batampos.co.id – Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Kepulauan Riau menolak penurunan tarif angkutan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang ditawarkan Pertamina Patra Niaga. Karena kebijakan tarif baru tersebut akan menyulitkan para pengusaha BBM yang ada di Kepulauan Riau.
Mereka mengajukan keberatan kepada ke General Manager (GM) Area Sumatera Bagian Utara (Sumbangut) Patra Niaga di Batam. Dalam surat penolakan nomor 063/HM-Kepri/VII/2016 yang diterima koran Batam Pos (grup batampos.co.id), selama beberapa tahun belakangan ini Patra Niaga terus menurunkan tarif angkutan yang harus dibayarkan kepada transportir. Meskipun tidak ada keuntungan dari pengangkutan, para pengusaha masih bisa menutupinya dari bidang penjualan BBM.
Namun kebijakan yang diajukan kali ini sangat memukul para pengusaha, persentase penurunannya cukup signifikan. Bila sebelumnya tarif angkutan BBM dari Tanjunguban ke Karimun Rp274 per liter, melalui kebijakan yang baru ini per liternya hanya dihargai Rp143 saja.
Sedangkan tuntutan dari Patra Niaga semakin meningkat. Salah satunya kewajiban mengganti tugboat kayu menjadi tugboat besi. Hal tersebut menimbulkan biaya operasional yang cukup tinggi.
Karenanya para pengusaha BBM menganggap kebijakan Patra Niaga itu sudah berada di level yang paling menyulitkan mereka untuk terus melakukan usaha. Seluruh anggota Hiswana Migas sepakat untuk menolak rencana Patra Niaga tersebut.
Mereka mencium adanya permainan yang tidak sehat, Patra Niaga diduga hendak mengarahkan monopoli pengangkutan BBM pada satu perusahaan saja.
Mereka mengangap tarif angkutan BBM yang diterapkan Patra Niaga tidak transparan, konsisten, dan merata. Pola yang digunakan kurang memperhitungkan fakta serta kebutuhan operasional serta tidak mengakomodir seluruh biaya yang harus ditanggung transportir. Menerima dengan tarif rendah, atau menolak harga baru yang kemudian akan diambil alih oleh Patra Niaga.
Karenanya mereka meminta Patra Niaga meninjau ulang kebijakan tersebut seiring dengan kewajiban penggunaan tugboat besi. Hal tersebut sesuai dengan notulen rapat bersama yang digelar 2 September 2015 lalu.
Mereka meminta Patra Niaga tak menurunkan tarif, atau tetap dengan tarif yang lama. Bahkan jika perlu tarif angkutan dinaikkan sesuai dengan biaya yang harus ditanggung pengusaha.
Dalam surat yang ditandatangani Ketua Hiswana Migas, Adeck Helmi juga mengeluhkan sulitnya melakukan penagihan terhadap pihak Patra Niaga.
Tahapan penagihan, verifikasi serta keberadaan dokumen yang sulit dilacak. Belum lagi ketidakjelasan petugas yang hendak dihubungi untuk meminta keterangan progres.
Direktur Utama Patra Niaga, Gandhi Sriwidodo enggan berkomentar ketika dikonfirmasi. “Tanya petugas yang ada di Batam saja,” ujar Gandhi langsung menutup telepon gengamnya.
Ihsan Utama, GM Patra Niaga Batam tak berhasil dikonfirmasi, nomor yang digunakan tak bisa dihubungi. (hgt)