Selasa, 19 Maret 2024

Rudi di Arus Utama Pilkada Kepri

Berita Terkait

PILKADA Kota Batam tahun 2020 hampir dipastikan tak akan berjalan seimbang. Hasil survei petahana (Rudi – Amsakar) sudah demikian tinggi, hanya lima bulan sebelum pesta demokrasi itu digelar, 9 Desember 2020.

Dari survei LSI yang banyak beredar di medsos dan grup-grup whatsapp, elektabilitas Ramah –julukan Rudi – Amsakar — sudah menjejak angka hampir 82 persen. Adalah hampir mustahil bagi penantang untuk melewatinya, jika tidak ada sesuatu hal luar biasa terjadi dalam lima bulan ke depan.

Melihat hasil survei itupun partai-partai politik yang tadinya “wait and see”, sudah mulai berani terang-terangan menyatakan akan mendukung duet Nasdem-Nasdem itu untuk periode kedua. Selain partainya sendiri, dalam catatan saya, partai yang sejak awal berkomitmen mengusung Rudi-Amsakar adalah Hanura. Kemudian komunikasi politik juga dijalin oleh Partai Golkar, PKS, dan terakhir PAN.

Belakangan, Golkar dan PKS terlihat mengambil jarak, karena kabarnya ada request yang tak dapat dipenuhi oleh HM Rudi. Kedua partai itu disebut-sebut mengajukan posisi calon wakil walikota, sementara Rudi mempertahankan wakilnya saat ini, mantan Kadisperindag Amsakar Achmad. Hanya Hanura yang sejak awal tidak ngotot minta posisi wakil.

Yang jelas sejak awal sebagai penantang adalah trio PDIP-Gerindra-PKB. Ketiga partai ini sejak semula sudah berkoalisi di Batam dan provinsi. Ketiganya digadang-gadang akan menantang petahana, baik di provinsi maupun di Batam. Ketua DPD PDIP Kepri HM Soerya Respationo sudah disepakati di internal partai untuk diusung di pilkada provinsi. Awalnya akan berpasangan dengan Wagub Isidianto. Namun setelah Isdianto menggantikan Nurdin Basirun sebab didakwa di pengadilan tipikor, Isdianto mulai pede mengambil jalan berbeda dengan Soerya. Belakangan, Isdianto bersaing untuk meraih tiket dari Golkar.

Akan halnya di Batam, penantang yang dimotori PDIP, mengelus Lukita Dinarsyah Tuwo dan Mustofa Widjaya sebagai jagoan. Nama dua mantan kepala BP Batam yang sama-sama diganti di era HM Rudi sebagai walikota itu disebut-sebut akan mampu mengimbangi petahana. Dua motor penggerak Lukita yaitu Ketua Kadin Kepri A Makruf Maulana dan Ketua Kadin Batam Jadi Rajagukguk. Kedua sosok inilah yang sejak awal mengendorse Lukita, sampai kemudian situasinya berubah, dan puncaknya setelah Makruf terpilih sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kepri dalam sebuah musda yang “damai” di Natuna, awal tahun ini.

Akan tetapi, suka tidak suka, hasil survei yang mencengangkan itu telah membuat ciut nyali penantang petahana. Angka elektabilitas Rudi sudah jauh melewati angka psikologis sebagai petahana. Hanya kejadian luar biasa yang bisa membuat Rudi-Amsakar bisa dikalahkan. Meskipun dalam kontestasi politik, tidak ada yang tak mungkin.

Yang jadi masalah adalah, di kubu petahana belum terkonsolidasi secara baik. Setidaknya, meskipun Lukita atau Mustofa (dengan siapapun pasangannya) adalah penantang, belum terlihat gerakan yang dapat meyakinkan publik bahwa keduanya serius akan bertarung. Setidaknya, di lapangan, masih banyak yang meragukan Lukita atau Mustofa akan benar-benar masuk ke gelanggang. Padahal waktu tinggal lima bulan menjelang hari “H”.

Begitu juga di kubu Partai Golkar. Setelah pinangan mereka dikabarkan ditolak oleh Rudi untuk menjadi pasangan, partai yang Ketua Umumnya Airlangga Hartanto, yang juga Menko Perekonomian dan notabene adalah atasan Kepala BP Batam HM Rudi itu, mulai mengelus Ahmad Hidjazi sebagai calon wali kota.

Nama mantan Sekda Riau dan mantan Kadisperindag Batam itu muncul sebulan yang lalu setelah Golkar “kesulitan” mencari calon walikota. Dari internal, sempat muncul nama Ruslan Ali Wasyim, ketua DPD Partai Golkar Batam. Sayang, Ruslan tak cukup pede berhadapan dengan Rudi jika bukan berpasangan dengan Lukita. Belakangan, PG kabarnya memilih jalan berbeda dengan koalisi Nasdem. Ruslan-lah yang didorong PG sebagai wakil Rudi. Pinangan PG nampaknya bertepuk sebelah tangan. Rudi keukeuh menggandeng kembali Amsakar Achmad.

Dari berbagai informasi yang saya gali, juga dari berbagai sumber, kubu penantang kini masih mematut diri, siapa sebetulnya yang akan turun ke gelanggang. Dari Golkar, apakah benar Hidjazi akan berlaga? Demikian juga kubu koalisi PDIP, masih jadi tanda tanya, apakah Lukita atau Mustofa yang akan turun ke gelanggang. Keduanya belum satupun mendapatkan rekomendasi dari DP PDIP. Sementara untuk wakil disebut beberapa nama, antaranya Abdul Basyid (PBB) dan Johannes Tarigan, yang mengaku intens berkomunikasi dengan Gerindra.

Politik itu dinamis. Benar. Tapi politik juga adalah sesuatu yang tak dikatakan. Pendulum politik pilkada terus bergerak. Lobi-lobi dan komunikasi, terutama di tingkat DPP partai di Jakarta, masih sangat cair. Tidak heran, komunikasi yang dibangun di bawah, betapapun mesra atau memanas, seperti yang pernah terjadi antara Nasdem dan Golkar, seringkali lumer di atas meja ketua umum di Jakarta.

Bahkan kabar teranyar menyebutkan bahwa Nasdem dan Golkar kini sedang menuju “titik keseimbangan baru”. Di provinsi dan di Kota Batam atau kabupaten lainnya di Kepri, sedang terjadi komunikasi utak-atik calon pasangan. Kata barter dalam tanda kutip bukanlah suatu hal yang asing dalam politik. Kabarnya, Hj Marlin Agustina Rudi, istri Wako Batam HM Rudi, sedang ditawarkan sebagai jalan “barter” untuk mendamaikan Nasdem dan Golkar di Batam. Marlin digadang-gadang sebagai calon wakil gubernur. Ibarat kata, mungkin Nasdem sedang berkata, “Ambillah calon kami di provinsi sebagai pasangan Golkar, namun bebaskan kami menentukan pasangan di Batam”.

Menutup catatan kecil yang sebetulnya tak ingin saya tulis ini, setidaknya, saya melihat bahwa pendulum politik pilkada di Kepri dan Batam, sebetulnya sedang dikendalikan oleh HM Rudi. Posisinya sebagai nakhoda di Pemko Batam dan BP Batam, telah membuatnya lebih powerfull. Rudi kian seksi.

Begitu juga posisinya sebagai Ketua DPW Nasdem Kepri, yang perolehan kursinya cukup signifikan, telah menempatkan dia berada di arus utama dalam percaturan politik lokal. Rudi juga telah “mengajarkan” kepada partai politik lain, bahwa meskipun Anda tidak memiliki cukup kursi untuk maju jika tidak berkoalisi, namun tidak masalah ketika Anda bekerja secara baik dan elektabilitas Anda moncer. Orang akan menyerah terhadap pilihan Anda.(*)

candra catatan kecil

Update