Jumat, 19 April 2024

4 PP Turunan UU Cipta Kerja Diklaim Tingkatkan Kesejahteraan Pekerja

Berita Terkait

Usut Korupsi Insentif Pajak di Sidoarjo

Ratusan Tewas akibat Banjir Afghanistan-Pakistan

Warga Antre Beli Gas Melon

batampos.co.id – Pemerintah telah menyelesaikan 51 peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, UU Cipta Kerja tersebut juga mengatur perlindungan dan peningkatan kesejahteraan pekerja atau buruh.

Sebagai aturan turunannya, terdapat 4 PP yang mengatur pelaksanaan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) serta menyempurnakan ketentuan mengenai waktu kerja, hubungan kerja, dan pemutusan hubungan kerja (PHK), serta pengupahan.

“Kami mengharapkan aturan ini dapat membantu menanggulangi dampak pandemi Covid-19 terhadap kesejahteraan para pekerja,” ungkapnya dalam keterangannya, Senin (22/2).

Selain itu, di dalam UU Cipta Kerja juga diperjelas dan dipertegas ketentuan mengenai penggunaan tenaga kerja asing (TKA) yang diperlukan hanya untuk alih keahlian/keterampilan dan teknologi baru. Di dalam UU Cipta Kerja diatur pula mengenai pelaksanaan investasi.

Airlangga mengungkapkan, kementerian atau lembaga terkait telah memperhatikan arahan Presiden RI Joko Widodo dalam menyusun peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja. Yaitu, untuk sungguh-sungguh memperhatikan masukan dari masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan melalui kegiatan serap aspirasi.

Dia mengklaim, telah dilakukan serap aspirasi melalui Portal resmi UU Cipta Kerja (https://uu-ciptakerja.go.id/). Seluruh draf RPP dan RPerpres telah diunggah di dalam portal resmi UU Cipta Kerja, dan masyarakat juga pemangku kepentingan lainnya telah memberikan masukan melalui portal tersebut.

“Masukan tersebut telah disampaikan kepada K/L untuk dibahas dalam penyusunan dan penyelesaian RPP dan RPerpres,” tuturnya.

Kemudian, ada tim serap aspirasi yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 332 Tahun 2020 yang beranggotakan para tokoh, akademisi, dan praktisi dengan berbagai latar keahlian sesuai kebutuhan. Tim Serap Aspirasi secara aktif telah melakukan kegiatan serap aspirasi publik, baik melalui webinar, rapat, dan pertemuan dengan berbagai unsur masyarakat, asosiasi, pelaku usaha, akademisi, LSM, dan pihak lainnya.

“Sampai 31 Januari 2021, Tim Serap Aspirasi telah mengumpulkan 238 aspirasi masyarakat yang terkait dengan 39 peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja dengan rincian poin sebanyak 2.585 poin,” jelasnya.

Kemenko Perekonomian bersama dengan K/L terkait juga telah melakukan kegiatan serap aspirasi ke 15 kota, antara lain Jakarta, Semarang, Palembang, Banjarmasin, Surabaya, Ternate, dan Manado. Kegiatan ini diikuti oleh berbagai elemen, yaitu unsur pemerintah dan instansi daerah, universitas, pelaku usaha, masyarakat, LSM, dan media.

Selain itu, ada juga Posko Cipta Kerja berkantor di Gedung Pos Lantai VI. Tugasnya menerima perwakilan masyarakat dan pihak-pihak terkait, baik yang meminta penjelasan tentang UU Cipta Kerja maupun yang memberikan masukan atas RPP dan RPerpres. Masukan dari Posko Cipta Kerja tersebut disampaikan kepada K/L untuk menjadi bahan pembahasan RPP dan RPerpres.

“Untuk makin memperkuat pembahasan RPP dan RPerpres UU Cipta Kerja, Pemerintah juga menunjuk juga Tim Ahli yang beranggotakan akademisi/pakar dan praktisi, dengan Prof Romli Atma Sasmita sebagai koordinatornya. Tim Ahli memberikan reviu atas draf RPP dan RPerpres yang disusun agar sesuai dan sejalan dengan tujuan UU Cipta Kerja,” ucapnya.

Airlangga menambahkan, PP dan Perpres yang telah disahkan sebagai aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja tersebut telah dapat dioperasionalkan atau diimplementasikan. Namun, K/L akan melakukan penyesuaian untuk petunjuk teknis pelaksanaan. Misalnya terkait SDM, anggaran, dan organisasi. Pengaturan teknis tersebut tidak akan mengganggu implementasi PP dan Perpres.

Sedangkan, terkait implementasi dalam Sistem OSS, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) saat ini tengah melakukan peningkatan sistem dan akan dapat berjalan sepenuhnya paling lambat 4 bulan setelah PP ditetapkan atau sekitar Juli 2021.

Kementerian Dalam Negeri juga telah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk penyiapan dan penyesuaian dalam pelayanan perizinan di daerah melalui Sistem OSS. Termasuk untuk penyiapan SDM, infrastruktur jaringan, perangkat pendukung, serta penyesuaian Peraturan Daerah (Perda) terkait.

“K/L terkait akan menyampaikan penjelasan detil atas masing-masing PP dan Perpres, serta akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat, pemangku kepentingan, dan juga media dalam waktu dekat ini,” pungkasnya.(jpg)

Update