batampos.co.id – Situasi pandemi Covid-19 yang terkendali membawa optimisme pada kinerja ekonomi yang lebih baik. Diproyeksikan, pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini bisa berada di angka 4 persen.
”Outlook perekonomian kuartal III lebih baik di angka 4,5 persen dan di kuartal IV ini naik ke 5,4 persen. Jadi, proyeksi keseluruhan tahun ini 4 persen,” ujar Menkeu Sri Mulyani Indrawati pada konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) kemarin (27/10).
Keyakinan itu mencoba mementahkan prediksi yang dibuat dua lembaga internasional, yakni OECD dan IMF. OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya 3,7 persen dan pada 2022 naik menjadi 4,9 persen. Adapun menurut IMF, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan hanya 3,2 persen dan pada 2022 menjadi 5,9 persen.
Ani, sapaan karib Sri Mulyani, bahkan menyebut proyeksi dua lembaga itu terlampau kecil. Sebab, Indonesia terbilang sanggup melewati masa kritis saat varian Delta muncul. ”Menurut kami terlalu rendah. Karena kami melihat pada kuartal III 2021, walaupun kita terhantam varian Delta, ternyata langkah pemerintah bisa mengendalikan dengan cukup cepat dan efektif,” jelas mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo meyakini kondisi ekonomi yang terus membaik berdampak pada nilai tukar rupiah. ”Sekarang alhamdulillah nilai tukar rupiah cenderung menguat dan akan terus menguat. Karena fundamental kita, defisit transaksi berjalan sangat rendah,” terangnya.
Perry memastikan bahwa BI melanjutkan kebijakan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar, BI telah menyiapkan sejumlah amunisi. Mulai intervensi langsung di pasar spot, domestic non-deliverable forward (DNDF), hingga pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder.
Bank sentral akan mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Dengan demikian, stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan terjaga. Lalu, pemulihan ekonomi nasional lebih lanjut mendapat dukungan.
BI juga mempertahankan kebijakan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) tetap rendah. Yakni, di level 3,5 persen. Keputusan tersebut sejalan dengan menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan. Mengingat ketidakpastian pasar keuangan global di tengah prakiraan inflasi yang rendah.
Bank sentral masih membeli SBN di pasar perdana. Hingga 15 Oktober 2021, pembelian SBN di pasar perdana Rp 142,74 triliun. Perinciannya, Rp 67,28 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp 75,46 triliun melalui mekanisme greenshoe option (GSO). ”Langkah ini sebagai bagian dari sinergi kebijakan BI dan pemerintah untuk pendanaan APBN 2021,” jelas Perry.
Lulusan Iowa State University itu menyebutkan, pelonggaran uang muka atau down payment 0 persen kredit/pembiayaan kendaraan bermotor (KKB) untuk semua jenis kendaraan bermotor baru akan diperpanjang hingga akhir 2022. Namun, melihat pergerakan situasi ekonomi domestik maupun global.
Dia berharap insentif itu dapat merangsang pertumbuhan ekonomi menjadi lebih kuat dan lebih tinggi. ”Sesuai dengan kebutuhan untuk memastikan kredit pembiayaan dari sektor keuangan dan dunia usaha terus bisa mendukung pemulihan ekonomi,” terang Perry.
Selain itu, BI memperpanjang pelonggaran rasio loan to value/financing to value (LTV/FTV) kredit properti menjadi paling tinggi 100 persen untuk bank yang memenuhi NPL/NPF tertentu. Dengan begitu, masyarakat masih bisa menikmati insentif kredit pemilikan rumah (KPR) maupun pembelian kendaraan bermotor dengan DP 0 persen hingga 31 Desember 2022. (jpg)