Sabtu, 20 April 2024

BPOM Beri Izin Obat Remdesivir dan Favipiravir untuk Pasien Covid-19

Berita Terkait

batampos.co.id – Indonesia selama ini menggunakan kombinasi obat untuk perawatan pasien Covid-19. Kini penggunaan obat Remdesivir akhirnya disetujui untuk digunakan di Indonesia. Selain Remdesivir, Favipiravir juga sudah diizinkan.

Favipiravir untuk pasien derajat ringan dan sedang yang dirawat di rumah sakit, serta Remdesivir untuk pasien derajat berat yang dirawat di rumah sakit. Sejak 3 September 2020 Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan izin penggunaan dalam kondisi darurat (Emergency Use Authorization/EUA) Favipiravir kepada Industri Farmasi PT. Beta Pharmacon (Dexa Group), dengan merek dagang Avigan® dan kepada PT. Kimia Farma Tbk. yang saat ini sudah memproduksi produk generik Favipiravir di Indonesia.

Sedangkan untuk Remdesivir, EUA diberikan sejak tanggal 19 September kepada Industri Farmasi PT. Amarox Pharma Global, PT. Indofarma, dan PT. Dexa Medica.

EUA merupakan persetujuan penggunaan obat atau vaksin saat kondisi darurat kesehatan masyarakat, dalam hal ini pandemi COVID-19. Terhadap produk yang telah mendapatkan EUA, BPOM terus melakukan pengawasan penyaluran dan peredaran sejak dari industri farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana pelayanan kefarmasian.

Pengawasan dapat dilakukan melalui evaluasi pelaporan realisasi importasi, produksi dan distribusi obat yang disampaikan kepada BPOM. Selain itu, BPOM juga mewajibkan industri farmasi selaku pemilik EUA untuk menjamin mutu obat, melakukan uji klinik di Indonesia, untuk memastikan khasiat dan keamanan obat, serta melakukan farmakovigilans melalui pemantauan dan pelaporan efek samping obat yang harus disampaikan kepada BPOM.

Farmakovigilans merupakan kegiatan pemantauan dan pelaporan kejadian tidak diinginkan dan atau efek samping obat pada pasien oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya, di fasilitas pelayanan kesehatan. Semua laporan tersebut diterima oleh BPOM dan dievaluasi secara periodik. Apabila terdapat peningkatan frekuensi efek samping, maka BPOM dapat melakukan tindak lanjut dengan memberikan komunikasi risiko dan pencabutan EUA untuk meningkatkan kehati-hatian, dalam penggunaan dan perlindungan kesehatan masyarakat.

“Penerbitan EUA diharapkan dapat memberikan percepatan akses obat-obat yang dibutuhkan dalam penanganan Covid-19 oleh para dokter, sehingga mempunyai pilihan pengobatan yang sudah terbukti khasiat dan keamanannya dari uji klinik. Dengan tersedianya obat-obat tersebut, diharapkan dapat meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka kematian pasien Covid-19,” kata Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito dalam keterangan resmi, Senin (5/10).

Selama ini, Indonesia menggunakan pengobatan pasien Covid-19 yang sesuai standar. Yaitu kombinasi obat I (Azritomisin atau Levoflokasin, Klorokuin atau Hidroksiklorokuin, Ozeltamivir, vitamin). Kombinasi obat II (Azritomisin atau Levoflokasin, Klorokuin atau Hidroksiklorokuin, Favipiravir, vitamin). Kombinasi obat III (Azritomisin atau Levoflokasin, Klorokuin atau Hidroksiklorokuin, Lopinavir plus Ritonavir, vitamin). Dan kombinasi obat IV (Azritomisin atau Levoflokasin, Klorokuin atau Hidroksiklorokuin, Remdesivir, vitamin).

Penny mengimbau masyarakat juga harus lebih berhati-hati dalam memilih, membeli dan mengonsumsi produk Obat dan Makanan, termasuk banyaknya informasi penggunaan obat-obat herbal dengan klaim mencegah, mengobati atau menyembuhkan Covid-19. Selalu ingat Cek KLIK (Kemasan, Label, izin Edar dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk Obat dan Makanan. Dan tetap mematuhi protokol kesehatan.(jpg)

Update