Minggu, 12 Januari 2025

Sertifikat Hak Milik di Batam akan Dibatalkan

Berita Terkait

ilustrasi. Foto: istimewa
ilustrasi. Foto: istimewa

batampos.co.id – Kepala Kantor Pengelolaan Lahan Badan Pengusahaan (BP) Batam, Imam Bachroni, mengatakan keberadaan Sertifikat Hak Milik (SHM) di Pulau Batam merupakan buah dari kesalahpahaman di masa lalu. Karena itu, status hak milik tersebut akan dikembalikan lagi menjadi hak guna bangunan (HGB) ketika terjadi peralihan kepemilikan atau perubahan peruntukan.

Imam Bachroni menuturkan, pada tahun 1998, Menteri Perumahan Rakyat kala itu, Akbar Tanjung mengeluarkan surat edaran berisi imbauan kepada masyarakat untuk meningkatkan status lahan dengan luas di bawah 600 meter dari HGB menjadi SHM.

“Imbauan tersebut meminta agar masyarakat meningkatkan status lahannya dengan mengurusnya ke Badan Pertanahan Negara (BPN) di wilayah masing-masing,” ujarnya kemarin (17/11) kepada Batam Pos.

Pada umumnya, tanah dengan sertifikat HGB diperoleh ketika membeli rumah baru dari developer. Karena pada dasarnya, developer adalah badan hukum yang tidak diperbolehkan memiliki tanah dengan status hak milik walaupun telah membeli tanah dengan status hak milik dari masyarakat. “Status lahan dari HGB menjadi SHM diperlukan untuk legitimasi kepemilikan tanah yang lebih jelas,” jelasnya.

Setelah keluarnya surat edaran tersebut, banyak masyarakat yang mengurusnya ke BPN. Saat itu BPN seakan lupa bahwa surat edaran tersebut tidak berlaku di Batam karena Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dipegang oleh Otorita Batam alias tanah milik negara. “BPN saat itu salah menafsirkan. Lagipula dalam surat edaran tersebut tidak didetailkan bahwa hanya HGB yang boleh di atas HPL,” jelasnya

Imam menjelaskan walaupun kepemilikan SHM ini terjadi karena ‘kecelakaan’, masyarakat pemegang SHM tetap membayar Uang Wajib Tahunan (UWTO).

Imam menegaskan, status SHM ini akan berubah menjadi HGB kembali tatkala sang empunya rumah mengubah peruntukan rumahnya menjadi jasa atau lainnya. “Atau pada saat menjual rumah sehingga kepemilikannya beralih. Maka SHM akan turun jadi HGB,” katanya.

Sejumlah rumah di Perumahan Kurnia Djaja Alam (KDA) telah berstatus hak milik. Kepemilikannya sah dibuktikan dengan sertifikat hak milik (SHM) yang dikeluarkan BPN.

Edison, salah satu penghuni rumah di Cluster Kepodang KDA, mengatakan status hak milik itu didapat sejak membeli rumah tersebut. SHM diurus oleh pengembang.

“Saya tidak minta ‘hak milik’. ‘Hak milik’ itu sudah tertera di brosur rumahnya,” kata Edison.

Dia menempati rumah itu sejak tahun 2005. SHM keluar satu tahun kemudian, pada tanggal  3 Maret 2006. Surat itu ditanda-tangani Kepala Kantor Pertanahan Batam yang kala itu dijabat Hamdan Basri.

Selama ini, Edison belum pernah membayar uang sewa tahunan Badan Pengusahaan (BP) Batam. Namun, ia juga mendengar, ketika jatuh tempo nanti, ia tetap diwajibkan membayar uang sewa tahunan. Jatuh tempo pembayaran rumah-rumah di cluster itu pada tahun 2032.

“Tapi seharusnya, kalau kita sudah punya SHM kan tidak perlu bayar UWTO kan?” tuturnya.

Nyatanya, tidak semua rumah di Cluster Kepodang itu mendapatkan SHM. Jumlahnya hanya beberapa. Sisanya berstatus hak guna bangunan (HGB).

Pegawai bagian hukum PT Kurnia Djaja Makmur Abadi -perusahaan pengembang perumahan KDA, Erna, membenarkan hal tersebut. Rumah-rumah yang berstatus hak milik di Perumahan KDA tidak banyak. Hanya sekitar 100-an rumah dari total 1.600 rumah di kawasan tersebut.

Rumah-rumah yang berstatus hak milik itu tersebar di tiga cluster. Yakni, Cluster Kepodang, Rajawali, dan Gelatik.

“Tapi tidak semua rumah di cluster itu punya hak milik. Bisa saja rumah A sudah hak milik tapi rumah B yang berada tepat di sampingnya itu HGB,” kata Erna, saat ditemui di Kantor PT KDMA, Kamis (17/11).

Status hak milik itu, kata Erna, muncul karena peraturan pemerintah. Kala itu, kawasan perumahan bisa mengurus sertifikat hak milik. Caranya dengan memecah peruntukan lahan (PL) induk sesuai dengan rencana tata ruang perumahan tersebut.

Erna mengaku, peraturan itu tidak disosialisasikan secara besar-besaran. Pihaknya mengetahui hal tersebut justru dari konsumen. Konsumennya mengatakan, kalau rumah di perumahan tertentu sudah bisa menjadi hak milik konsumennya.

“Saya langsung tanya ke pengembangnya. Ternyata memang bisa. Tinggal pecah PL saja,” katanya.

PT KDMA melakukan hal yang sama. Mereka memecah PL induk dan menjualnya. Ketika sudah laku, mereka langsung mengurus sertifikat hak milik dengan nama si pembeli. Status ini tidak berpengaruh dengan harganya.

Ternyata, peraturan itu tidak berlangsung lama. Hanya sekitar dua tahun saja. Proses penjualan rumah, lantas, kembali ke proses semula.

Yakni, pihak pengembang harus mengurus Sertifikat HGB (SHGB) induk setelah mereka mendapatkan HPL dari BP Batam. Baru kemudian SHGB itu dipecah-pecah dan dibalik nama sesuai nama pembeli.

Seiring berjalannya waktu, proses penjualan itu kembali mengalami perubahan. SHGB induk itu harus dibalik nama dengan nama perusahaan baru bisa dipecah dan dibalik nama sesuai nama pembeli.

“Urusan sekarang lebih ribet. Lebih makan waktu dan biaya,” tutur Erna.

Erna mengaku lebih mudah mengurus administrasi hak milik ketimbang HGB. Pengurusan SHM tidak berjenjang. Dengan demikian, tidak makan waktu lama dan tidak membutuhkan biaya besar.

“Kami pikir, peraturan itu akan terus berlaku di tahun-tahun berikutnya. Makanya, kami santai saja. Ternyata, hanya sebentar saja,” ujarnya.

Erna mengetahui peraturan itu sudah tidak berlaku lagi ketika permohonan SHM-nya ditolak oleh Kantor Pertanahan. Namun demikian, ia mendengar ada beberapa pemilik rumah yang berhasil mengubah HGB-nya menjadi hak milik. Asal, memiliki rekomendasi dari BP (dulu bernama Otorita Batam).

“Kalau tak salah, ada dua rumah yang bisa ganti ke hak milik. Tapi sepertinya, setelah itu, tidak bisa lagi,” tutur Erna.

Kontroversi soal sertifkat hak milik di atas lahan di Pulau Batam ini mencuat setelah Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan A Djalil, saat berkunjung ke Batam, Selasa lalu, menegaskan tanah berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) tidak boleh diberikan hak kepemilikan. Kenyataannya sertifikat hak milik sudah terbit di beberapa titik seperti Batam Center dan Sekupang.

“Sesuai aturannya, memang tak ada hak milik di sini (Batam),” kata Kepala BPN Batam, Asnaedi.  Oleh sebab itu, pihaknya akan melakukan pengusutan atas keluarnya dokumen tersebut. Nantinya juga akan dipetakan, daerah mana saja yang memiliki dokumen hak milik. (leo/ceu/cr17)

Update