Senin, 2 Desember 2024

Danau Toba Fokus Bangun HomeStay

Berita Terkait

foto: pesonaindo

Homestay, Desa Wisata menjadi sorotan utama Menpar Arief Yahya, pada Rakornas I/2017, pada 18-19 Mei 2017 di Bidakara, Jakarta.

Target 2017 terbangun 20 ribu homestay, 2018 diproyeksikan 30 ribu dan 2019 sebanyak 50 ribu.

“Total tahun 2019 menjadi 100 ribu homestay,” sebut Menpar Arief Yahya.

Pun juga yang dilakukan di Danau Toba, Sumatera Utara. Dalam rangka memperbanyak amenitas, maka harus ada lebih banyak homestay di sekitar danau kaldera terbesar di dunia itu . Apalagi, homestay merupakan jawaban atas kekurangan kamar hotel untuk menyambut lonjakan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang ditargetkan mencapai 20 juta orang pada 2019 mendatang.

Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya memang selalu menekankan pentingnya amenitas selain unsur akses dan atraksi. Istilahnya 3A atau akses, atraksi dan amenitas. “Indonesia akan menjadi negara dengan jumlaj homestay terbesar, terbanyak dan terbaik dunia. Dikelola dengan cara korporasi, dimanaj secara digital,” ungkap Arief Yahya.

Rakornas II/2017 itu memang akan menjadi kunci sukses pengembangan 100 ribu homestay desa wisata itu. Karena itu, Menpar Arief sangat concern dan serius untuk merealisasikan program ini.

Dalam rangka itu pula pemerintah pada 10 Mei lalu menggelar rapat  pembuatan prototipe atau mock up homestay. Ada dua prototipe homestay yang dibahas dalam Rakornas yang menghadirkan Kemendes dan Kemen PU PR itu.

Yang pertama adalah model homestay yang mengadopsi gaya pemenang sayembara desain arsitektur homestay nusantara di Toba. Sedangkan prototipe kedua merupakan model umum homestay dan lebih aplikatif ditempatkan di semua daerah dengan konsep eco pod atau bangunan dengan konstruksi ramah lingkungan.

Kepala Badan Otorita Pariwisata Danau Toba (BOPDT) Arie Prasetyo menuturkan, prototipe homestay model pertama langsung jadi prioritas. Material utamanya adalah bambu. Atapnya juga sirap dari bambu. “Sesuai kelokalan Nusantara,” ujarnya.

Sedangkan ukurannya adalah 5 x 6 meter. “Sehingga total luas bangunan 30 meter persegi memerlukan total luas tanah 50 meter persegi,” sebutnya.

Arie menjelaskan, biaya pembuatan masing-masing model homestay adalah Rp 200 juta termasuk pajak pertambahan nilai (PPN). Nantinya, prototipe itu akan diletakan di wilayah Toba.

Selanjutnya, kata Arie, kini yang perlu dipastikan adalah lahan yang akan pasangi model homestay. BOPDT dipercaya mencari lahan untuk homestay.

Rencananya, BOPDT akan berkoordinasi dengan para kepala daerah di wilayah Danau Toba. “Harus clear and clear untuk menghindari sengketa di kemudian hari,” tegasnya. (*)

Update