Jumat, 19 April 2024

Provinsi Khusus “Natambas”, Sebuah Keniscayaan?

Berita Terkait

DUKUNGAN lisan sudah diberikan Gubernur Kepri Isdianto untuk pembentukan provinsi khusus Natuna – Anambas (selanjutnya saya singkat “Natambas”). Jejak digitalnya bisa ditelusuri dan terekam baik di platform online/internet. Penegasan itu diucapkan Isdianto, menjawab pertanyaan saya ketika silaturahmi dengan insan pers, September yang lalu, di Batam.

Isdianto yang kini cuti karena mengikuti kampanye Pilgub Kepri 2020, bahkan mengakui kapanpun Bupati Natuna dan Anambas memohon rekom kepada dirinya, akan dia berikan. “Kapanpun bupatinya minta (rekomendasi), langsung saya berikan,” ucapnya, di depan puluhan wartawan.

Saya sengaja meminta ketegasan Gubernur Kepri Isdianto, sebab saya membaca pernyataannya di media, sebelumnya. Sebagai orang Natuna yang kini dipercaya memimpin PWI Kepri, saya berkewajiban meminta ketegasan Isdianto saat itu. Sebab, ada banyak telepon yang masuk ke saya mempertanyakan keseriusan janji gubernur yang menggantikan Nurdin Basirun itu.

Oleh sebab itu, senyampang Isdianto masih menjadi gubernur, menurut hemat saya, para elite dan masyarakat di Natuna dan Anambas harus segera meresponsnya. Paling tidak, dapatkan dulu rekomendasi tertulis. Terlepas nanti apakah Isdianto masih terpilih atau tidak sebagai gubernur pada pilkada 9 Desember nanti, paling tidak, “Natambas” sudah punya bukti tertulis untuk melangkah ke tahap berikutnya.

Memang, untuk menjadi sebuah daerah pemekaran baru atau sering disebut daerah otonom baru (DOB), perlu memenuhi syarat-syarat yang telah diatur dalam UU. Untuk menjadi provinsi, misalnya, perlu dibuat dalam bentuk UU pemekaran, di mana harus disetujui oleh DPR RI bersama pemerintah. Rekomendasi juga harus diberikan oleh DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi induk dan gubernur, diteruskan ke Pusat cq Mendagri. UU yang akan disahkan di Senayan itu bisa datang dari hak inisiatif DPR RI atau usulan pemerintah pusat kepada Senayan.

Selain itu, menurut UU Nomor 23 tahun 2014, syarat pemekaran provinsi baru di antaranya juga harus memiliki jumlah kabupaten/kota minimal 5. Usia kabupaten/kota juga minimal 5 tahun. Selanjutnya, ada persyaratan lain seperti jumlah penduduk, sumber PAD, dan lain sebagainya.

Jalannya memang agak panjang dan berliku. Apalagi jika untuk DOB “normal”. Persyaratan perundang-undangannya harus lengkap. Usulan muncul dari bawah (Natuna dan Anambas), lalu ke DPRD Kepri, Gubernur, dan diteruskan ke Jakarta. Namun, jalan agak singkat sebetulnya dapat ditempuh dengan menjadikan DOB tersebut sebagai “provinsi khusus”. Dalam hal ini, provinsi khusus “Natambas”. Tergantung political will pemerintah (Presiden RI) bersama pimpinan DPR RI.

Di atas semua itu, hingga hari ini pemerintah pusat masih menetapkan status moratorium untuk pemekaran. Kemendagri masih menghentikan pemekaran DOB. Apalagi di tengah situasi keuangan negara yang sedang terkuras untuk penanganan pandemi covid-19 saat ini. Hanya saja, untuk Natuna, saya pikir bisa dilakukan melalui jalur khusus dengan alasan khusus pula.

Alasan khususnya adalah geografis, geopolitik, dan hankam. Sebab secara geografis, Natuna dan Anambas adalah wilayah paling Utara Indonesia, menghala kepada Laut China Selatan (LCS) yang di sekitarnya terdapat 9 negara. Kesembilan negara itu masing-masing Malaysia, Singapura, Brunei, China, Vietnam, Filipina, Thailand, Myanmar, dan Kamboja.

Apalagi hingga hari ini, masih terjadi dispute oleh China atas LCS yang membentang di Utara Natuna. China masih mempedomani batas tradisional versi mereka (nine dash line). Ini juga yang menyebabkan masih sering terjadi ketegangan di LCS antara AL kita dengan coastguard China. Meskipun dalam UNCLOS, perbatasan Indonesia dengan China di LCS sebetulnya sudah final.

Alasan lain, wilayah laut Natuna dan Anambas yang begitu luas, belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh kedua kabupaten itu untuk menunjang pendapatan daerah dan mensejahterakan rakyatnya. Sebab, sebagai kabupaten, Natuna dan Anambas memiliki kewenangan terbatas atas laut dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Wilayah 0 hingga 12 mil laut, menurut UU, menjadi kewenangan provinsi. Dalam hal ini Provinsi Kepri.

Sementara di sisi lain, jangkauan tangan Pemprov Kepri masih terbatas di Natuna dan Anambas. Wilayah Kepri yang 97 persennya terdiri dari laut, menjadi hambatan tersendiri bagi akselerasi pelayanan hingga ke wilayah paling Utara itu. Tak mungkin Pemprov Kepri bisa maksimal melayani rakyat hingga ke pulau-pulau yang tersebar di Natuna dan Anambas itu. Sebaliknya, bagi daerah, kewenangan pemkab yang terbatasi oleh UU, membuat mereka tak dapat berbuat maksimal.

Oleh karenanya, menurut hemat saya, jika pemerintah pusat memerhatikan alasan-alasan di atas, sudah sewajarnya Natuna dan Anambas naik menjadi provinsi “khusus”. Kekhususannya seperti sudah diuraikan serba singkat di atas tadi. Untuk memaksimalkan peningkatan kesejahteraan rakyat dan menjaga kedaulatan negara dari ancaman hankam, beserta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, maka provinsi “khusus” dapat dikatakan sebagai sebuah keniscayaan. Tipe TNI dan Polri juga mesti ditingkatkan.

Tinggal sekarang, seluruh stake holders yang ada di Natuna dan Anambas bersatu untuk memperjuangkannya secara sungguh-sungguh. Bentuk segera badan persiapan pembentukan atau panitia pemekaran yang lebih terstruktur, punya legalitas, dan mewakili semua pemangku kepentingan. Jadikan gerakan bersama.

Selanjutnya, buanglah semua ego dan kecurigaan demi cita-cita tersebut. Misalnya, contoh kecil, jangan sampai terjadi, belum apa-apa, muncul kecurigaan tentang siapa nanti yang akan jadi pahlawan serta di mana posisi ibukota. Bagaimana? *

Update