batampos.co.id – Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan seseorang yang menghasilkan antibodi setelah terinfeksi Covid-19 kemungkinan akan kebal dari virus hingga setengah tahun atau enam bulan.
Sebuah studi itu diteliti oleh para ilmuwan dari University of Michigan memeriksa lebih dari 100 peserta yang telah terinfeksi virus Korona hingga enam bulan setelah mereka pertama kali dinyatakan positif mengidap penyakit tersebut.
Sebagian besar peserta hanya mengalami gejala ringan, seperti sakit kepala, suhu menggigil dan perubahan rasa dan bau. Namun, tiga orang terinfeksi Covid-19 yang parah dan dirawat di rumah sakit untuk menerima perawatan medis.
Setiap peserta ternyata memiliki antibodi dalam sistem mereka pada pemeriksaan check-up dan antibodi spike dan nukleokapsid ditemukan pada 90 persen kelompok. Penulis senior Profesor Charles Schuler mengatakan ada anggapan bahwa hanya mereka dengan sakit Covid-19 yang parah yang menghasilkan respons antibodi yang kuat terhadap infeksi. Nyatanya, infeksinya ringan pun bisa memiliki antibodi.
“Kami menunjukkan bahwa orang dengan serangan ringan Covid-19 tetap memiliki antibodi, dan menyimpannya,” katanya seperti dilansir dari diabetes.co.uk, Senin (18/10).
Peserta dalam uji coba terdiri dari profesional kesehatan dan individu lain yang terpapar Covid-19. Sepanjang tahap awal penilaian, tidak ada peserta yang menghasilkan antibodi yang terinfeksi ulang, sedangkan infeksi ulang terjadi pada 15 orang yang tidak menghasilkan antibodi.
Tim akademisi juga menemukan bahwa kemampuan antibodi untuk melawan virus tidak berubah secara substansial yaitu tiga bulan dan enam bulan setelah infeksi awal. Peneliti dr James Baker mengatakan beberapa penelitian menunjukkan antibodi terhadap Covid-19 berkurang seiring waktu, temuan ini memberikan bukti prospektif yang kuat untuk kekebalan jangka panjang bagi mereka yang menghasilkan respons kekebalan terhadap infeksi ringan.
Analisis sebelumnya telah mengidentifikasi bahwa individu yang belum divaksin ganda berisiko dua kali lebih besar terinfeksi Covid-19 lagi. Akan tetapi peneliti mengingatkan bahwa alasan penelitian ini jangan dijadikan dalih bagi mereka enggan untuk vaksinasi.
“Saya tidak merekomendasikan mengutip penelitian ini sebagai alasan untuk tidak divaksinasi,” kata Profesor Schuler.
“Vaksinasi mengurangi penularan, risiko rawat inap dan kematian akibat Covid-19, tanpa infeksi yang sebenarnya,” tambahnya.
Menurutnya mencapai kekebalan alami dengan menunda vaksinasi demi infeksi tidak layak melalui ketidaknyamanan, risiko untuk diri sendiri dan risiko orang lain. Seluruh studi penelitian sekarang dapat diakses di jurnal ‘Microbiology Spectrum’. (*/jpg)