batampos.co.id – Kewajiban menjalani karantina lima hari bagi wisman yang ingin berkunjung ke Bali dan Kepri dianggap terlalu berat. Syarat tersebut dinilai bisa menghambat pertumbuhan demand pariwisata. Hal itu disampaikan Ketua Umum Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno.
”Negara-negara lain juga masih memberlakukan karantina untuk wisman yang pulang. Jadi, ini masih menjadi penghambat demand traveler,” ujarnya Kamis (14/10).
Pauline menilai, kewajiban karantina selama lima hari akan menjadi pertimbangan khusus bagi calon wisman. Sebab, hal tersebut akan menambah durasi traveling dan cost.
”Ada baiknya dipertimbangkan Vaccinated Travel Lane (VTL) seperti di Singapura atau Reciprocal Travel Corridor Arrangement, agar wisman tidak perlu karantina. Di Singapura, ketika dibuka tambahan delapan negara tanpa karantina, website langsung down saking banyaknya konsumer yang excited,” tambah Pauline.
Epidemiolog dan peneliti Global Health Security and Pandemic dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan, semua keputusan pada dasarnya memiliki sisi plus dan minus. Tidak ada nol risiko, termasuk dalam penentuan lima hari karantina.
Dicky menyebut, sudah ada beberapa penelitian yang dilakukan oleh Selandia Baru untuk mengetes panjang skrining karantina untuk pelaku perjalanan dengan 5 hari, 7 hari, 10 hari, dan 14 hari.
’’Terbukti skrining dengan karantina lima hari itu punya tingkat kebobolan 25 persen,” jelas Dicky kepada Jawa Pos, Kamis (14/10).
Apalagi, kata Dicky, penelitian membuktikan bahwa ada jeda waktu di mana tes PCR umumnya efektif dilakukan pada hari kelima dan keenam dari infeksi. Jurnal Annals of Internal Medicine (ACP Journals) menyebut, selama empat hari pertama infeksi, kemungkinan false negatif PCR masih tinggi.
Dari hari pertama sampai kelima, di mana biasanya gejala mulai timbul, kemungkinan false negatif menurun dari kisaran 100 persen pada hari pertama menjadi 67 persen pada hari keempat. Ini pun masih menyisakan 33 persen kemungkinan false negatif.
’’Ini masih jumlah yang cukup besar,” kata Dicky. Idealnya, pada hari pertama hingga kelima wisatawan menjalani karantina, kemudian tes PCR pada hari keenam dan hari ketujuh, wisatawan bisa beraktivitas di luar ruangan.
Hal itu tidak akan sepenuhnya mengurangi kesenangan wisatawan tersebut. ’’Karena dia tetap bisa menikmati liburannya di hotel tempat karantina, makanannya masih dikirim. Kemudian dia bisa beraktivitas di pantai atau di lingkungan hotel yang sudah ditentukan dan dijaga,” jelas Dicky.
Pada prinsipnya, lanjut Dicky, perlu dilakukan percobaan dan penelitian lebih lanjut sampai pemerintah Indonesia menemukan formulasi yang benar-benar efektif dan cocok diterapkan di situasi tersebut. (jpg)