Sabtu, 20 April 2024

Antisipasi Gelombang Kedua Covid-19, Singapura Siapkan Kebijakan

Berita Terkait

batampos.co.id – Para ahli optimis bahwa Singapura dapat menghindari gelombang kedua wabah Covid-19 selama masyarakat disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan. Masyarakat diminta tak perlu berkumpul dalam kelompok besar, pesta atau makan-makan. Andai itu terjadi, Singapura telah siap mengantisipasi.

“Jika ada kenaikan kasus, Singapura bisa menerapkan ‘shutdown sektoral’ daripada penguncian komprehensif lainnya seperti pemutus sirkuit (semi lockdown),” sebut Profesor Teo Yik Ying dari National University of Singapore’s (NUS) Saw Swee Hock School of Public Health seperti dilansir The Straits Times, Kamis (23/7).

Berbicara di webinar Covid-19 yang dipandu oleh The Straits Times, Kamis (23/7), dia juga mengatakan Singapura memiliki peluang yang sangat bagus untuk mempertahankan jumlah kasus komunitas hingga 10 atau 20 sehari. Itu jika semua orang mematuhi aturan.

Menunjuk ke negara-negara yang menghadapi gelombang baru, dia mencatat bahwa beberapa lonjakan telah dikaitkan protokol yang diabaikan seperti membiarkan orang masuk ke negara itu tanpa karantina wajib.

“Di Singapura, saya ingin sedikit lebih optimis. Saat ini, aturan masih diterapkan dengan sangat baik,” katanya.

“Orang-orang pada umumnya sangat kooperatif. Jika dalam pemberitahuan tinggal di rumah (Stay Home Notice) maka diharuskan untuk menghabiskan 14 hari di rumah setelah kembali dari perjalanan ke luar negeri. Dan orang-orang umumnya mengikuti aturan ini,” papar Prof Teo.

“Jarak sosial, memakai masker dipatuhi dengan sangat baik di tempat umum,” ungkapnya.

Tetapi jika orang mengabaikan aturan, Singapura dapat belajar dari negara-negara yang telah mengalami kenaikan kasus. Mengutip kasus-kasus di Jepang dan Korea Selatan yang dikaitkan dengan tempat hiburan malam seperti kelab. Dia mengatakan Singapura dapat menutup tempat atau kegiatan yang berisiko lebih tinggi.

Sebagai contoh, dia mengatakan pihak berwenang berpotensi memerintahkan bioskop untuk ditutup lagi jika ada kelompok yang terkait dengan penonton bioskop.

Pembicara lain, wakil direktur program penyakit menular Duke-NUS Medical School, Profesor Ooi Eng Eong, mengatakan setiap tindakan termasuk semi lockdown di Singapura atau keputusan untuk menutup perjalanan memang dilematis.

“Ini membantu mengendalikan penyakit, tetapi pada saat yang sama merugikan masyarakat. Menghabiskan biaya. Kadang-kadang, obatnya bisa lebih menyakitkan daripada penyakitnya. Jadi kita harus mengkalibrasi itu, dan saya pikir Singapura bisa keluar sekarang tapi jangan berlebihan,” ungkapnya.

Prof Ooi mencatat bahwa penggunaan masker tetap wajib. Terpenting adalah respons kesehatan masyarakat yang kuat dan perilaku masyarakat yang baik.

“Sangat penting menjaga orang-orang tetap patuh di jalurnya. Ketika mulai mengubah perilaku masyarakat dengan melonggarkan batasan, saat itulah mengambil risiko,” pungkasnya.(jpg)

Update