Sabtu, 20 April 2024

Kalung Eucalyptus Tidak Layak Disebut Antivirus Korona

Berita Terkait

batampos.co.id – Kontroversi tentang kalung berbahan tumbuhan yang kerap menjadi bahan minyak kayu putih itu juga mendapat tanggapan dari dr Dirga Sakti Rambe. Dokter spesialis penyakit dalam yang juga selebtweet tersebut mengatakan, pada prinsipnya kalung eucalyptus itu tidak layak disebut antivirus korona.

”Karena penelitian yang dilakukan Kementan hanya pada sel secara in vitro. Saya sendiri belum menemukan di mana hasil studinya dipublikasi,” katanya saat dihubungi tadi malam.

Menurut Dirga, untuk bisa mengklaim produk itu antikorona, tentu harus dilakukan serangkaian uji klinik. ”Klaim yang disampaikan tidak didukung bukti sahih sehingga keliru. Lebih cocok disebut sebagai kalung eucalyptus saja,” tambahnya.

Prosedur uji klinik sebuah obat atau herbal pada manusia di seluruh dunia sudah baku. Yakni, harus melalui fase 1, 2, dan 3. Sebelum uji klinik, harus ada uji praklinik (salah satunya menggunakan hewan coba). ”Jadi, tidak bisa hanya studi in vitro atau bahasa awamnya di laboratorium saja,” ujarnya.

Dia juga menekankan bahwa yang perlu diperhatikan bukan lama atau cepatnya penelitian. Rangkaian tahapanlah yang mesti sesuai. ”Tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk menyimpulkan suatu zat memiliki khasiat harus melalui uji klinik,” tuturnya.

Sementara itu, peneliti dari Prodi Farmasi Klinik dan Komunitas Sekolah Farmasi TIB Rika Hartati mengungkapkan, eucalyptus adalah tumbuhan yang masih satu famili dengan penghasil minyak kayu putih. Keduanya memiliki kandungan senyawa sineol. Sineol termasuk komponen minyak asiri yang memiliki karakteristik mudah menguap pada suhu ruang.

Dari segi bahan, produk eucalyptus secara regulasi dapat dikembangkan sebagai obat bahan alam. ”Obat bahan alam Indonesia digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka,” jelasnya.

Ketiganya, kata Rika, memiliki kriteria masing-masing dari aspek dasar klaim khasiat dan batasan parameter mutunya. Bentuk produk yang dapat dikembangkan sebagai obat bahan alam pun diatur secara regulasi. ”Di dalam aturan tersebut tidak ada obat bahan alam dalam bentuk kalung,” jelasnya.

Rika mengatakan, jika produk eucalyptus berbentuk kalung tersebut diklaim sebagai antivirus, dengan kata lain produk itu diklaim memiliki kemampuan untuk mengobati. ”Ini harus didasari oleh pembuktian, baik secara praklinik maupun uji klinik ke manusia,” katanya.

Syarat uji praklinik dan klinik itu merupakan dasar pembuktian efek yang harus dipenuhi kategori obat bahan alam fitofarmaka. Itu pun masih dinilai berlebihan untuk diklaim sebagai antivirus. Sebab, dalam minyak eucalyptus masih terdapat beragam komponen sehingga farmakokinetika dan farmakodinamikanya di dalam tubuh lebih sulit untuk dikaji.

Hal tersebut sesuai jika dikaitkan secara aturan bahwa klaim obat bahan alam yang diinformasikan dalam label adalah klaim untuk meredakan atau mengatasi gejala atau sebagai pencegahan. Tidak untuk mengobati orang yang terpapar virus.

Dari aspek farmakologinya, lanjut Rika, diperlukan dasar pembuktian secara ilmiah pada level apa obat tersebut diuji dan bagaimana efektivitasnya. Untuk memberikan efek antivirus, kata Rika, senyawa perlu mencapai target, yaitu sel yang terinfeksi virus. Senyawa antivirus tersebut bekerja dengan menghambat replikasi virus melalui inhibisi tertentu sehingga tidak terbentuk partikel virus baru.

Dosis efektif aktivitas antivirus juga perlu ditentukan. Begitu pun sistem penghantaran senyawa antivirus. ”Begitu senyawa antivirus tersebut mampu mencapai target dalam jumlah yang cukup, baru bisa dikatakan sebagai aktivitas antivirus.”

Sementara itu, Komisi IV DPR menyoroti rencana Kementan memproduksi kalung antivirus Covid-19. ”Lebih baik Kementan fokus terhadap produksi pertanian agar tetap melimpah saat pandemi,” terang anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasludin.

Menurut dia, sebaiknya produk itu diperuntukkan internal Kementan. Sebab, jika diproduksi masal, berbagai pertanyaan dari masyarakat akan timbul. Apalagi, kalung antivirus tersebut belum teruji sebagai penangkal Covid-19. Selain itu, anggaran untuk rencana produksi masal kalung akan dipertanyakan berbagai pihak.

Andi menambahkan, anggaran Kementan tidak berfokus pada produk antivirus karena itu menjadi ranah kesehatan. ”Tugas kementerian itu sudah jelas, yaitu membuat produk pertanian tetap melimpah di masa wabah Covid-19,” katanya.(jpg)

Update