menyalurkan gas bumi bagi masyarakat dan sebagai penggerak pertumbuhan perekonomian Indonesia.
Direktur Utama PGN, Suko Hartono mengatakan bahwa dalam upaya memperkuat peran SubHolding Gas Bumi, PGN meluncurkan program gasifikasi nasional dalam bentuk Program Sapta PGN.
Skenario ini untuk memperkuat kinerja operasional dan merupakan langkah menuju aggregator gas nasional untuk melayani kebutuhan gas bumi secara terintegrasi.
Tujuh program sapta PGN adalah :
1. PGN Sayang Ibu – Layanan gas bumi untuk kebutuhan gas bumi rumah tangga
2. PGN Mendukung Industri Khusus – Layanan gas bumi untuk kebutuhan gas bumi industry strategis
3. PGN Untuk Listrik Murah – layanan gas bumi untuk kebutuhan sector kelistrikan
4. PGN Retail dan Industri Umum – layanan gas bumi untuk kebutuhan komersial dan industri umum
5. PGN Sektor Maritim – layanan gas bumi untuk kebutuhan transportasi laut
6. PGN Sektor Darat – layanan gas bumi untuk kebutuhan trasnportasi darat
7. PGN Masuk Desa – layanan energi baik PGN dalam mendukung program energi bersih terbarukan dan ramah lingkungan.
“Oleh karena itu, pemenuhan dan layanan gas bumi PGN ditargetkan bisa masuk ke dalam sendi-sendi perekonomian maupun untuk kehidupan sehari-hari masyarakat di berbagai wilayah,” jelas Suko, Selasa, (16/06/2020).
“Inovasi pada produk gas bumi menjadi pekerjaan utama PGN, agar gas bumi tidak hanya sebagai komoditas, namun juga sebagai nilai tambah pada pertumbuhan ekonomi nasional dengan memberikan multiplier effect dari pemanfaatan gas sektor hilir,” katanya lagi.
Lebih lanjut, Suko menjelaskan bahwa PGN juga menambahkan misi baru dalam visi misi baru perusahaan yaitu hilirisasi industry petrokimia berbasis pemanfaatan gas bumi melalui pengusahaan gas dari sumber gas bumi maupun LNG.
PGN akan berkolaborasi dengan perusahaan berskala nasional dan global guna pemanfaatan gas bumi pada turunan bisnis hilir gas, seperti seperti industri petrochemical dan methanol.
Hilirisasi gas bumi akan mendorong nilai tambah dan manfaat gas bumi nasional untuk meningkatkan valuasi keekonomian.
Berdasarkan portofolio yang dimiliki saat ini dan rencana ke depan, PGN diharapkan dapat makin fokus dan menjalankan perannya secara terintegrasi dan holistic sebagai koordinator dan integrator pengelolaan bisnis niaga gas domestic meliputi penyediaan, pengelolaan, dan komersialisasi produk gas. Hal tersebut merupakan wujud agregator gas bumi nasional.
PGN dan peran subholding gas saat ini telah melakukan pengelolaan infrastruktur gas bumi secara terintegrasi, serta melaksanakan seluruh kegiatan dalam proses bisnis hilir gas bumi mulai dari pengadaan pasokan gas bumi baik dari sumber domestik maupun internasional dan disalurkan kepada seluruh segmen pengguna akhir rumah tangga, pelanggan kecil, transporasi (SPBG), pelanggan kecil, komersial, industri dan pembangkitan listrik.
Produksi gas bumi di Indonesia dari tahun 2015-2017 rata-rata adalah 2,9 tcf/ tahun. Sekitar 60% dari produksi ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Sisanya diekspor dalam bentuk LNG dan gas pipa. Sesuai dengan data dari BP Energy Oulook 2019, reserve to production ratio untuk cadangan gas bumi Indonesia cukup untuk periode 37,7 tahun.
Kemampuan produksi gas bumi Indonesia sebesar 73,2 mfc, sedangkan laju konsumsi gas bumi Indonesia per tahun sebesar 39,0 mfc. Kondisi ini, masih jauh di bawah kemampuan produksi gas bumi Indonesia.
Dari total produksi 2,9 tcf/tahun, PGN hanya menyalurkan sekitar 0,31 tcf/tahun atau 11%. Artinya, peluang-peluang ke depan masih terbuka luas dalam hal pembangunan infrastruktur maupun pemenuhan gas bumi.
Peran agregator ini dapat mengonsolidasi seluruh sumber gas bagi seluruh pengguna secara berkelanjutan, menjamin distribusi gas ke seluruh wilayah, sehingga akan mendorong perumbuhan ekonomi melalui infrastruktur yang mumpuni. Dengan begitu, masalah pasokan dapat teratasi.
Di sisi lain, peran agregator dapat menyeragamkan harga pada pengguna akhir, yang mana harga gas di hulu maupun biaya infrastruktur yang bervariasi.
Dengan adanya peran agregator, diharapkan mampu menciptakan kondisi yang menjamin keekonomian produksi gas di hulu dan memenuhi kebutuhan gas dengan harga yang kompetitif dan relatif stabil bagi seluruh pengguna hilir.
Dengan adanya agregator gas maka percepatan pengembangan infrastruktur dan pasar-pasar baru akan menjadi lebih feasible karena keekonomiannya ditopang oleh infrastruktur eksisting.
Selain itu keberadaan agregator gas dapat membuat harga jual gas di seluruh wilayah Indonesia lebih merata dan berkeadilan.
“Kami yakin bahwa PGN dapat terus berkembang dan memantapkan peran sebagai Subholding Gas serta cita-cita sebagai aggregator sebagai bagian dari keluarga besar holding migas yang dapat memberikan energi baik bagi pembangunan bangsa dan bagi pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan,” tutup Suko.(*)