batampos.co.id – Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2018 kini menjadi momok bagi pencinta burung. Mereka khawatir terjadi kriminalisasi. Tapi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan bahwa publik tidak perlu khawatir berlebihan. Mereka menjamin tidak ada kriminalisasi pemilik burung.
Jaminan yang sama berlaku kepada penangkar dan penjual burung. Jaminan tersebut ditegaskan Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Indra Exploitasia. Dia menyebut, memelihara dan menjual burung tetap diperbolehkan dengan pengawasan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) tiap-tiap daerah.
Indra mengungkapkan, pihaknya sudah memerintah BKSDA mempermudah layanan dan administrasi bagi para pemilik burung yang mendaftarkan burungnya. BKSDA juga ditegaskan untuk tidak memungut biaya sepeser pun. BKSDA juga dilarang melakukan sweeping. Baik di pasar burung, tempat penangkaran, maupun di rumah-rumah pemilik burung.
”Apabila ada oknum yang melakukan hal tersebut, segera laporkan ke call center,” ucap Indra. Setiap BKSDA memang diperintah membuat call center untuk meminimalkan keresahan akibat terbitnya Permen LHK 20/2018.
Di beberapa daerah hari-hari ini memang banyak pencinta burung yang resah dengan Permen LHK 20/2018. Peraturan yang diterbitkan pada 29 Juni 2018 itu mengatur perihal tumbuhan dan satwa dilindungi di Indonesia.
Ada 919 jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Sebanyak 562 di antaranya merupakan jenis burung. Nah, dalam daftar itu, ada burung-burung yang selama ini banyak dijual di pasaran. Juga dipelihara masyarakat. Misalnya, murai batu, jalak suren, pleci, cucak hijau, cucakrawa, kenari, anis merah, dan anis kembang.
”Sekarang banyak yang takut membeli burung. Kalau seperti ini kan sama artinya peraturan ini mematikan ekonomi banyak orang,” kata Candra, sesepuh paguyuban pedagang burung di Pasar Burung Bratang Surabaya.
Keresahan itu disebut KLHK tidak perlu. Selain BKSDA dijamin tidak melakukan sweeping, pihak kepolisian dijamin tidak melakukan penindakan. Pada awal Agustus 2018, KLHK, lanjut Indra, telah berkirim surat ke Direktorat Tindak Pidana Tertentu Mabes Polri. Dalam surat itu dilampirkan surat edaran Dirjen KSDAE untuk dijadikan panduan dalam melakukan pengawasan di lapangan. ”Kami juga tembusi ke balai-balai karantina tentang aturan pelaksanaan Permen LHK Nomor 20 ini,” jelasnya.
Sejauh ini, KLHK memang belum menerbitkan aturan resmi tersebut. Hingga saat ini, KLHK masih melakukan revisi terhadap Permen LHK 20/2018 itu. ”Kami masih pertimbangkan kembali kondisi pemanfaatan spesies-spesies tersebut. Khususnya burung berkicau yang sudah beredar luas di masyarakat,” ujarnya. (tau/c17/fim/jpg)