batampos.co.id – Empat bulan setelah menembus seribu kasus pada 27 Maret 2020, terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia menyentuh angka 100 ribu pada 27 Juli. Enam bulan berselang, persebaran virus SARS-CoV-2 itu di ambang menembus angka psikologis baru: satu juta kasus!.
Pada Minggu (24/1) kasus positif Covid-19 di Indonesia tercatat 989.262. Menilik pertambahan dalam sepekan terakhir selalu di atas 10 ribu kasus per hari, total satu juta kasus itu diprediksi terjadi hari ini, Senin (25/1).
Tren perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Tingkat kesembuhan pernah mencapai 84 persen pada akhir November 2020. Kemudian berangsur-angsur turun hingga drop ke angka 80,7 persen kemarin. Sementara itu, angka kasus aktif terus menanjak hingga kemarin mencapai 16,4 persen.
Angka kasus aktif itu semakin mendesak tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR). Data Satgas Penanganan Covid-19 per 21 Januari 2021, tujuh provinsi berada pada posisi kritis dengan tingkat BOR di atas 70 persen. Yakni, DKI Jakarta, DI Jogjakarta, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur.
Kecepatan peningkatan kasus aktif dan positif itu terjadi pada transisi tahun 2020 ke 2021. Dalam penjelasannya, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, tingkat kepatuhan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan terus menurun menjelang libur Natal dan tahun baru (Nataru).
Pemerintah telah melakukan pengetatan dengan istilah baru, yakni pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mulai 11 Januari lalu. PPKM diklaim berhasil meningkatkan kepatuhan masyarakat. Tren rata-rata kepatuhan protokol pada minggu ketiga Januari cenderung meningkat jika dibandingkan dengan dua minggu sebelumnya.
Dalam hal memakai masker, tren kepatuhan meningkat 12,19 persen, dari 50,27 menjadi 62,46 persen. Dalam menjaga jarak, kepatuhan naik 17,11 persen, dari 35,98 menjadi 53,09 persen. ”Tapi, kenaikan rata-rata ini belum bisa menyerupai tingginya kepatuhan di awal upaya monitoring pada September dan Oktober 2020,” kata Wiku.
Pemerintah kemudian memutuskan untuk memperpanjang PPKM hingga 8 Februari. Kemarin Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) tentang perpanjangan PPKM terbit. Inmendagri Nomor 2 Tahun 2021 merevisi Inmendagri Nomor 1 Tahun 2021.
Dalam inmendagri baru, tidak banyak perubahan signifikan. Dari sisi sebaran wilayah, misalnya, PPKM hanya diberlakukan untuk Pulau Jawa dan Bali.
Dirjen Administrasi Wilayah Kemendagri Safrizal Z.A. mengatakan, Pulau Jawa dan Bali masih menjadi fokus karena tingkat persebaran yang tinggi. Namun, untuk detail kabupaten mana saja yang dipilih, pusat menyerahkan kepada provinsi. Daerah boleh menambah. ’’Silakan ditetapkan gubernur berdasar statistik,’’ ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (24/1).
Dalam instruksinya, penetapan daerah harus tetap mengacu pada sejumlah indikator utama. Yakni, tingkat kematian dan kasus aktif di atas rata-rata nasional, kesembuhan di bawah rata-rata nasional, serta tingkat keterisian tempat tidur untuk ICU dan ruang isolasi di atas 70 persen.
Namun, dalam inmendagri terbaru, ada satu poin penekanan terkait efektivitas pelaksanaan PPKM di daerah. Dalam poin ketujuh, pemda wajib melaporkan hasil monitoring pelaksanaan PPKM secara mingguan kepada menteri dalam negeri dan Satgas Penanganan Covid-19 Nasional.
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Sony Harry B. Harmadi menyatakan, masyarakat sudah cukup teredukasi dan mengetahui risiko serta bahaya penularan Covid-19. Namun, kelelahan akibat pandemi atau pandemic fatigue mengakibatkan penurunan kualitas kepatuhan terhadap protokol kesehatan.
Sony mengatakan, pemerintah mengubah mindset penanganan pandemi sejak transisi dari Gugus Tugas ke Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 pada akhir Juli 2020. Pada medio akhir 2020 sosialisasi perubahan perilaku sangat gencar dilakukan satgas. Hasilnya adalah tingkat kepatuhan yang tinggi. Namun, karena ada faktor pandemic fatigue, masyarakat mulai kendur.
”Apalagi, pada November ada kasus kerumunan. Itu berdampak besar. Kemudian ada juga libur panjang yang terus-terusan,” terangnya.
Pandemic fatigue pernah terjadi dalam masa pandemi flu Spanyol pada Agustus 1918. ”Kelelahan ini berbahaya karena memicu second wave dan meningkatkan angka kematian.”
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng Mohammad Faqih menegaskan, pemerintah harus lebih menguatkan penanganan di hulu dan hilir. Hilir yang dimaksud meliputi tracing, testing, dan treatment. Untuk hulu, Daeng menyebut dua hal yang harus diperhatikan tahun ini, yakni protokol kesehatan (prokes) dan vaksinasi.
Mengenai prokes, Daeng mengkritisi implementasi prokes yang meliputi memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun serta air mengalir (3M) yang kurang maksimal. Bahkan, di sejumlah daerah 3M tidak dijalankan dengan baik. ”Tidak kelihatan impact-nya dalam upaya menurunkan angka kejadian. Bahkan, sekarang angka kejadian terus naik,” ungkapnya.
Daeng menyarankan agar pemerintah menambah sejumlah poin dalam prokes, yaitu memodifikasi genetik atau kondisi konstitusi tubuh. ”Bahasa gampangnya daya tahan tubuh,” katanya. Lalu memodifikasi lingkungan. ”Ini perlu didorong masuk program nasional. Jadi bukan hanya 3M,” imbuh dia.
Mengenai vaksinasi, Daeng mengkritisi soal data. Dia mengaku banyak mendapat keluhan dari tenaga kesehatan (nakes) dan dokter-dokter di daerah. Mereka ingin cepat mendaftar vaksinasi, tapi terkendala di pendaftaran yang tersentral. Dia menyarankan ada konsolidasi data antara pusat dan daerah. Data memang harus terpusat. Tapi, dalam rangka upload data, penentuan target sasaran yang jadi prioritas hingga penentuan waktu vaksinasi bisa didesentralisasikan kepada pemda.
Sementara itu, setelah vaksinasi pertama pada 13 Januari lalu, kini akan dilakukan vaksinasi untuk nakes dengan target 1,48 juta orang. Mereka yang berhak menerima vaksin akan dikirimi SMS, lalu melakukan registrasi. ”Saat ini sudah 174 ribu (nakes) yang datang dan mendapat vaksin 146 ribu (nakes),” kata Jubir Kemenkes untuk Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi kemarin.
Data tersebut sesuai dengan yang dilaporkan kepada Kemenkes hingga kemarin pukul 13.24. Pemerintah menargetkan vaksinasi itu diberikan kepada 181,5 juta orang. Jumlah tersebut, menurut Nadia, sudah mengeluarkan kelompok berisiko seperti memiliki penyakit komorbid.
Meski sudah mengeluarkan mereka yang berisiko sebagai target vaksinasi, masih ada yang tidak bisa atau ditunda vaksinasinya. Mereka adalah orang yang tak lolos asesmen. Apakah itu akan memengaruhi target untuk memperoleh herd immunity? Nadia menjelaskan bahwa pemerintah sudah mengantisipasi. ”Jumlah sasaran bisa bertambah,” ucapnya.
Nadia mencontohkan, pada awalnya nakes yang mendapatkan vaksin hanya 1,3 juta. Tapi kini ditambah menjadi 1,48 juta. Vaksinasi itu menjadi jalan untuk mengendalikan pandemi.(jpg)