batampos.co.id – Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi payung hukum integrasi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) atau Free Trade Zone (FTZ) Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) diterbitkan, Kamis (18/2/2021).
PP tersebut bernomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan KPBPB. Anggota Tim Teknis Dewan Kawasan KPBPB Batam, Taba Iskandar, mengatakan, meski PP-nya sudah terbit, namun masih butuh waktu sebelum dipublikasikan.
”PP-nya masih menunggu otentikasi dari Sekretariat Negara
(Setneg). Setelah ada, baru bisa disampaikan,” kata Taba, Kamis (18/2/2021) seperti yang diberitakan Harian Batam Pos.
Taba mengaku belum bisa berkomentar banyak karena belum melihat PP tersebut.
Website Kementerian Hukum dan HAM juga belum menyajikan isi PP tersebut.
Sementara itu, Wakil Dewan Pertimbangan Kamar Dagang
dan Industri (Kadin) Batam, Ampuan Situmeang, mengatakan, dalam PP yang baru disahkan sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, ada hal-hal baru yang akan diatur.
Antara lain, mengenai kelembagaan Dewan Kawasan (DK).
Sebelumnya, DK diusulkan Gubernur dan DPRD Kepri lalu ditetapkan Presiden.
Saat ini, yang mengusulkan menteri (Kemenko Perekonomian, red) sebelum ditetapkan Presiden.
”Ini jelas terjadi perubahan,” ujarnya.
Namun, bukan berarti peran dari Gubernur dan DPRD menjadi tidak ada, karena dalam PP tentang KPBPB diatur juga peranannya sekalipun tidak sama.
Mengenai kemungkinan penyatuan BP (Badan Pengusahaan), Ampuan, mengatakan, tentunya masih harus melihat perkembangan dan dinamika yang ada di kelembagaan
Dewan Kawasan yang segera dibentuk.
”Jadi untuk sekarang ini, tidak perlu dikhawatirkan, apalagi soal relevansi dan juga menyangkut daerah, dimana kawasan itu berada akan dapat diatur penyesuaian dan penataan segala kewenangan dari masing-masing instansi dan atau institusi,” ujarnya.
Lalu, mengenai perizinan, tentunya akan ada pembicaraan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan seluruh pemangku kepentingan agar norma-norma dari hukum otonomi daerah itu tidak saling bersinggungan.
Namun, perlu saling menyesuaikan satu sama lain yang pada ujungnya untuk memperlancar pelayanan publik dan dapat menyejahterakan masyarakat itu sendiri.
”Yang perlu diperhatikan tentunya rincian dari perizinan yang diatur menjadi perluasan kewenangan BP. Hal ini penting karena dalam UU Pemda dengan lampirannya, juga sudah mengatur apa yang menjadi kewenangan dari pemerintah kabupaten dan
atau kota dimana kawasan itu ditetapkan,” ujarnya.
Seperti diketahui, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 14 Januari 2021 lalu menyebutkan, BP Batam akan disatukan dengan BP Bintan dan BP Karimun.
Ini tertuang dalam BAB X Ketentuan Peralihan, Pasal 76 Ayat 4 RPP yang kini telah ditetapkan menjadi PP 41 Tahun 2021.
Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi, Politik, Hukum, dan Keamanan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Elen Setiadi, mengungkapkan, penyatuan BP Batam, BP Bintan, dan BP Karimun bertujuan untuk efisiensi.
”Kami ingin ada sinergi biar efisien. Jadi, tidak ada lagi beban biaya dan dampak signifikan lainnya bagi pelaku usaha,” kata Elen.
Menurut Elen, penyatuan ketiganya merupakan rekomendasi
dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia juga menyebut, dalam tiga tahun sebelum Badan Pengusahaan dari Batam, Bintan, dan Karimun disatukan, pihaknya akan menyusun aturan main badan pengusahaan yang baru ini.
Mulai soal birokrasi, tugas, wilayah kerja, kewenangan, jabatan,
remunerasi, dan lain-lain.
Asisten Deputi Penguatan Daya Saing Kawasan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kartika Listriana, menjelaskan lebih lanjut rencana induk integrasi BP Batam, BP Bintan, dan BP Karimun, tetap menjadikannya sebagai Badan Layanan Umum (BLU).
Hasil integrasi dari tiga badan pengusahaan tersebut diharapkan mendukung iklim investasi kondusif itu, sesuai tujuan dari UU Cipta Kerja.
Nantinya, Badan Pengusahaan yang baru akan mengurus 52 daftar perizinan.
Di antara perizinan-perizinan tersebut, ada perizinan yang sebelumnya merupakan kewenangan pusat, termasuk izin impor barang larangan terbatas juga ikut diatur.
”Ada 52 daftar perizinan berusaha yang telah disepakati dan dirumuskan badan pengusahaan dan disepakati Kementerian Keuangan dan instansi terkait,” paparnya.
Kemudian, dalam Bab XI Ketentuan Penutup, Pasal 80 menyatakan, peraturan pelaksanaan dari PP ini harus ditetapkan paling lama enam bulan sejak PP ini diundangkan.
Artinya, tahun ini juga akan selesai. Selain itu, dalam Bab X
Ketentuan Peralihan, Pasal 75, disebut paling lama enam bulan setelah PP ini diundangkan, maka Dewan Kawasan (DK) Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, dan Karimun
akan dibentuk.
Sebelum pembentukan dewan kawasan baru ini, maka tiga DK dari Batam, Bintan, dan Karimun tetap menjalankan tugasnya seperti biasa.
Adapun, penyusunan dewan kawasan terintegrasi ini akan dilakukan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Setelah itu, penetapan Dewan Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun akan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
”Pembentukan BP BBK ini dilakukan setelah berakhir masa tugas dari BP Batam, BP Bintan, dan Karimun. Paling lambat akhir 2024. Kalau BP Batam, di 26 September 2024,” ungkapnya.
Namun demikian, lanjutnya, tidak menutup kemungkinan lebih cepat dari yang dijadwalkan.(jpg)