Kamis, 18 April 2024

Merdeka Belajar Bikin Sekolah dan Guru Pusing

Berita Terkait

batampos.co.id – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengeluarkan lima episode Program Merdeka Belajar. Kebijakan dalam program tersebut pun dirasa membuat para guru kebingungan.

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Satriwan Salim mengatakan bahwa hal ini di karenakan komunikasi penjelasan kebijakan yang tidak intens.

“Jadi bukan hanya guru yang pusing, sekolah juga pusing. Saya di sini melihat ada komunikasi yang gagal dengan guru-guru dan sekolah,” terang dia, Senin (17/8).

Salah satunya adalah penyederhanaan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), di mana aturan RPP hanya satu lembar dan terlalu teknis. “Mestinya RPP itu didesain sedemikian rupa, bukan harus satu lembar, karena bukan lembar jadi ukuran. Tapi apakah dilaksanakan proses pembelajaran itu, apakah RPP itu sebagai sesuatu yang autentik,” kata dia.

Terkait dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dia menyebut dana itu belum bisa merdeka pengelolaan dan penggunaannya. “Akses dana BOS itu rata-rata hampir 90 persen baru oleh kepala sekolah, bendahara dan tuhan yang tahu. Guru belum menikmati untuk akses dana BOS. Belum lagi Mas Menteri bilang selama Pembelajaran Jarak Jauh dana BOS bisa direlaksasi untuk kuota internet,” katanya.

Meskipun dikatakan dana BOS bisa digunakan 100 persen untuk kuota internet, hal itu pun disebut melanggar peraturan itu sendiri. Padahal, sebelumnya Nadiem mengatakan dana BOS juga harus bisa membayar guru honorer dan kebutuhan sekolah.

“Pertanyaannya apakah memang sekolah tidak punya alat tulis kantor? Dari mana dia bayar listrik?” tutur dia.

Maka dari itu dia meminta konsep Merdeka Belajar harus lebih matang. Pasalnya, ia menilai bahwa program ini masih setengah-setengah dalam implementasinya.

“Ketika Kemendikbud bilang kami merujuk ke Ki Hadjar Dewantara, kami bertanya konsep yang mana, yang dikembangkan Mendikbud. Toh naskah akademik merdeka belajar itu pun kami guru-guru tidak pernah menemukannya. Jadi secara paradigma harus dibenahi dulu,” imbuh Satriwan.(jpg)

Update