batampos.co.id – Negara mana pun akan marah kalau falsafah dan simbol negaranya dihinakan oleh negara lain. Apalagi mengungkit-ungkit masa lalu yang hanya meihat satu arah saja terhadap substansi yang diungkit. Atasi versi pengungkit saja.
Ya, begitupun dengan Indonesia. Langkah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang memutus hubungan kerjasama militer dengan Australia, patut diapresiasi setinggi-tingginya.
Sikap tegas dan berani yang kini menjadi barang langka di negeri ini, mampu diapatahkan oleh Gatot yang membuktikan ia dan jajaran militer Indonesia yang ia pimpin mampu bersikap tegas dan berani. Memutuskan kerjasama militer dengan negara besar seperti Australia adalah sikap ksatria dan berani. Apalagi dasar pemutusan hubungan militer itu tekait penghinaan terhadap simbol negara, Pancasila.
Sumber Fairfax Media sebagaimana dikutip Sydney Morning Herald dan dilanisr jpnn.com (grup batampos.co.id) menyebut penghinaan itu ada dalam bahan ajar di fasilitas latihan ADF di Perth tahun lalu. Ada materi dalam bahan ajar yang dianggap sangat menyinggung TNI.
Materi itu terkait dengan aksi TNI pada 1965 dan di Timor Timur, saat negeri yang kini bernama Timor Leste itu masih menjadi bagian Indonesia. Ada yang menganggap materi itu sebagai penilaian ilmiah, tapi di sisi TNI itu penghinaan.
Selain itu, ada juga kertas bertuliskan PANCAGILA yang dilaminasi. Ada seorang instruktur Kopassus peserta pelatihan yang melihatnya. Instruktur di korps pasukan elite itu tersinggung lantaran Pancasila sebagai lima prinsip yang dipedomani dan dihormati TNI, justru dipelesetkan sebagai lima prinsip gila.
Saat pulang ke Indonesia, instruktur Kopassus itu langsung membuat laporan ke Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Hingga akhirnya Jenderal Gatot mengeluarkan telegram yang isinya memerintahkan TNI mengakhiri semua kerja sama militer dengan Australia.(SMH/ara/jpnn)