batampos.co.id – Suasana Ramadan di kawasan Rusia tahun ini kembali semarak. Tidak seperti tahun lalu yang sepi karena pandemi Covid-19, pada Ramadan kali ini pemerintah Rusia memperbolehkan masyarakat Muslim untuk membuka Masjid dan melaksanakan kegiatan buka bersama.
“Di Dagestan, di setiap masjid di tiap kota, ada tempat untuk berbuka puasa gratis juga untuk sahur. Misalnya di Makhachkala, Ibu kota Dagestan, itu setiap hari di Masjid Jami buka puasa sekitar 700 orang. Kemudian, apalagi sekarang setiap hari tiap kota, ada acara iftar yang besar, itu lebih besar dari acara iftar di masjid. Dan orangnya kumpul di stadium, buka puasa bersama, ada sekitar 2 hingga 3 ribu orang,” ungkap Arif Sultan Magomedov, seorang muslim asal Dagestan, Rusia, kepada Antara, Senin (3/5).
Dia mengungkapkan bahwa pada Ramadan tahun ini, masjid-masjid di Rusia kembali meriah. Menurut dia, Dagestan yang merupakan kawasan mayoritas muslim, menjadi pusat kegiatan ke-Islaman ketika Ramadan.
“Di Dagestan, ada bangunan masjid yang luas, dengan area lebih 35 hektar. Di masjid itu, ada buka puasa untuk orang yang kerja di sana, turis maupun mahasiswa. Setiap hari ada sekitar seribu orang yang ada di sana. Nah, di masjid itu, bukan hanya Ramadan saja menyiapkan makan untuk pengunjung. Setiap hari ada sajian makanan, silakan orang datang makan untuk gratis,” kata Magomedov yang pernah kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Maliki Ibrahim Malang itu.
Magomedov mengisahkan, Muslim di Dagestan senang memberi takjil di jalan-jalan bagi mereka yang membutuhkan. “Beberapa waktu lalu, saya sedang melakukan perjalanan dari Makhachkala menyusuri beberapa kampung. Nah, waktu ifthar kurang dari 10 menit, itu di jalan di mana-mana banyak orang yang memberi kurma atau air, untuk berbuka bersama.”
Kisah Islam di Rusia memang unik. Amy Maulana, mahasiswa doktoral di Volgograd State University Rusia, mengungkapkan betapa ia menikmati kehidupan umat Islam di negeri itu.
“Islam di Rusia itu merupakan agama terbesar setelah Kristen Ortodox. Jumlahnya ada sekitar 30 juta dari total penduduk Rusia, kemudian terdiri dari 40 kelompok etnis muslim yang tersebar dari kawasan Rusia,” katanya.
Dia menambahkan bahwa Islam di Rusia secara umum ahlussunnah, sebagian besar bermadzhab Hanafi. “Nah, khusus di kawasan Kaukasia Utara bermadzhab Syafii, yang mirip di Indonesia. Kemudian, berkembang juga tarekat Naqsyabandiah di kawasan Kaukasia Utara. Mereka ini bukan imigran dari Timur Tengah, tapi dari muslim dari nenek moyang mereka,” jelas Amy, yang merupakan Ketua PCI Nahdlatul Ulama Federasi Rusia dan Eropa Utara (FREU).
Amy menjelaskan bahwa saat ini di Rusia, kehidupan sudah mulai berlangsung normal kembali. “Pemerintah Rusia sudah mempersilakan komunitas muslim untuk melaksanakan ibadah, tidak ada halangan atau karantina dan sebagainya. Namun, di tempat umum semisal di Universitas, harus menggunakan masker. Begitu pula di kendaraan umum wajib pakai masker. Di Rusia sekarang ini, saya sudah jarang melihat orang pakai masker. Mungkin ini karena faktor semakin turunnya kasus Covid-19 di Rusia dan juga gencarnya vaksinasi Sputnik,” jelasnya.
Menurut Amy, Ramadan menjadi ruang untuk berkumpul dengan teman-teman muslim dari lintas negara. “Relasi komunitas muslim Indonesia dengan muslim Rusia sangat dekat, semisal di kota-kota seperti Kazan, teman-teman sering ikut acara buka puasa bersama. Kita dekat dengan teman-teman muslim yang berasal dari Asia Tengah, semisal Turkmenistan, Uzbekistan, Tajikistan, Kirgistan dan sebagainya. Kita juga dekat dengan muslim Rusia dari berbagai etnis di sini,” ungkapnya.
Dia menambahkan, mahasiswa Muslim dari berbagai negara Afrika dan Asia juga menjadikan momentum buka bersama untuk saling mengenal. “Kita juga sering buka puasa bersama, yang menjadi momen spesial, karena kita bertemu dengan beberapa rekan dari berbagai negara di dunia, yang mayoritas muslim. Seperti teman-teman dari Senegal, Mali dan beberapa negara Arab, semisal Palestina, Suriah, Mesir, Irak, Iran, Yordania, itu semua kita kumpul. Termasuk teman-teman dari India, Pakistan dan Malaysia,” sebutnya.
Di tengah kehidupan komunitas Muslim Rusia, Amy menjelaskan bahwa diaspora muslim Indonesia juga ikut memberi kontribusi. “Kami juga mengajar mengaji di sini, Alhamdulillah ada beberapa teman santri yang sedang belajar di sini, dekat dengan beberapa mufti, baik dari Tatarstan. Juga mengajar mengaji di beberapa kota di Rusia,” beber Amy.
Amy yang juga Pengurus Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Rusia itu menjelaskan diaspora Muslim Indonesia sering melakukan kunjungan ke beberapa sekolah mengajarkan Islam dan budaya asal tanah air.
“Kebetulan, ada satu anak Indonesia yang pernah juara MTQ, dan di sini kemudian ikut mengajar mengaji. Alhamdulillah, bisa bermanfaat di Rusia. Jadi kami mengajar mengaji anak-anak Rusia juga. Beberapa kali, saya dan teman-teman mengunjungi sekolah-sekolah dan berbagi cerita, bagaimana Indonesia, juga kami mendengarkan anak-anak mengaji. Di sini juga ada madrasah hafalan al-Quran, baik di kota Kazan ataupun di kawasan Kaukus utara,” katanya.
Inamul Hasan, mahasiswa Indonesia di Rusia, punya kisah menarik tentang komunitas muslim di negeri itu. Ia mengaku muslim Rusia menganggap orang-orang Indonesia sebagai saudara.
“Tradisi mereka, selain karena masih minoritas, persaudaraan di antara mereka sangat kental. Terutama orang Selatan, yakni komunitas muslim terbesar di Rusia. Kalau Anda punya satu saja seorang kawan dari Selatan, dan Anda, misal bertemu mereka di jalan atau di tempat umum maka, semua anggota kelompok mereka akan sama menyambut Anda sebagai teman,” bebernya.(antara)