batampos.co.id – Ditreskrimum Polda Kepri mengamankan seorang pengurus Pekerja Migran Indonesia Ilegal berinisial NA alias N dan berhasil menyelamatkan enam orang korban penempatan pekerja Migran Indonesia Ilegal.
Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Kepri, AKBP Imran, mengatakan, kejadian berawal pada Minggu (24/1/2021) sekitar pukul 15.00 WIB.
“Tim Opsnal Subdit IV Ditreskrimum Polda Kepri memperoleh informasi dari masyarakat bahwa ada beberapa orang calon Pekerja Migran Indonesia Ilegal yang sedang ditampung di perumahan Glory Tanjung Riau Kota Batam dan akan diberangkatkan untuk bekerja di Negara Malaysia sebagai pembantu rumah tangga,” ujarnya, Selasa (26/1/2021).
Ia menjelaskan, dari hasil penyelidikan di sekitar perumahan ditemukan adanya seorang perempuan calon PMI Ilegal asal daerah Jambi yang sedang ditampung disebuah rumah yang berada di perumahan Glory Tanjung Riau.
“Selanjutnya tim terus melakukan pengembangan dan berhasil menemukan 5 orang korban lainnya yang telah diarahkan oleh pengurusnya dan sudah tinggal selama satu malam disebuah Home Stay Mamora di Daerah Batam Center,” paparnya.
Di lokasi tersebut lanjutnya, tim berhasil mengamankan seorang pengurus berinisial NA alias N.
Kata dia, 6 orang korban yang berhasil diselamatkan yakni RS (50), EL (44), DC (21), ND (43), LM (30) dan HS (21).
“Semua korban tersebut berasal dari daerah Sumatera. Selanjutnya indentitas tersangka adalah Inisial NA alias N, 37 tahun, Perempuan, Islam, Wiraswasta, Alamat di Pasar Pelita, Kampung Pelita, Lubuk Baja, Kota Batam,” jelasnya.
Kata dia, modus operandi yang dilakukan tersangka adalah melakukan perekrutan terhadap para korban dengan membayar biaya sebesar Rp 10 juta, untuk pengurusan dokumen persyaratan dipekerjakan di luar negeri dan diiming-imingi gaji yang tinggi.
“Barang bukti yang diamankan adalah 1 unit handphone dan 6 buah paspor Pekerja Migran Indonesia,” ujarnya.
Tersangka lanjutnya dijerat dengan pasal 81 jo pasal 83 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang perlindungan Pekerja Migran Indonesia jo pasal 53 KUHPidana dengan ancaman hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15.000.000.000.
“Penyidik juga akan melakukan pemeriksaan saksi, saksi ahli dan berkoordinasi dengan BP2MI/ P4TKI terkait penanganan dan pemulangan korban ke daerah asalnya,” tutupnya.(*/esa)