batampos.co.id – Ulah para petugas rapid test antigen di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara (Sumut), ini sungguh keterlaluan. Mereka menggunakan alat rapid test antigen bekas kepada para calon penumpang pesawat. Untung, aksi mereka bisa dibongkar jajaran Polda Sumut.
Kasus itu terungkap setelah polisi menggerebek lokasi layanan rapid test antigen di Bandara Kualanamu pada Selasa (27/4). Penggerebekan diawali penyamaran seorang petugas kepolisian.
Saat itu, polisi tersebut mendaftar sebagai calon penumpang yang hendak mengikuti rapid test antigen. Setelah antre, polisi masuk ke ruang pemeriksaan. Petugas medis lantas memasukkan alat tes rapid antigen ke lubang hidungnya. Polisi tersebut kemudian menunggu 10 menit. Hasilnya, anggota Polda Sumut itu dinyatakan positif Covid-19.
Saat itulah polisi beraksi. Para petugas laboratorium dikumpulkan dan polisi melakukan pemeriksaan menyeluruh di lokasi. Dalam pemeriksaan itu, polisi menemukan alat tes antigen bekas, tetapi digunakan lagi alias didaur ulang. Peralatan bekas tersebut diduga berupa alat yang dimasukkan ke hidung. Alat itu dicuci setelah dipakai untuk digunakan kepada pasien berikutnya.
Polisi mengamankan sejumlah petugas laboratorium serta beberapa barang bukti ke Mapolda Sumut. Antara lain, ratusan alat rapid test bekas yang sudah dicuci dan dimasukkan ke kemasan serta ratusan alat pengambil sampel rapid antigen yang belum digunakan.
’’Subdit IV Tipiter Ditreskrimsus Polda Sumut sedang mendalami kasus ini. Sembilan orang telah dimintai keterangan, yakni enam petugas medis dan tiga calon penumpang pesawat,” kata Kabidhumas Polda Sumut Kombespol Hadi Wahyudi di Mapolda Sumut kepada Sumut Pos, Rabu (28/4).
Polda Sumut juga menyita alat-alat medis, cotton bud untuk rapid test, mesin printer, dan alat input data. Dia menjelaskan, penyamaran dan penggerebekan dilakukan karena polisi mendapat laporan dari masyarakat. Ada yang mengeluhkan akurasi hasil tes antigen di Bandara Kualanamu. Seperti diketahui, rapid test antigen menjadi salah satu syarat perjalanan udara.
Soal motif, modus, pasal-pasal yang dipersangkakan, dan sebagainya, lanjut Hadi, akan disampaikan setelah penyidik merampungkan pemeriksaan. ’’Semuanya sedang didalami. Jadi, inisial nama-nama pelaku belum bisa disampaikan. Yang pasti, semua yang terlibat di Bandara Kualanamu akan diperiksa,’’ ungkapnya.
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi mengecam tindakan oknum petugas medis di Bandara Kualanamu. Edy menyebut ulah oknum-oknum tersebut tidak manusiawi. Mereka mencari keuntungan di tengah pandemi Covid-19. ’’Itu oknum. Oknum yang punya mental tak baik, akhlak yang jelek. Dalam kondisi kita sedang sulit, dia bukan malah membantu. Malah merusak dan ini sudah ditangani oleh Polda Sumut,’’ katanya menjawab wartawan di Aula Tengku Rizal Nurdin kemarin.
Bila akhirnya terbukti, Edy berharap pihak kepolisian memberikan hukuman seberat-beratnya. ’’Agar membuat jera terhadap orang-orang miring, mentalnya sangat tak baik,’’ ujarnya. Dia juga meminta maaf kepada seluruh masyarakat atas kejadian tersebut.
Mantan Pangkostrad itu mengaku lengah karena percaya seluruh petugas telah bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. ’’Saya minta maaf. Itu kelengahan saya. Saya pikir semua sudah bekerja sesuai tugasnya dengan baik, tapi ada yang memanfaatkan kesempatan tersebut,’’ ucapnya seperti dilansir Sumut Pos.
Sementara itu, PT Kimia Farma melakukan investigasi bersama dengan Direktorat Reskrimsus (Ditreskrimsus) Polda Sumut. ’’PT Kimia Farma Tbk melalui cucu usahanya, yaitu PT Kimia Farma Diagnostik, tengah melakukan investigasi bersama dengan aparat penegak hukum,’’ kata Direktur Utama PT Kimia Farma Diagnostik Adil Fadilah Bulqini dalam keterangan tertulisnya kemarin (28/4).
Menurut Adil, pihaknya mendukung sepenuhnya proses penyelidikan kepada oknum petugas layanan rapid test Kimia Farma Diagnostik Bandara Internasional Kualanamu. Dia juga menyebut bahwa tindakan itu sangat merugikan perusahaan. Tindakan oknum petugas layanan rapid test tersebut sangat bertentangan dengan SOP (standard operating procedure) perusahaan. ’’Apabila terbukti bersalah, maka para oknum petugas layanan rapid test tersebut akan kami beri tindakan tegas dan sanksi yang berat sesuai ketentuan yang berlaku,’’ jelasnya.
Terpisah, Jubir Satgas Penanganan Covid-19 Sumut dr Aris Yudhariansyah mengimbau warga yang ingin rapid test antigen untuk berhati-hati atas pemakaian alat bekas. ’’Pertama, periksalah di tempat yang representatif dan legal. Kedua, kita wajib tahu proses pemeriksaan swab antigen. Jadi kalau pengambilan sampel antigen itu hasilnya dibawa ke belakang, itu wajib dicurigai,’’ kata Aris.
Hasil rapid antigen, sebut Aris, tidak perlu dibawa ke belakang kerena prosesnya cepat. Warga yang mau rapid test harus teliti. Kalau petugas tidak berkenan, warga yang ingin tes wajib curiga. ’’Ada beberapa SOP yang perlu diperhatikan warga. Harus ada pemeriksaan fisik kepada pasien. Kemudian, melakukan swab dengan catatan harus melihat alat yang digunakan adalah baru. Lalu, operator atau pengambil sampel harus dilengkapi APD,’’ sebutnya.
Untuk memastikan alat rapid test itu baru atau tidak, Aris meminta agar alat-alat tersebut dibuka dari kemasan di depan pasien. ’’Alat rapid itu kan terbungkus. Kalau sudah disobek, ya bekas. Jadi, perhatikan jangan sampai bungkusnya sobek karena semua itu seharusnya terbungkus plastik. Masyarakat harus tetap selektif,’’ pesannya.
Pemakaian rapid test antigen bekas tentunya tidak lagi memiliki akurasi. Sebab, alat skrining tersebut dirancang hanya untuk sekali pakai. ’’Jadi, bisa aja yang muncul hasil (pemeriksaan) yang pertama. Tapi, kita nggak tahu tujuannya menggunakan itu, berarti mau bohong-bohong. Apalagi kalau digunakan berulang. Itu keterlaluan namanya,” tegasnya.
Kasus tersebut juga disoroti anggota Komisi IX DPR yang membidangi kesehatan. “Kami minta aparat hukum memberikan sanksi seberat-beratnya bagi siapa saja yang terlibat,” tegas Wakil Ketua Komisi IX Emanuel Melkiades Laka Lena kemarin.
Melki menegaskan, kejadian itu tidak boleh ditoleransi. Penggunaan alat tes antigen bekas berarti menimbulkan risiko penularan lebih besar. Penumpang yang menggunakan alat antigen bekas itu bisa jadi tertular virus dari alat yang tidak higienis. Melki khawatir hal itu justru memunculkan klaster baru. “Harus dipastikan bahwa semua orang yang melalui tes tersebut dites kembali, terutama apakah mereka tertular melalui pemakaian antigen bekas,” tegas Melki.
Otoritas bandara juga harus memastikan apakah hal serupa terjadi di bandara lain. Tidak menutup kemungkinan kecurangan seperti ini juga terjadi di tempat tes lain, baik dengan modus sama atau berbeda.(jpg)