Sabtu, 20 April 2024

KPK Hentikan Kasus Korupsi BLBI dengan Tersangka Sjamsul Nursalim

Berita Terkait

batampos.co.id – Pintu untuk mengungkap dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) obligor bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim, tertutup. Sebab, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan keputusan penghentian penyidikan perkara tersebut.

Itulah SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) pertama yang diterbitkan KPK. Kewenangan menyetop penyidikan perkara tersebut tidak lepas dari revisi UU KPK pada 2019. Sebelumnya, sejak berdiri pada 2003, lembaga antirasuah tersebut tidak bisa menerbitkan SP3.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, penghentian penyidikan itu merujuk pasal 40 UU KPK. Di ayat 1 disebutkan, KPK dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan perkara (surat perintah penghentian penyidikan/SP3) yang tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 tahun.

’’Penghentian penyidikan ini sebagai bagian adanya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum,’’ kata Alex, Kamis (1/4).

KPK mulai menyelidiki kasus dugaan korupsi penerbitan SKL obligor BLBI itu sejak 2013. Lalu, pada Maret 2017, KPK mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. Dalam perkara itu, Sjamsul merupakan pemegang saham pengendali (PSP) Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), obligor BLBI.

Sejak 9 Agustus 2018, KPK melakukan penyelidikan proses pemenuhan kewajiban pemegang saham BDNI selaku obligor BLBI kepada BPPN tersebut. Kemudian, pada 13 Mei 2019, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan dengan tersangka Sjamsul dan istrinya dengan bukti permulaan yang cukup dari hasil pengembangan penanganan penyidikan Syafruddin. Kerugian negara dalam perkara tersebut Rp 4,58 triliun.

Di sisi lain, pada 9 Juli 2019, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi Syafruddin yang isinya membatalkan putusan banding Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. MA juga menyatakan bahwa perbuatan Syafruddin sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK bukan suatu tindak pidana. Syafruddin pun dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging).

Jaksa eksekutor KPK kemudian melaksanakan putusan itu dengan mengeluarkan Syafruddin dari rumah tahanan negara (rutan) KPK pada 9 Juli 2019. Kemudian, pada 17 Desember 2019, KPK mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi tersebut. Namun, 16 Juli 2020, permohonan PK ditolak dengan alasan yang sama: perbuatan Syafruddin bukan suatu tindak pidana.

’’Maka, KPK meminta pendapat dan keterangan ahli hukum pidana yang pada pokoknya disimpulkan bahwa tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh KPK (setelah putusan PK, Red),’’ ungkap Alex.

Dari putusan itu, KPK berkesimpulan syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam penyidikan Sjamsul dan istrinya tidak terpenuhi. ’’Tersangka SN (Sjamsul Nursalim) dan ISN (Itjih) berkapasitas sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan SAT (Syafruddin) selaku penyelenggara negara,’’ imbuh Alex.

Meski berstatus tersangka, Sjamsul dan Itjih tidak pernah memenuhi panggilan KPK. Keduanya berada di luar negeri. KPK sudah memanggil Sjamsul dan Itjih sebanyak tiga kali, yakni pada Oktober 2018 selama dua kali dan Desember 2018. Bahkan, KPK memasukkan keduanya dalam daftar pencarian orang (DPO) alias buron.

Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, penghentian penyidikan kasus Sjamsul Nursalim dan istrinya tidak bisa dilepaskan dari dampak revisi UU KPK. Menurut dia, kewenangan KPK menghentikan penyidikan itu difasilitasi oleh UU yang baru tersebut. ’’Kami secara tegas menolak penghentian penyidikan ini,’’ kata Kurnia.

Menurut Kurnia, KPK sejauh ini belum melakukan upaya maksimal dalam penanganan kasus BLBI. Sebab, sampai saat ini KPK belum memeriksa Sjamsul dan istrinya. Padahal, KPK bisa melakukan upaya pencarian dan penangkapan paksa jika Sjamsul dan istrinya tidak kooperatif memenuhi panggilan.

’’Jadi, ada upaya-upaya lain yang sebenarnya masih bisa dilakukan (sebelum memutuskan SP3),’’ tegasnya.(jpg)

Update