batampos.co.id – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Batam angkat suara terkait pembatalan 40 sertifikat tanah dari program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Sambau, Nongsa, oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjungpinang, tahun lalu.
Kepala BPN Batam, Makmur A Siboro, mengatakan, persoalan ini berasal dari ketidakjujuran masyarakat yang mendapatkan sertifikat atas lahan seluas 2,3 hektare tersebut dari BPN Batam.
Ketidakjujuran itu semakin melekat, karena ketika putusan sudah inkrah, tidak ada lagi perlawanan dari masyarakat yang memegang sertifikat program PTSL tersebut.
”Kalau yang dibatalkan itu sebelumnya jujur, maka harus komplain. Dipertahankan tanahnya,” kata Makmur, saat bersilaturahmi ke redaksi Batam Pos, Jumat (22/10/2021).
Sejatinya, Makmur mengungkapkan bahwa persoalan tersebut terjadi bukan karena adanya human error, melainkan, karena ketidakjujuran.
”Ini masalah kejujuran orang yang memohonkan saja,” ungkapnya.
Melalui program PTSL, BPN memang mencoba untuk mengimbau masyarakat agar segera mendaftarkan tanahnya, untuk mendapatkan legalitas resmi.
Maka, setelah itu masyarakat datang berbondong-bondong dengan membawa legalitas awal seperti aurat RT, surat RW, dokumen alas hak dan lain-lain.
Celakanya, banyak oknum yang mengklaim tanah yang sebenarnya sudah dimiliki perusahaan atau orang tertentu, sebagai tanahnya dengan menggunakan dokumen seadanya.
Berdasarkan data yang dihimpun dari BP Batam, adapun lahan seluas 2,3 hektare tersebut dibagi atas 40 persil, dimana luasannya seragam dari 60 meter hingga 75 meter.
Sementara, pemiliknya berdasarkan data BP Batam ada 16 orang, dimana satu orang bisa memiliki lebih dari 1 persil.
Bahkan, ada yang memiliki 5 persil. Sehingga dapat dikatakan, penerima sertifikat PTSL, orangnya itu-itu saja.(jpg)