batampos.co.id – Pemerintah memberikan target realisasi investasi yang luar biasa besar kepada Badan Pengusahaan (BP) Batam tahun ini, yakni Rp 25 triliun.
Target tahun ini jauh meningkat dibanding tahun lalu, dimana target BP Batam saat itu, hanya Rp 14 triliun. Dibandingkan dengan target saat ini, maka ada kenaikan sekitar 75 persen.
“Pemerintah memberikan target BP di 2021, realisasi investasi Rp 25 triliun. Sehingga salah satu upaya kami untuk mewujudkannya, yakni memangkas waktu pelayanan perizinan,” kata Deputi III BP Batam Anggota Bidang Pengusahaan, Sudirman Saad, Rabu (31/3/2021) seperti yang diberitakan Harian Batam Pos.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5/2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko, semua perizinan wajib menggunakan sistem online, serta terintegrasi dengan Online Single Submission (OSS) dan lama waktu pelayanan lima hari kerja.
Belum lama ini, BP Batam memangkas perizinannya dari yang semula harus disetujui di level Deputi atau Kepala BP Batam, maka saat ini hanya perlu disetujui sampai di level Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
“Semua perizinan nanti akan terintegrasi dengan Indonesia Batam Online Single Submission (IBOSS) dan persetujuan akhir ada di Direktur PTSP,” kata Sudirman Saad.
Adapun sejumlah perizinan yang sudah berbasis online dan akan terintegrasi dalam IBOSS yakni perizinan lahan, Land Management System (LMS) Online; perizinan usaha, Batam Single Window (BSW); perizinan lalu lintas barang, Sistem Informasi Keluar Masuk Barang (SIKMB); dan perizinan logistik, Batam Logistic Ecosystem (BLE).
“Perizinan lainnya yang masih manual akan dikembangkan dalam IBOSS Batam,” jelasnya.
Rencananya, semua perizinan yang tergabung dalam IBOSS akan diluncurkan Juni nanti, sembari peluncuran Online Single Submission (OSS) Risk Based Approach (RBA).
BP Batam menjadi salah satu partisipan yang bisa memanfaatkan OSS versi terbaru ini.
Dalam OSS ini, perusahaan ramah lingkungan akan mengurus izin usaha yang lebih sedikit. Sebaliknya, semakin tidak ramah lingkungan, semakin banyak izin yang akan diurus.
Pengembangan perizinan terintegrasi ini juga, merupakan langkah awal sebelum integrasi Badan Pengusahaan (BP) Batam, Bintan dan Karimun.
Dalam Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) Rencana Induk Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, Bintan dan Karimun (BBK), salah satu poinnya memuat mengenai insentif yang berkaitan dengan kemudahan perizinan dan non perizinan dalam pelaksanaan
proyek.
Misalnya, izin lokasi/penetapan lokasi, izin lingkungan, izin pinjam pakai kawasan hutan, izin mendirikan bangunan dan fasilitas fiskal dan non fiskal. Beberapa perizinan tersebut menjadi domain dari Pemerintah Kota (Pemko) Batam dan BP Batam.
Kembali pada realisasi investasi, salah satu investor yang sudah berkontribusi yakni Batam Slop & Sludge Treatment Centre (BSSTEC) di Jembatan Dua, Batam.
Secara keseluruhan, BSSTEC akan menginvestasikan Rp 7,2 triliun dananya di Batam, tapi akan dilakukan secara bertahap.
Tahap pertama, baru investasi Rp 1 triliun. Kemudian, BP Batam juga tengah berupaya agar tiga investor asing yang sempat berjanji menanamkan modalnya di Batam, yakni Sinopec, Koh Brothers, dan Great Wall Group Holding, segera memulai kegiatannya di Batam.
Dari Sinopec, total nilai investasi yang bisa diraup mencapai Rp 13 triliun. Sedangkan Koh Brothers, nilai investasinya mencapai 100 juta dolar Amerika, atau jika dikurskan ke Rupiah, menjadi Rp 14 triliun.
Selain itu, BP Batam juga tengah merayu perusahaan asal Jepang, yakni Hitachi Transport System (HTS). HTSÂ merupakan perusahaan logistik yang berbasis di Tokyo, Jepang, dengan aktivitas mencakup logistik dari hulu ke hilir, mulai dari supplier,
pergudangan, manajemen logistik berupa pembelian hingga pendistribusian, konsultan, dan kegiatan logistik lainnya.
Terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid, mengatakan, lambannya perizinan selama ini telah
diakomodir dengan baik, setelah munculnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41/2021 tentang KPBPB.
“Banyak keinginan dunia usaha di Batam yang diakomodir dalam PP ini. Di antaranya persoalan perizinan, kemudahan berusaha, dan peningkatan daya saing kawasan Free Trade Zone (FTZ) untuk bisa berkompetisi dengan kawasan-kawasan sejenis secara regional milik negara tetangga,” ucapnya.
Perizinan yang taktis dan singkat akan mendorong pengusaha dari negara lain menanamkan modal investasinya di Batam.
“Kami berharap mereka berbondong-bondong dan tidak ragu lagi untuk menanamkan investasinya di Batam dan di kawasan FTZ lainnya di Kepri,” tuturnya.
Ia juga mengetahui bahwa perizinan OSS Risk Based Approach (RBA) ini merupakan salah satu turunan dari mandat yang terdapat dalam PP 41/2021.
“Dari PP itu, maka waktu untuk penerbitan aturan turunannya hanya empat bulan setelah PP ini terbit, berarti di Juni ini. Dengan kata lain, PP ini mulai berjalan dan membawa dampak tahun ini juga. Kalau bisa jangan sampai menunggu Juni, upaya cepat bisa merasakan dampak positifnya,” jelasnya.
Bagi pengusaha di Batam dan juga untuk menarik minat investasi asing, harus ada kepastian hukum, penyederhanaan perizinan dan kecepatan pelayanan perizinan serta perbaikan infrastruktur
investasi.
“Jika ini dijalankan dengan baik setelah terbitnya PP ini saya yakin Kepri akan berdaya saing tinggi di kawasan regional sebagai daerah tujuan investasi,” harapnya.(jpg)