batampos.co.id – Travel bubble antara Nongsa (Indonesia)-Singapura dan Bintan-Singapura yang awalnya akan dibuka mulai 21 April 2021 diundur menjadi 7 Mei 2021.
Bahkan, rencananya bisa mundur lagi menjadi Agustus 2021 karena memperhatikan kasus Covid-19 di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang mengalami peningkatan drastis dalam beberapa waktu belakangan ini.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid, sangat menyayangkan penundaan pembukaan travel bubble yang sudah direncanakan dengan matang oleh pelaku usaha akibat meningkatnya kasus Covid-19 di Kepri.
Penundaan itu, tentunya akan memperparah kondisi pelaku usaha yang berada di sektor pariwisata dan sejenisnya.
”Kemungkinan akan semakin banyak lagi hotel yang akan mengurangi tenaga kerjanya, sehingga akan menambah jumlah pengangguran,” ungkap Rafki, Rabu (21/4/2021) seperti yang diberitakan Harian Batam Pos.
Ia mengaku tidak yakin travel bubble akan bisa dibuka kembali pada Juni 2021 mendatang jika dilihat dari fluktuatif penyebaran Covid-19 di Kepri.
Selain itu, saat ini, ia juga melihat banyaknya masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan (protkes).
Ditambah program vaksinasi dari pemerintah yang dinilai lambat karena adanya penolakan dan sebagainya dari sebagian masyarakat.
”Maka, melihat kondisi ini kita pesimistis travel bubble ini akan bisa berjalan dalam waktu dekat,” tuturnya.
Meski demikian, ia juga sangat berharap travel bubble ini bisa segera dibuka dengan memberi keyakinan kepada pemerintah Singapura bahwa penyebaran Covid-19 di Kepri dapat dikendalikan.
Sebab, saat ini industri pariwisata semakin terpuruk dengan adanya pembatasan-pembatasan aktivitas masyarakat yang terus berlangsung sampai dengan saat ini.
”Kita berharap masyarakat menjalankan disiplin yang tinggi dalam menerapkan protokol kesehatan. Tanpa adanya kerja sama dari masyarakat, mustahil Covid-19 akan segera bisa dikendalikan,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pariwista, Buralimar, juga mengatakan, kunjungan wisata ke Kepri sejak pandemi Covid-19 terjun bebas hingga ke angka 85 persen penurunannya.
Efek dominonya begitu besar. Sektor pariwsata dan usaha terkait, seperti hotel dan restoran yang selama ini mengandalkan tamu asing, kini semakin terpuruk.
Bahkan, jika program travel corridor ini mundur terus, bisa
berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di sektor pariwisata.
“Iya, jika sampai tidak buka pada Juni, bisa banyak hotel tutup dan terjadi PHK. Tentunya kami tak ingin hal itu terjadi. Maka, kami berharap program travel corridor ini tetap dibuka,” ujar Buralimar.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Batam, Ardiwinata, berharap pembukaan pintu masuk wisman tak mundur lagi.
Ia tetap yakin ujicoba di Batam, Bintan, dan Bali tetap dilakukan Mei mendatang. Karena itu, perlu persiapan yang matang untuk menjamin kenyamanan wisatawan asing (wisman) selama menikmati liburan di Batam.
Mengenai kondisi Batam yang kembali diwarnai zona merah, Ardi mengatakan untuk pergerakkan Covid-19 itu fluktuatif.
Ia tetap optimistis hal ini segera berakhir dan kembali ke zona hijau. Untuk itu, penerapan protokol kesehatan itu penting untuk diterapkan.
”Tentu nanti kita tidak asal buka saja, karena itu kan mempertaruhkan kesiapan kita juga. Makanya kalau sudah benar-benar ready kita baru buka,” terangnya.
Ardi menambahkan, sektor pariwisata merupakan salah satu penyumbang terbesar untuk PAD (pendapatan asli daerah). Lebih dari 25 persen pendapatan diraih dari sektor wisata.
Untuk itu, pemulihan pariwisata ini sangat penting dan perlu percepatan.(jpg)