Kamis, 28 Maret 2024

Syarat Pembelajaran Tatap Muka di Zona Kuning, Satu Kelas Maksimal Diisi Separo Siswa

Berita Terkait

batampos.co.id – Bukan hanya sekolah umum di zona kuning yang diizinkan buka. Pembelajaran tatap muka juga boleh dilakukan di lembaga pendidikan berasrama selain pesantren. Namun, kapasitasnya harus dikurangi hingga 50 persen dari kondisi normal.

Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Evy Mulyani menyebutkan, pembelajaran tatap muka akan dilakukan secara bertahap dengan syarat 30–50 persen dari standar peserta didik per kelas. SD, SMP, SMA, dan SMK dengan standar awal 28–36 peserta didik per kelas menjadi 18 peserta didik. Sekolah luar biasa yang awalnya 5–8 menjadi 5 peserta didik per kelas. Untuk PAUD, dari standar awal 15 peserta didik per kelas menjadi 5 peserta didik per kelas.

Begitu pula madrasah berasrama di zona hijau dan kuning. Asrama dengan kapasitas peserta didik kurang dari atau sama dengan 100 orang dibatasi hanya 50 persen untuk bulan pertama. Bulan kedua 100 persen dan dilanjutkan 100 persen pada masa kebiasaan baru.

Sementara itu, untuk kapasitas asrama dengan jumlah peserta didik lebih dari 100 orang, pada bulan pertama hanya ada 25 persen peserta. Dilanjutkan bulan kedua 50 persen, bulan ketiga 75 persen, dan bulan keempat 100 persen.

’’Saat ini 88 persen dari keseluruhan daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal, Red) berada di zona kuning dan hijau,’’ katanya kemarin.

Dengan penyesuaian SKB ini, satuan pendidikan yang siap dan ingin melaksanakan pembelajaran tatap muka memiliki opsi untuk melaksanakannya secara bertahap dengan protokol kesehatan yang ketat.

Meski demikian, dia menegaskan bahwa satuan pendidikan tidak dapat melakukan pembelajaran tatap muka tanpa persetujuan pemda/kanwil, kepala sekolah, komite sekolah, dan orang tua.

Namun, jika satuan pendidikan terindikasi dalam kondisi tidak aman atau tingkat risiko daerah berubah, pemerintah daerah wajib menutup kembali satuan pendidikan. Implementasi dan evaluasi pembelajaran tatap muka adalah tanggung jawab pemerintah daerah yang didukung pemerintah pusat. Dinas pendidikan, dinas kesehatan provinsi atau kabupaten/kota, dan kepala satuan pendidikan wajib berkoordinasi terus dengan satuan tugas percepatan penanganan Covid-19 guna memantau tingkat risiko di daerah.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta semua elemen untuk ikut aktif menyosialisasikan protokol kesehatan, termasuk di lingkungan pesantren. Ma’ruf menyatakan, pesantren memiliki peran untuk menjaga cara berpikir umat. Terutama dalam menghadapi pandemi Covid-19 saat ini. Apalagi, saat ini masih banyak warga yang belum mengindahkan bahaya yang mengintai.

Ma’ruf menuturkan, pesantren tidak sekadar menjaga umat Islam dari aspek akidah. Tetapi juga menjaga amaliah atau perbuatan umat. ’’Amaliahnya yang banyak tidak sesuai dengan akidah (bahwa, Red) bahaya yang dihadapi umat sekarang yaitu bahaya Covid-19 dan bahaya ekonomi,’’ tuturnya.

Ketua umum nonaktif Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu mengatakan, saat ini negara sangat membutuhkan partisipasi seluruh elemen masyarakat. ’’Sebab, negara mengalami cobaan yang berat,’’ jelasnya. Menurut Ma’ruf, pandemi Covid-19 tidak hanya membawa bahaya kesehatan. Tetapi juga bahaya sosial dan ekonomi.

Dia menuturkan, pada masa awal pandemi sekitar tiga bulan lalu, pemerintah berupaya menangkal Covid-19 dari aspek kesehatan. Caranya, memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Ternyata kebijakan PSBB itu menimbulkan bahaya ekonomi. Hal itu memicu maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK). Jika kondisi tersebut dibiarkan terus, banyak orang yang mengalami kesulitan ekonomi. Sebab, ekonomi bangsa menjadi lemah. Karena itu, pemerintah menangani dampak pandemi dari aspek kesehatan dan ekonomi sekaligus.

Sementara itu, per 2 Agustus 2020 ini, Satgas Covid-19 mencatat perubahan zonasi tingkat penularan di 514 kabupaten/kota yang terdampak Covid-19. Jubir Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmita mengungkapkan, saat ini ada 51 dan 35 daerah yang hijau. Sebanyak 51 daerah berhasil mempertahankan tren tidak ada pertambahan kasus positif baru selama 4 minggu terakhir. Sedangkan 35 memang tidak pernah mencatatkan adanya kasus positif.

”Yang 51 ini dulunya sudah pernah ada di zona oranye, kuning, atau merah. Kemudian, selama 4 minggu terakhir tidak ada kasus baru,” katanya.

Wiku mengatakan, dalam perkembangannya, jumlah daerah hijau memang mengalami penyusutan. Namun, jumlah daerah merah atau risiko penularan tinggi juga mengalami kecenderungan menyusut. ”Yang makin banyak itu yang di tengah (daerah kuning dan oranye, Red),” papar Wiku.

Persentase daerah merah, kata Wiku, relatif menurun. Hanya sempat naik sebentar pada Minggu (26/7), kemudian turun di Agustus. ”Yang harus kita perhatikan bukan yang merah, tapi oranye yang kuning. Daerah hijau makin turun. Pernah cukup tinggi,” katanya.

Meski demikian, semua pihak, terutama pemerintah darah, harus memastikan bahwa protokol kesehatan dijalankan dengan baik oleh masyarakat. ”Dari waktu ke waktu berubah. Kalau kita kendur atau lengah akan berubah menjadi lebih tinggi,” katanya.

Sementara itu, perbandingan pertumbuhan antara kasus positif dan kesembuhan saat ini hampir sama. Angka kesembuhan menunjukkan pertumbuhan yang relatif meningkat. Kemudian, lanjut Wiku, jika melihat kasus tertinggi nasional, lima provinsi tetap menjadi yang teratas. Yakni, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. (jpg)

Update