Jumat, 29 Maret 2024

Ortu Bebas Memilih Anak Ikut PTM atau PJJ

Berita Terkait

batampos.co.id – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menegaskan sikap pemerintah pusat mengenai pembelajaran tatap muka (PTM). Sekolah di daerah PPKM level 1–3 harus memberikan opsi PTM.

Namun, bila memang terjadi klaster penularan, sekolah harus ditutup.

”Kalau ada klaster, kami akan langsung mengambil sikap yang sangat keras pada sekolah-sekolah dan kepala dinas kalau sekolah nggak menerapkan protokol kesehatan dengan baik,” katanya ditemui setelah mengunjungi kompleks Candi Muaro Jambi, Jambi, kemarin (22/9).

Menurut dia, mayoritas masyarakat menginginkan anak-anaknya kembali ke sekolah. Ditambah munculnya berbagai dampak negatif dari pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berkepanjangan. Mulai learning loss hingga psikologis anak yang terganggu.

PTM, kata Nadiem, sejatinya bukan hal baru. Sebelum varian Delta menyebar, 30 persen sekolah sudah melaksanakan PTM. Karena itu, momentum kasus positif lebih rendah dari sebelumnya sekarang ini menjadi waktu yang tepat untuk mengakselerasi PTM terbatas dengan protokol kesehatan ketat. ”Kalau nggak mulai dari sekarang, mau kapan? 1,5 tahun lagi? Nggak mungkin kan, anak-anak sudah kehilangan pembelajaran,” ungkapnya.

Kendati demikian, Nadiem menekankan bahwa kebijakan itu bersifat tidak memaksa. Keputusan tetap berada di orang tua untuk mengirimkan anaknya kembali ke sekolah atau meneruskan PJJ. Yang jelas, sekolah wajib memberi opsi PTM terbatas bila PPKM di wilayahnya berada di level 1–3. ”Orang tua dan murid punya kemerdekaan untuk memilih,” tegasnya.

Sementara itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyatakan, untuk mencegah Covid-19 di sekolah, prokes harus ketat. ”Dari pemantauan langsung yang saya lakukan di sejumlah sekolah di berbagai daerah, pelanggaran PTM terbanyak adalah pada penggunaan masker,’’ katanya.

Selain itu, untuk mencegah penularan Covid-19 di lingkungan sekolah, vaksinasi anak-anak usia 12–17 tahun harus dipercepat. Dia mengatakan, pemerintah pusat maupun daerah harus memastikan tingkat vaksinasi di sekolah mencapai minimal 70 persen dari total populasi.

Retno menegaskan, vaksinasi untuk guru dan tenaga kependidikan saja tidak cukup. Sebab, rata-rata di setiap sekolah, jumlah guru dan tenaga kependidikan hanya 10 persen dari total populasi.

Retno menambahkan, berdasar survei KPAI yang dirilis Agustus 2021, vaksinasi anak didominasi di Pulau Jawa saja. ’’Itu pun lebih menyasar anak-anak di perkotaan,’’ jelasnya.

Sejauh ini sasaran vaksinasi untuk kelompok usia 12 hingga 17 tahun adalah 26.705.490 anak. Sayang, baru 12,77 persen atau sekitar 3.409.310 anak dalam rentang usia itu yang sudah divaksin pertama. Lalu, yang telah menjalani vaksinasi kedua 8,80 persen atau 2.350.396 anak.(jpg)

Update