Sabtu, 20 April 2024

Netflix hingga Spotify Kena Pajak 10 Persen, Berlaku Mulai 1 Agustus 2020

Berita Terkait

batampos.co.id – Mulai bulan depan, biaya berlangganan Netflix dan Spotify diperkirakan naik. Sebab, perusahaan yang menaungi mereka, yakni Netflix International BV dan Spotify AB, bakal dikenai pajak digital sebesar 10 persen.

Selain dua perusahaan asing itu, ada empat perusahaan lain yang juga dikenai pajak, yakni Amazon Web Services Inc, Google Asia Pacific Pte Ltd, Google Ireland Ltd, dan Google LLC. ā€Produk dan layanan digital yang dijual enam pelaku usaha itu akan dipungut PPN mulai 1 Agustus,ā€ ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama di Jakarta kemarin.

Enam perusahaan tersebut, jelas Hestu, ditunjuk sebagai pemungut pajak digital sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020.

Produk digital yang dimaksud adalah streaming film, musik, item game online, aplikasi dan layanan panggilan video (video call) berbayar, hingga pulsa. Jumlah PPN yang harus dibayar pembeli/konsumen adalah 10 persen dari harga sebelum pajak. ā€Ini harus dicantumkan pada resi atau kuitansi yang diterbitkan penjual sebagai bukti pungut PPN,ā€ imbuhnya.

Hestu menerangkan, PPN yang dibayarkan kepada pelaku usaha luar negeri atas pembelian barang atau jasa dapat diklaim sebagai pajak masukan oleh pengusaha kena pajak. Untuk dapat mengkreditkan pajak masukan, pengusaha harus memberitahukan nama dan NPWP kepada pembeli untuk dicantumkan pada bukti pungut PPN. Tujuannya agar memenuhi syarat sebagai dokumen yang disamakan dengan faktur pajak.

Apabila bukti pungut belum mencantumkan informasi nama dan NPWP pembeli, pajak masukan tetap dapat dikreditkan sepanjang bukti pungut mencantumkan alamat e-mail pembeli. E-mail itu harus terdaftar sebagai alamat e-mail pengusaha kena pajak pada sistem informasi DJP. Atau terdapat dokumen yang menunjukkan bahwa akun pembeli pada sistem elektronik penjual memuat nama dan NPWP pembeli atau alamat e-mail sebagaimana dimaksud di atas.

Terpisah, pengamat pajak Bawono Kristiaji menyambut baik kebijakan pengenaan PPN atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) itu. Menurut dia, kebijakan tersebut akan menjamin kesetaraan perlakuan pajak dan transaksi digital lintas yurisdiksi dan dalam negeri.

ā€Kebijakan tersebut menjadi terobosan untuk menjamin pajak barang digital yang selama ini sulit pengawasannya,ā€ ujar dia kepada Jawa Pos kemarin.

Pria yang menjabat partner of tax research & training services dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) itu menyebutkan, PPN digital itu bisa menjadi alat untuk mengompensasi dana stimulus yang dibutuhkan pemerintah.

ā€Apalagi jika kita mempertimbangkan bahwa pada masa krisis seperti ini justru terdapat peningkatan aktivitas ekonomi digital. Selain itu, jenis pajaknya relatif stabil di era krisis. Dengan demikian, justifikasi pemungutan PPN digital di saat ini justru meningkat,ā€ urai Bawono.

Namun, kebijakan pengenaan PPN 10 persen itu tentu membawa dampak pada konsumen. Bawono memandang, dampak tersebut memang wajar terjadi. Sebab, pembayaran PPN seharusnya dilakukan oleh konsumen atau masyarakat yang mengonsumsi produk itu. Hal tersebut juga sesuai dengan UU PPN Tahun 1983. Aturan itu berlaku untuk semua barang, baik dari luar maupun dalam negeri.

Selain itu, pengenaan pajak pada produk digital dari luar negeri merupakan bagian dari upaya pemerintah menciptakan kesetaraan berusaha. Khususnya bagi pelaku usaha di dalam negeri maupun luar negeri serta usaha konvensional dan usaha digital.

ā€Memang benar PPN itu secara konsep merupakan pajak yang dikenakan kepada konsumen akhir. Namun, pada praktiknya, beban PPN bisa saja dikenakan kepada konsumen. Ataupun diserap oleh pengusaha untuk menjamin kestabilan harga jual,ā€ tuturnya.(jpg)

Update