Jumat, 19 April 2024

Tahun Ajaran Baru, Kemendikbud Sederhanakan Kurikulum

Berita Terkait

batampos.co.id – Menghadapi tahun ajaran baru, Kemendikbud telah melakukan penyederhanaan kurikulum. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Balitbangbuk) Kemendikbud Totok Suprayitno mengatakan, pihaknya telah menyederhanakan cakupan materi per mata pelajaran. Disiapkan pula modul-modul untuk memudahkan siswa belajar mandiri. Terutama untuk mereka yang berada di zona 3T. ’’Modul ini nanti dibagikan oleh dikdasmen,’’ katanya.

Sementara itu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendorong pemerintah agar membuat kurikulum adaptif yang diterapkan di tengah situasi pandemi Covid-19 dengan memperhatikan tiga aspek. Yakni, kompetensi dasar, standar penilaian, dan standar proses. Dengan catatan, itu bukan untuk membuat kurikulum baru.

’’Bukan untuk mengganti Kurikulum 2013. Tapi, bagaimana Kurikulum 2013 bisa diadaptasikan atau disederhanakan di tengah kondisi darurat atau pandemi,” kata Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim kepada Jawa Pos kemarin.

Dia meminta kompetensi dasar (KD) dalam Kurikulum 2013 disederhanakan. Setidaknya separo dari ketentuan kurikulum yang digunakan saat kondisi normal. Bagi guru, sulit menyampaikan KD dalam satu tahun ajaran yang padat kepada siswa dengan kondisi serba terbatas. Baik keterbatasan waktu belajar, sarana, maupun tatap muka. ’’Jadi, kalau misal KD normal mungkin 15 atau 12 bab, itu bisa dikurangi. Setengahnya lah,” ucap Satriwan.

Begitu pula standar penilaian. Sulit menerapkan penilaian yang ideal, yakni kognitif, sikap, dan keterampilan. Sebab, tidak ada interaksi langsung. Pemerintah harus menyederhanakan rubrik-rubrik penilaian itu.

Lalu, kurikulum harus memperhatikan standar proses. Artinya, mampu mencakup dua kondisi siswa dan guru. Yakni, kondisi yang berkecukupan dan sulit. Kurikulum jangan hanya berpegang pada pembelajaran melalui tatap muka virtual. Namun, juga harus mengakomodasi guru dan siswa yang tidak memiliki akses untuk melakukan tatap muka virtual.

’’Bagaimana dengan anak-anak yang tidak memiliki gawai, tidak ada jaringan internet masuk ke daerahnya, dan tidak ada jaringan listrik masuk ke daerahnya?” kata dia. Bahkan, yang lebih parah apabila wilayahnya masuk zona merah. ”Jadi, kurikulum harus bisa mencakup dua kondisi tersebut. Itu yang kami minta,” lanjut guru SMA Labschool Jakarta itu.(jpg)

Update