Jumat, 8 November 2024

Melihat Studio Slank, Dewa 19, sampai Didi Kempot yang Berupaya Bertahan

Berita Terkait

Napas dan keberlangsungan studio-studio musik di tanah air sebelum pandemi Covid-19 terjadi saja sudah bisa dikategorikan Senin Kamis (baca: susah). Ditambah Covid-19 yang belum bisa terkendali setelah tujuh bulan, nasib studio-studio musik ini kian merana.

STAF Marketing Studio Lokananta, Solo, Sriyono Ali Maskhuri mungkin tidak akan pernah berpikir pandemi Covid-19 benar-benar meluluhlantakkan seluruh aktivitas tempatnya bekerja. Kunjungan museum, event, hingga perekaman musik pun terhenti. Profit sebelum pandemi yang tidak seberapa kian terjun bebas ketika korona melanda.

Maret lalu produksi kaset pita masih berjalan. Beberapa musisi tetap memercayakan produksi kaset pita di Lokananta. Band metal Burgerkill salah satu yang mencetak kaset pita untuk album terbaru Killchestra di sana.

’’Maret tahun ini hampir sebulan penuh Lokananta tanpa kegiatan,’’ kata Sriyono saat dihubungi Jawa Pos (grup Batampos Online) Kamis lalu (8/10). Pemkot Solo ketika itu mengeluarkan aturan kerja dari rumah di banyak bidang.

Akibatnya, profit pun terjun bebas. Tidak seperti dua bulan pembuka tahun ini. Misalnya, band yang ingin melakukan rekaman di Lokananta dipatok biaya Rp 1,5 juta per sif. Satu sif itu bilangan pengganti untuk sewa studio Lokananta selama enam jam. ’’Biaya itu di luar mixing dan mastering,’’ tambah Sriyono.

Memasuki April, Lokananta menggeliat. Acara musik akhirnya bisa digelar meskipun melalui virtual. Salah satu komunitas di Kota Bengawan, Rumah Blogger Indonesia (RBI), bersama musisi campursari (almarhum) Didi Kempot mengadakan konser amal untuk korban Covid-19 di Lokananta pada 11 April lalu.

Ribuan album musisi di Indonesia lahri di Lokananta. Studio milik negara itu mendukung berkembangnya pemusik Indonesia. (DAMIANUS BRAM/JAWA POS RADAR SOLO)

RBI punya peran besar saat konser virtual Didi Kempot di Lokananta itu. RBI membantu menyediakan peralatan yang dibutuhkan untuk konser virtual dan streaming tersebut. RBI juga membuka jaringan kepada sponsor demi terlaksananya konser itu. Konser virtual tersebut akhirnya terselenggara dan dijalankan salah satu stasiun televisi swasta Indonesia.

Setelah konser virtual Didi Kempot itu, event-event musik virtual di Lokananta bermunculan. Jejaring komunitas yang kuat di Solo turut membantu larisnya Lokananta sebagai tempat pelaksanaan konser virtual.

’’RBI sering bikin event di sini dan akhirnya bantu. Tidak hanya mendukung peralatan, mereka juga membuat event dan membangun relasi. Jadi lumayan, event-event kami jalan terus walaupun streaming,’’ tutur Sriyono. ’’Paling tidak, Lokananta punya kegiatan lagi,’’ tambahnya.

Sriyono menghitung sejauh ini ada enam event streaming yang terselenggara di Lokananta. Salah satunya adalah rekaman klip video band bernama Genk 21 Indonesia.

Selain itu, berangsur kunjungan museum ada lagi. Tentu dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat ala Lokananta.

Nah, ada satu hal yang diambil hikmahnya oleh Sriyono dalam tujuh bulan dihantam pandemi Covid-19 ini. Yakni, menguatkan promosi digitalnya. Baik melalui media sosial (medsos) maupun laman resmi mereka.

Sriyono tak menampik bahwa selama ini Lokananta tidak pernah menggarap serius potensi medsos, konser virtual, dan laman resmi mereka. Mengapa tak menaruh perhatian serius kepada unsur-unsur tersebut sebelumnya? ’’Kami kekurangan SDM (sumber daya manusia). Jadi, ya rangkap-rangkap,’’ ujar Sriyono.

Tapi, dari pengalaman selama pandemi ini, Sriyono sadar betapa krusialnya peran seseorang yang memahami promosi dunia digital. Dan, tak selamanya ada pihak-pihak yang selalu menopang aspek digital Lokananta ini.

Sriyono bersyukur jika komunitas-komunitas di Solo plus para musisi menaruh perhatian besar terhadap studio yang berdiri sejak 29 Oktober 1956 itu. Spirit urip iku urup atau dalam terjemahannya kita hidup tak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga orang lain, sangat dirasakan Sriyono.

Soal kurang aktifnya media sosial Lokananta dibenarkan anggota RBI Solo Blonthank Poer. Dia mengatakan, Lokananta sejauh ini memang tidak begitu peduli terhadap masalah tersebut.

’’Harusnya mereka yang punya kuasa ini mengerti. Pemerintah harusnya turun tangan soal ini. Karena Lokananta ini bersejarah dan aset di dalamnya luar biasa mahal,’’ tutur Blonthank. ’’Bahkan, Lokananta ini level legendarisnya bisa seperti Studio Abbey Road (di Liverpool),’’ tambahnya.

RBI, menurut Blonthank, akan selalu mendukung apa pun agar Lokananta bertahan. ’’Pokoknya Lokananta ini harus berkegiatan terus,’’ ujar Blonthank.

Sesungguhnya bukan hanya Lokananta di Solo yang berusaha terus bertahan di tengah pandemi. Beberapa studio legendaris juga melakukan upaya serupa. Termasuk studio yang ada di Gang Potlot milik Slank.

Sama seperti yang terjadi di Solo, komunitas menjadi penyangga penting keberadaan studio. Sebelum ada pandemi korona, Gang Potlot atau studio tersebut masih ramai hiruk pikuk anak-anak muda. Sebagian besar yang ada di Potlot adalah Slankers, sebutan fans Slank. Atau, musisi yang berharap beruntung bisa bertemu dengan personel Slank di sini.

Jawa Pos bulan lalu mengunjungi Gang Potlot serta dua studio musik di kawasan tersebut. Yakni, Parah Studio yang khusus dipakai Slank. Satu lagi studio milik label berbasis komunitas di Gang Potlot, Rekaman POTS.

Dari pantauan Jawa Pos, kondisi Gang Potlot saat itu sepi. Tidak ada hiruk pikuk di dalamnya. Pintu gerbang Potlot yang merupakan rumah drumer Slank Bimbim tertutup rapat sejak Covid-19 mewabah. Padahal, sebelumnya pintu itu selalu terbuka.

Meski secara kasatmata kawasan Gang Potlot ini sepi, diskusi di komunitas tetap berlangsung. Tak secara fisik memang. Melainkan pindah wahana di grup WhatsApp atau kanal digital lainnya.

Sebagaimana diketahui, tradisi ngobrol musik dan bertukar info musik menjadi penopang kuatnya komunitas musisi Gang Potlot. Banyak musisi yang lahir dari kawah candradimuka bernama Gang Potlot ini. Nama-nama seperti Anang Hermansyah, Didit Saad, Imanez, Thomas Ramdhan, Oppie Andaresta, hingga Dewa Budjana sebelum dikenal sebagai musisi top Indonesia kerap terlihat nongkrong di Gang Potlot.

Magnet mereka datang ke Gang Potlot tidak hanya gara-gara adanya studio musik. Tetapi juga karena adanya komunitas musik. Alhasil, ketika menciptakan album, tradisi gotong royong antarorang di komunitas Gang Potlot ini kuat.

Hal itu diakui salah seorang personel Rachun Band, Firas Raditya. Firas merupakan keponakan penggebuk drum Slank Bimbim. ’’Tapi, sejak ada pandemi dan PSBB, jadi tidak ada kumpul-kumpul seramai sebelumnya. Kalau dulu bisa ada yang datang buat sekadar nongkrong, sekarang yang datang benar-benar hanya keperluan latihan atau workshop yang tidak memungkinkan dikerjakan secara virtual,’’ ujar Firas.(jpg)

Update