batampos.co.id – Pria kelahiran Jakarta, 28 Juni 1959 silam itu menyelesaikan gelar sarjana akuntansi dari Universitas Indonesia dan program akademik di Sorbonne University Paris.
Ia ialah Emirsyah Satar.
Emir memulai karirnya di industri keuangan sebagai auditor di Price Waterhouse Cooper.
Dalam waktu yang singkat, pria berdarah minang tersebut menduduki posisi penting di beberapa perusahaan multinasional seperti Citibank N.A, Jan Darmadi Group, Niaga Finance, Hong Kong dan Bank Danamon Tbk.
Pada tahun 1998, dia kembali ke Indonesia untuk menjadi EVP Finance (CFO) Garuda Indonesia. Di Garuda Indonesia, dia berperan penting dalam proses restrukturisasi keuangan maskapai yang terjadi pada tahun 2001.
Pada tahun 2003, Emir meninggalkan Garuda Indonesia untuk menjabat sebagai Deputy CEO Bank Danamon. Dua tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2005, dia kembali bergabung bersama Garuda Indonesia sebagai Presiden dan CEO Garuda Indonesia. Pada saat itu, dia merupakan CEO termuda di Asia Pasifik dalam industri penerbangan.
Kala itu, Garuda Indonesia berada pada ambang kebangkrutan. Dia harus menangani persoalan keuangan yang kerugiannya kabarnya mencapai Rp 10 triliun. Maskapai tersebut memang sempat dilanda berbagai persoalan seperti keuangan tidak sehat, manajemen tak beres, serta tingkat keselamatan yang rendah. Bahkan, tahun 2005, Garuda dilarang masuk ke Eropa karena masalah keamanan. Sebanyak 25 rute penerbangan Garuda merugi 80 persen.
Untuk membereskan setumpuk persoalan itu, Emir meluncurkan program Quantum Leap. Program tersebut meredifinisi visi dan budaya perusahaan yang saat itu begitu karut marut. Saking saktinya program itu, Garuda dalam 10 tahun diubah dari perusahaan tanpa pengharapan menjadi perusahaan top dunia.
Program Quantum Leap 2011-2015 berhasil membuat PT Garuda Indonesia Tbk di tahun buku 2012 sukses mencatat kenaikan laba hingga 100 persen disbanding 2011. Laba komprehensif Garuda Indonesia tercatat sebesar USDÂ 145,4 juta untuk periode Januari hingga Desember 2012 atau tumbuh 100 persen dibandingkan USD 72,7 juta di 2011. Kenaikan laba seiring dengan pendapatan operasi yang juga naik 12,1 persen dari USD 3,09 miliar pada 2011 menjadi USD 3,47 miliar di 2012.
Sementara laba bersih sebesar USD 110,8 juta di 2012 atau naik 72,6 persen jika dibandingkan USD 64,2 juta pada 2011. Laba operasi meningkat 82 persen dari USD 92,3 juta pada 2011 menjadi USD 168,1 juta di 2012.
Emir menjelaskan, peningkatan laba perseroan tercapai melalui ekspansi operasional perusahaan lewat Program Quantum Leap 2011-2015.Program tersebut, antara lain, mencakup penambahan rute dan frekuensi penerbangan. Seiring penambahan pesawat baru, serta melalui program efisiensi perusahaan dan peningkatan utilisasi aset.
Selama 2012, frekuensi penerbangan Garuda Indonesia domestik dan internasional meningkat sebesar 17,9 persen menjadi 153.266 frekuensi penerbangan, dibanding tahun 2011 yang sebanyak 130.043 frekuensi penerbangan.
Tahun 2013, Garuda Indonesia juga mendatangkan 40 pesawat baru, melengkapi armada Garuda Indonesia dan anak usahanya yakni Citilink hingga berjumlah 139 unit di akhir 2013. Pesawat yang didatangkan Garuda yakni 4 Boeing 777-300 ER, 3 Airbus A 330, 10 Boeing 737-800 NG dan 7 Bombardier CRJ 1000 NextGen. Sementara Citilink siap menerima 11 Airbus A320-200 dan 5 ATR-72.
Untuk rute baru tahun 2013 tersebut, Garuda juga menambah 13 rute baru dengan tujuan perbangan domestik yakni rute Bandung-Denpasar, Denpasar-Balikpapan, Batam-Pekanbaru, Balikpapan-Banjarmasin, Balikpapan-Menado, Balikpapan-Berau, Jakarta-Bengkulu, Jakarta-Pandan dan Jakarta-Tanjung Pinang.
Sementara untuk rute penerbangan internasional, Garuda juga membuka rute Jakarta-London, Medan-Penang, Surabaya-Singapura, Denpasar-Bangkok, Denpasar-Brisbane dan Denpasar-Kuala Lumpur.
Tercatat sebanyak 20,4 juta penumpang diangkut maskapai tersebut sepanjang tahun 2012 atau meningkat 19,6 persen dibanding tahun 2011 sebanyak 17,1 juta penumpang. Kapasitas produksi (availability seat kilometer/ASK) pada 2012 juga meningkat sebesar 10,9 persen menjadi 36 miliar dibanding tahun 2011 sebesar 32,5 miliar.
Hingga 2012, perusahaan mencatatkan aset sebesar USD 2,52 miliar atau meningkat dari sebelumnya USD 2,13 miliar. Dari jumlah tersebut, aset tidak lancar berupa uang muka pembelian pesawat mencapai USD 497,16 juta. Posisi liabilitas dan ekuitas perusahaan pada akhir tahun lalu mencapai USD 2,52 miliar dengan posisi utang jangka pendek mencapai USD 754,21 juta.
Capaian tersebut membuktikan bahwa dia mampu membalikkan posisi Garuda Indonesia menjadi maskapai nomor satu di tanah air. Di bawah kepemimpinannya, maskapai pelat merah tersebut mendapatkan berbagai penghargaan dari institusi terkemuka di seluruh dunia.
Untuk memperluas pangsa pasarnya, Garuda juga memutuskan bergabung dalam aliansi maskapai penerbangan global, Skyteam. Bahkan, Skytrack menobatkan Garuda Indonesia dalam 10 besar maskapai terbaik di dunia.
Jabatan Emir sebagai Direktur Utama Garuda tidak tergoyahkan. Ia seharusnya sudah pensiun pada 2010, namun pemegang saham memutuskan untuk terus memperpanjang jabatannya hingga beberapa kali. Emir akhirnya mengundurkan diri pada 2014, tiga bulan sebelum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) digelar.
Sebelum mundur itu, Emir sempat digadang-gadang menjadi calon Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namanya sempat disebut Luhut Pandjaitan yang saat itu sebagai Penasihat Tim Transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla. Namun kenyataannya Rini Sumarno yang terpilih menjadi Menteri BUMN pada 27 Oktober 2014. Tanggal 11 Desember 2014 Emir menyatakan mundur dari Garuda.
Menjadi menteri sebenarnya salah satu cita-cita Emir saat remaja. Jabatan itulah yang mendorong Emir untuk kuliah di fakultas ekonomi Universitas Indonesia.
“Hidup itu harus logis. Waktu itu saya analisa, hampir semua menteri-menteri ekonomi berasal dari fakultas ekonomi UI jadi saya masuk ke situ,” katanya kepada Jawa Pos saat masih menjabat sebagai Dirut Garuda.
Tahun 2015 lalu, Grup Lippo menunjuk Emirsyah Satar sebagai Chairman MatahariMall.com (MatahariMall) dan Lippo Board of Management. Dia memperkuat tim MatahariMall yang terdiri atas Hadi Wenas sebagai CEO dan Rudy Ramawy sebagai Vice Chairman.
Vice President Corporate Communication Garuda Indonesia Benny Butarbutar menegaskan bahwa persoalan yang kini tengah dihadapi Emir tidak ada kaitannya dengan kegiatan korporasi saat ini. Pihaknya juga mendukung sepenuhnya dan bersikap kooperatif dalam proses penyelidikan lebih lanjut yang saat ini tengah dilakukan oleh KPK.
“Manajemen Garuda Indonesia akan melakukan koordinasi dengan pihak terkait dan melakukan evaluasi internal secara mendalam terkait hasil penyelidikan yang dilakukan KPK saat ini,’’ ujarnya kepada Jawa Pos, Kamis (19/1).
Dia melanjutkan, Garuda Indonesia sebagai perusahaan publik selalu mengedepankan prinsip dan mekanisme GCG (Good Corporate Governance) yang penerapannya dilakukan secara ketat dan transparan. (dee/wir/jpgrup)