batampos.co.id – Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang
dilaksanakan Komisi I DPRD Kota Batam bersama BP Batam selaku pengelola Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Batam serta PT Moya Indonesia selaku operator SPAM Batam, Rabu (13/1/2021), belum menghasilkan solusi bagi permasalahan membengkaknya tagihan air pelanggan.
General Manager Sumber Daya Air, Limbah dan Lingkungan BP Batam, Ibrahim Koto, mengakui lonjakan tagihan air itu akibat terjadinya hubungan pengakhiran konsesi yang tidak harmonis.
Sehingga, BP Batam kesulitan menyelesaikan persoalan
pelayanan, hak dan kewajiban, karena mitra kerja sebelumnya
dinilai tak kooperatif.
”Tidak bisa koordinasi, di rapat tidak hadir, bermacam alasan. Kemudian, dengan adanya kasus itu (membengkaknya tagihan), nanti kita cek ke lapangan,” kata Ibrahim, seperti yang diberitakan Harian Batam Pos.
Adapun, kata Ibrahim, 303 pelanggan yang tagihannya membengkak itu di antaranya disebabkan karena sambungan yang bocor di rumah.
Selain itu, adanya kekurangan penagihan hingga terakumulasi sampai Desember dan tidak tertagih sesuai dengan catatan di meteran.
Penyebabnya, operator lama tidak melakukan pencatatan mulai
dari 1 November hingga 14 November atau saat berakhirnya konsesi.
”Kita sudah sampaikan ke pihak ketiganya (mitra ATB yang bertugas mencatat meteran air pelanggan, red). Tapi karena tidak ada perintah dari operator lama, sehingga (hanya) dilakukan estimasi (penagihan berdasarkan perkiraan). Dalam estimasi operator lama, inilah dampaknya hingga sekarang ini. Tapi kita
akan selesaikan, karena kami tidak mau masyarakat terbebani,” jelasnya.
Anggota Komisi I DPRD Batam, Utusan Sarumaha, mengatakan, bahwa PT Moya Indonesia dan BP Batam telah melunturkan kepercayaan publik dalam masa transisi ini.
Pasalnya, tagihan pelanggan yang membengkak hingga puluhan kali lipat, dinilai telah membuat kegaduhan di tengah masyarakat.
”Dan saya yakin, ini menjadi catatan yang buruk kalau ini tidak segera dibuat solusi konkret sesuai dengan kenyataannya,” ujarnya.
Untuk itu, dalam RDPU tersebut, Sarumaha meminta BP Batam dan PT Moya untuk terbuka dan mengungkap alasan sejujurnya terkait melonjaknya tagihan air masyarakat.
Apakah ada unsur kesengajaan, kelalaian atau ada sistem yang dibangun oleh PT Moya dan BP Batam yang tidak profesional.
”Kami ingin sekali agar diberikan jawaban dengan kejujuran dari hati nurani,” tuturnya.
Sebab, kata dia, dari yang disampaikan oleh PT Moya dan BP Batam beberapa waktu lalu, lonjakan tagihan air itu disebabkan oleh adanya kebocoran.
Sehingga dirinya bertanya langsung kepada Direktur PT Moya Indonesia Area Batam, Sutedi Raharjo, apakah pihaknya telah melakukan pengecekan langsung ke 303 konsumen yang tagihannya membengkak.
Pertanyaan tersebut langsung dijawab Sutedi dengan menegaskan bahwa PT Moya membaca pemakaian air pelanggan sesuai dengan angka yang ada di meteran.
Dimana, 303 pelanggan yang tagihannya membengkak
itu sudah sesuai dengan pembacaan di bulan Desember hingga dilakukan penagihan sesuai dengan pemakaian.
”Sebenarnya sebagian pelanggan ini kita sudah ke lapangan klarifikasi. Jadi, ada yang memang di November itu kami tidak mendapatkan angka meterannya. Dan di November kami hanya dapat angka yang dari BP Batam. Kami mendata kan pemakaian
3 bulan terakhir dan itu kami jadikan sebagai rata-rata November. Dan di Desember sudah baca ke lapangan,” jelasnya.
Dari hasil turun ke lapangan, lanjut Sutedi, mereka menemukan beberapa pelanggan yang sebelumnya menggunakan air hanya 1 kubik per bulan dan setelah dilakukan pencatatan ulang, angkanya menjadi tinggi.
Selain itu, juga ditemukan adanya beberapa pelanggan yang meterannya tidak tercatat sejak Agustus.
”Sehingga di Desember, dia masuk tagihan jadi tinggi dan ada juga sebagian kita cek ke lapangan, kita tutup instalasi, ternyata bocor,” tuturnya.
Oleh karena itu, pihaknya juga telah menyediakan layanan pengaduan pelanggan di nomor telepon 150155 dan media sosial.
”Kita juga imbau kepada pelanggan, kami berharap bisa disampaikan melalui call center atau bisa datang ke KPP agar bisa kami cek ke lapangan,” katanya.
Namun, Sarumaha kembali menyela bahwa jawaban yang disampaikan tersebut hanya merupakan alasan klasik.
Sebab, jika rata-rata penggunaan pelanggan Rp 100 ribu setiap bulannya dan kemudian naik menjadi Rp 1,5 juta, merupakan sesuatu yang tak lazim.
Bahkan, menurut dia, saat ini ada pelanggan yang tagihan airnya mencapai puluhan juta.
”Dengan pola pencatatan rata-rata begini, saya mau tanya, angka kenaikan dari Rp 100 ribu sampai Rp 5 juta, menurut bapak lazim atau tidak,” tegasnya.
Untuk itu, ia juga meminta kepada PT Moya dan BP Batam untuk tidak meminta pelanggan membuat surat pernyataan.
Sebab, ia juga mendapat laporan dari masyarakat bahwa diminta untuk tetap melunasi tagihannya yang mencapai Rp 1,5 juta karena adanya pipa yang bocor.
”Jangan disuruh konsumennya. Dia bilang tidak ada kebocoran. Kenapa harus dia bayar Rp 1,5 juta? Menuntut pembayaran yang tidak sesuai dengan fakta adalah pelanggaran norma, dan nanti akan diperdalam oleh pihak kepolisian. Kedua, mencari pembenaran dalam kesalahan membawa dampak kerugian bagi masyarakat, adalah zalim,” katanya, dengan nada tinggi.
Karena itu, sambung dia, pihaknya meminta PT Moya dan BP Batam untuk tidak memaksakan kehendak dalam menuntut pembayaran yang tidak sesuai fakta kepada konsumen.
”Kedua, meminta BP Batam dan PT Moya tidak melakukan pemutusan kepada konsumen yang belum membayar akibat
lonjakan ini,” tutupnya.
Sementara itu, tuduhan BP Batam kepada ATB, dianggap
Head of Corporate Secretary ATB sebagai pengalihan isu semata.
”Urusan tagihan Januari, apa hubungannya dengan bacaan (meteran) November. Pertanyaannnya, apakah bulan Desember sudah dibaca aktual,” ungkapnya.(jpg)