Pelacur impor pun beroperasi dari rumah. Mereka baru keluar sarang jika ada panggilan dari orang yang mensponsorinya.
Darto, sebut saja begitu, seorang pengemudi kendaraan rental berbasis aplikasi punya kisah. Darto sudah punya jadwal rutin untuk menjemput perempuan-perempuan penghibur tersebut di salah satu perumahan mewah di kawasan Surabaya Selatan
Dia tentu menjemput kalau ada ’’perintah’’ dari pelanggannya, salah seorang pengusaha di Surabaya di bidang penjualan motor.
’’Seperti biasa, saya disuruh jemput perempuan mereka,’’ ungkapnya.
Darto menuturkan, dirinya bukan satu-satunya sopir taksi yang jadi langganan. Taksi-taksi lain pun banyak. Biasanya, taksi itu tidak berani langsung mengetuk pintu dan menjemput. Sesampai di depan rumah, Darto hanya diam dan memberi tahu pengusaha tersebut bahwa dirinya sudah sampai. Nah, si pengusaha lantas menyuruh perempuan-perempuan itu keluar dan masuk ke taksi Darto.
Perempuan itu hanya masuk taksi tanpa banyak cingcong. Darto pun sudah paham tujuan mereka berdasar order dari sang pengusaha.
’’Saya langsung antar ke tempat yang diminta,’’ katanya.
Biasanya, tempat awal itu adalah rumah makan.
Saat para tamu makan, Darto harus menunggu. Setelah semuanya selesai, dia akan mengantar perempuan dan orang yang mem-booking tersebut ke hotel.
’’Mobil pria yang pesan ditinggal di rumah makan itu,’’ ucapnya seraya menyebut salah satu rumah makan seafood beken di Surabaya.
Selain di perumahan, perempuan-perempuan itu tinggal di apartemen. Praktiknya pun rapi. Enggak ke mana-mana kalau tidak ada panggilan dan jemputan. Kalau dalam sehari tidak ada order, tentu tetap ada trik untuk cari duit.
Sponsor biasanya mengajak perempuan tersebut turun ke diskotek.
Sasaran mereka adalah eksekutif muda atau lelaki-lelaki yang sekiranya berminat dan sanggup membayar.
’’Di diskotek itu juga ada yang mengoordinir. Jadi tidak canggung,’’ ungkap Darto.
Karena punya ’’label impor’’, tarif perempuan itu tentu melangit. Sekali kencan jangka pendek tarifnya di atas Rp 2 juta. Pelanggannya tentu bukan orang sembarangan. Pengusaha? Pasti! Pejabat?
’’Dengar-dengar begitu,’’ ucap Darto.
Darto menilai praktik yang rapi itu juga melibatkan orang-orang perumahan. Misalnya, saat Darto menjemput, lalu bertanya nomor rumah, penjaga gerbang perumahan akan curiga. Darto akan ditanya keperluan dan segala macamnya. Namun, begitu nama pengusaha yang mem-booking disebut, satpam langsung paham. Pintu pun terbuka. (Tim Jawa Pos/*)