Jumat, 29 Maret 2024

Eks Pejabat Kemensos Minta Fee Rp 1,5 Miliar kepada Penyuap Bansos

Berita Terkait

batampos.co.id – Direktur Utama PT. Tigapilar Argo Utama Ardian Iskandar Maddanatja mengaku diminta uang senilai Rp 1,5 miliar oleh mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso. Permintaan itu disampaikan melalui seorang bernama Nujulia Hamzah.

Permintaan fee itu terkait pengadaan paket sembako untuk tahap sembilan. Dia mengaku, menyerahkan fee itu melalui Nujulia. “Saya sampaikan kepada pak Joko saya tidak tahu menahu tentang fee, yang saya tahu saya serahkan sukses fee itu ke Nujulia Hamzah. Masalah Nujulia ada yang ke Pak Joko saya harus tanyakan dulu,” kata Ardian saat menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (12/4).

Mendengar pernyataan Ardian, Ketua Majelis Hakim kemudian menelisik pemintaan fee itu. “Apakah saudara menghubungi Nujulia terkait sukses fee kepada Matheus Joko?” cecar Hakim.

“Kalau nggak salah dari situ, malam harinya saya ketemuan di Jalan Wijaya Jakarta Selatan. Memang ada permintaan pak Joko, tapi dia bilang akan diskusikan dulu internal, tapi saya nggak paham diskusi internal itu,” beber Ardian.

Direktur Utama PT. Tigapilar Argo Utama Ardian Iskandar Maddanatja menjalani sidang pemeriksaan terdakwa secara daring yang digelar di PN Tipikor Jakarta, Senin (12/4). (Muhammad Ridwan/ JawaPos.com)

Dia mengaku, diminta total uang senilai Rp 1,5 miliar. Tetapi saat itu dia menyampaikan tidak punya uang miliaran rupiah itu.

“Sebetulnya Nujulia minta total Rp 1,5 miliar tapi saya belum punya, saya bermasalah dengan buku tabungan saya hilang. Jadi saya hanya bisa bayar Rp 200 juta,” ungkap Ardian.

Hakim lantas menelisik soal pemberian uang Ardian ke Matheus Joko Santoso yang menjabat sebagai PPK Kemensos. “Apakah menyerahkan ke Matheus Rp 800 juta?,” telisik Hakim.

“Iya, jadi sperti ini yang mulia, awalnya yang Rp 200 juta itu katanya di transfer ke saya tapi nggak masuk-masuk ternyata salah nama dia transfer ke rekening orang dari mandiri ke BCA, setelah diperbaiki besoknya baru masuk,” ucap Ardian. “Jadi 800 juta ke Matheus betul?,” tanya Hakim.

“Saya diinstruksikan yang 200 sudah maauk belum, hari kedua ternyata masuk, uang yang Rp 600 kemudian digabungkan, kemudian saya diminta serahkan ke Pak Joko,” beber Ardian.

Dia lantas menyebut, komitmen fee untuk tahap sembilan senilai Rp 200 juta. Sementara untuk Rp 600 juta untuk pengadaan paket bansos tahap 10. “Jadi komitmen fee untuk tahap sembilan itu Rp 800 juta?,” tanya lagi Hakim.

“Bukan yang mulia, yang tahap sembilan itu hanya Rp 200 juta. Rp 600 juta itu karena surat sudah keluar pada tahap 10 yaitu 50 ribu paket,” tandas Ardian.

Dalam persidangan ini, Direktur Utama PT Tigapilar Argo Utama Ardian Iskandar Maddanatja dan konsultan hukum Harry Van Sidabukke didakwa menyuap mantan Menteri (Mensos) Juliari Peter Batubara dengan total Rp 3,2 miliar. Suap tersebut diduga untuk memuluskan penunjukan perusahaan penyedia bantuan sosial (bansos) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) tahun anggaran 2020.

Harry diduga memberikan suap senilai Rp 1,28 miliar kepada Juliari. Sedangkan Ardian diduga memberi suap sebesar Rp 1,95 miliar.

Pemberian suap dari dua terdakwa yakni Harry Van Sidabuke dan Ardian Iskandar Maddanatja dilakukan secara bertahap. Uang suap itu diduga mengalir ke dua PPK bansos Kemensos untuk periode Oktober- Desember 2020, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso. Uang diberikan untuk pengadaan bansos periode berbeda.

Harry diduga memberikan uang untuk memuluskan mendapatkan paket pengadaan bansos sebanyak sebanyak 1.519.256 paket. Pengadaan paket itu dilakukan melalui PT Pertani (Persero) dan melalui PT Mandala Hamonangan Sude.

Sedangkan Ardian diduga memberikan uang itu agar mendapatkan penunjukan pengadaan paket bansos melalui PT Tigapilar Agro Utama. Paket bansos tersebut untuk tahap 9, tahap 10, tahap komunitas dan tahap 12 sebanyak 115 ribu paket.

Harry dan Ardian didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.(jpg)

Update