Rabu, 24 April 2024

Menko Polhukam Hidupkan Lagi Tim Pemburu Koruptor

Berita Terkait

batampos.co.id – Pemerintah berencana menghidupkan lagi tim pemburu koruptor (TPK). Rencana itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD kemarin. Mahfud menjelaskan, sejatinya tim itu sudah lama ada. Pembentukannya diatur oleh instruksi presiden (inpres).

”Waktu itu berlaku satu tahun, belum diperpanjang lagi,” kata dia. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu bakal coba memperpanjang inpres tersebut. ”Kalau nanti (inpres) itu diperpanjang, langsung nyantol ke inpres itu,’’ tambahnya.

TPK memang pernah ada. Pada awal masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2004, tim itu bergerak di bawah koordinasi Kemenko Polhukam. Salah satu landasan pembentukan tim tersebut adalah Keputusan Menko Polhukam Nomor Kep-54/Menko/Polhukam/12/2004. Kemudian, diperpanjang lewat keputusan bernomor Kep-05/Menko/Polhukam/01/2009.

Mahfud menyampaikan, instansinya sudah memiliki instrumen untuk mengaktifkan TPK. Serupa dengan sebelumnya, dia berniat menggerakkan TPK di bawah koordinasi Kemenko Polhukam. ”Ya, anggotanya pimpinan Polri, pimpinan Kejagung, pimpinan Kemenkum HAM,” bebernya. Dia tidak menyebut kapan tim itu kembali aktif. Pria asal Madura tersebut hanya menyatakan dalam waktu dekat.

Mahfud optimistis, setelah TPK dibentuk, buron sekaliber Djoko Tjandra yang licin bakal tertangkap. ”Nanti mungkin dalam waktu yang tidak lama, tim pemburu koruptor akan membawa (menangkap) orang,” kata dia. ”Juga, pada saatnya akan memburu Djoko Tjandra,” tegasnya.

Sejak Djoko kembali ke tanah air tanpa terdeteksi, Mahfud berulang-ulang meminta Kejagung dan Polri segera menangkap buron itu. Namun, sampai kemarin yang bersangkutan tidak kunjung tertangkap. Djoko malah sempat membuat KTP dalam tempo kilat untuk mendaftarkan peninjauan kembali (PK). Bebasnya Djoko berkeliaran meski sudah berstatus buron membuat Mahfud geram. Dia sudah memanggil seluruh instansi terkait untuk membahas penangkapan Djoko. ”Malu negara ini kalau dipermainkan Djoko Tjandra,” imbuhnya.

Dengan kemampuan yang dimiliki Kejagung dan Polri, Mahfud menyatakan, semestinya tidak sulit menangkap Djoko. ”Sehingga kalau ndak bisa (menangkap Djoko, Red) keterlaluan lah,” kata dia. Berdasar rapat terakhir dengan perwakilan dari Kejagung, Polri, Kemendagri, dan KSP, Mahfud menyatakan bahwa semua pihak masih berusaha mencari Djoko. ”Kami optimis, cepat atau lambat akan kami tangkap,” tegasnya.

Langkah-langkah yang diambil Kejagung dan Polri, sambung Mahfud, didukung data-data Kemendagri dan Kemenkum HAM. ”Mem-back up dari dokumen kependudukan dan keimigrasian,” ujarnya. Sementara itu, KSP dihadirkan untuk memastikan sokongan instrumen-instrumen lain yang mereka butuhkan untuk menangkap Djoko Tjandra. Dengan begitu, buron tersebut bisa segera ditangkap.

Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril menyatakan bahwa menghidupkan kembali TPK bakal menambah birokrasi pengejaran buron. ”Bisa jadi malah tidak efektif,” ungkap Oce kemarin. Menurut dia, tim bukan faktor yang menentukan pengejaran buron sukses atau tidak. Karena itu pula, TPK pernah dibubarkan. ”Dulu dibubarkan karena nggak efektif, menambah birokrasi baru,” tegasnya.

Meski TPK sempat berhasil menangkap sejumlah buron, Oce menyebutkan, lebih banyak yang gagal ditangkap. Tidak heran saat itu pemerintah menutup tim tersebut. Dia khawatir TPK yang akan dihidupkan lagi oleh Mahfud mengalami nasib serupa. Menurut dia, saat ini lebih baik menguatkan regulasi ketimbang membentuk tim.

Oce mencontohkan, aspek pemenuhan regulasi yang dibutuhkan adalah undang-undang pemulihan aset. ”Mendorong RUU Asset Recovery itu lebih substantif,” imbuhnya. Dengan regulasi yang memadai, penegak hukum bisa bergerak lebih leluasa. Sebaliknya, menambah tim untuk menangkap buron justru berpotensi menghambat kerja penegak hukum. Padahal, mereka harus bergerak cepat untuk menangkap buron.(jpg)

Update