batampos – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa memberikan tanggapan positif terkait keputusan pemerintah yang mengenakan kenaikan PPN 12 persen hanya pada barang mewah. Menurut dia, kebijakan tersebut menunjukkan perubahan arah yang signifikan. Juga lebih mengutamakan pemberian stimulus untuk perekonomian.
”Jika kita melihat kebijakan fiskalnya, sepertinya agak berubah. Sebelumnya memang terkesan fokus pada peningkatan pendapatan negara (melalui) kenaikan pajak. Namun setelah disampaikan oleh Menteri Keuangan, arahnya kini lebih kepada menambah stimulus untuk ekonomi,” ujarnya saat ditanyai Jawa Pos di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (2/1).
Purbaya menjelaskan, meskipun PPN tidak dinaikkan sebagian, pemerintah tetap memberikan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Terlihat dari penghapusan pemotongan untuk mengurangi dampak dari kebijakan kenaikan PPN sebelumnya, yang justru dapat menjadi stimulus tambahan bagi perekonomian.
”Pajak PPN-nya tidak naik, hanya barang mewah yang dikenakan pajak lebih tinggi. Yang sudah dihitung untuk mengurangi dampak kenaikan PPN sebelumnya tetap dikeluarkan tanpa dipotong, malah menambah stimulus. Dampaknya akan sangat positif untuk perekonomian,” terangnya.
Dia juga melihat potensi besar dalam kebijakan ini untuk meningkatkan jumlah tabungan masyarakat. Yang mana akan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat. Dengan meningkatnya daya beli masyarakat, permintaan barang dan jasa juga akan tumbuh, yang pada gilirannya mempercepat pemulihan ekonomi.
”Untuk memberikan stimulus yang dapat menunjang daya beli masyarakat. Ketika daya beli meningkat, otomatis ekonomi tumbuh lebih cepat. Ini akan membawa dampak positif yang lebih kuat dibandingkan prediksi sebelumnya,” beber Purbaya.
Dia juga memberikan pandangan tentang prospek Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di 2025. Konsolidasi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap BPR adalah langkah positif. Untuk memastikan hanya bank yang sehat yang tetap beroperasi.
Dengan demikian, BPR yang tersisa nanti adalah yang betul-betul baik. Di sisi lain, BPR yang lainnya harus belajar jika manajemennya tidak jelas, OJK akan bertindak.
Purbaya menegaskan, bahwa masyarakat tidak perlu khawatir. Karena LPS pasti menjamin dana mereka di bank BPR.
BEI juga turut menyampaikan tambahan informasi atas penyesuaian tarif PPN di 2025. Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131/2024, tarif PPN dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain. Nilai lain yang dimaksud adalah sebesar 11/12 dari nilai Invoice.
Tarif tetap sesuai UU (undang-undang) yaitu 12 persen. Nilai obyek pajak yg dikalikan 11/12. Jadi finalnya sama dgn PPN 11 persen. Karena menutut saya ini terkait konstruksi perundang-undangan,” terang Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy.
Untuk pernyataan lebih lanjut, Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik memastikan ketentuan terkait jasa layanan transaksi saham mengacu pada PMK 131/2024. Mengacu pasal 3 PMK 131/2024 tertuang bahwa nilai lain dihitung sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian.
Yang kemudian diperjelas pada pasal 5 bahwa pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir, mulai tanggal 1 Januari sampai 31 Januari 2025, PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual. ”Kami mengacu sesuai pada PMK,” tegasnya. (*)
Artikel Revisi PPN 12 Persen Bikin Ekonomi Optimistis, Simpanan Tumbuh, dan Pasar Modal Bergairah pertama kali tampil pada News.